Dan disinilah Aruna berada. Dengan wajah tertekuk dan bibir mengerucut, sebal akan lelaki yang tengah asik menyantap bubur ayam di hadapannya.
Teman - temannya meninggalkan dirinya bersama Arjuna yang merengek lapar kepadanya. Aruna bisa apa? Meskipun ia jutek, judes, bermulut pedas atau apalah itu, dirinya tidak ingin cari keributan di tengah keramaian. Aruna memilih untuk mengangguk padahal ia ingin menjambak rambut Arjuna.
"Ar, nggak makan?" Tanya Arjuna dengan cengiran menyebalkannya. Lelaki tidak peka itu membuat Aruna semakin ingin menuang bubur panas ke atas kepala Arjuna.
"Panggil saya dengan panggilan yang sopan!"
Arjuna memberengut, tidak paham dengan jalan pikir Aruna yang terlalu ribet. Mengapa tidak dibuat sederhana saja? Manusia memang membingungkan.
"Kenapa kalau aku panggil kamu Aruna? Kan kita berteman? Ribet ya jalan pikir kamu, buat sederhana aja lah. Hidup sudah ribet, jangan dibikin semuanya tambah ribet. Kan nggak ada peraturan harus panggil kamu dengan panggilan bu guru. Ada undang - undangnya? Kamu nggak bisa jawab, kan? Yasudah, nggak usah protes."
Aruna mengatur deru nafasnya yang menggebu menahan gejolak amarah yang hendak ia semburkan ke muridnya yang tidak tahu diri dan nyinyir abis!
"Ish! Kamu ini ya satu - satunya murid saya yang nggak ada takut - takutnya sama saya," ujar Aruna gemas.
"Buat apa aku takut sama kamu, Ar? Toh kamu nggak gigit--"
"HA HA HA lucu!" Sarkas Aruna, "Kamu nggak punya rasa segan ketika memanggil sayang dengan nama--"
"Nggak. Kan kita berteman."
"Kamu kenapa keras kepala ingin berteman dengan gurumu sendiri?"
"Entahlah."
Aruna menatap muridnya tidak percaya. Ini terlalu mengejutkan baginya. Jawaban macam apa itu? Oh, Aruna baru ingat bahwa ia tengah berbicara dengan ABG labil bernama Arjuna.
"Kamu tahu kan hubungan guru dan murid tidak boleh lebih?"
Arjuna menggeleng tidak setuju, "Siapa bilang? Mentri kemendikbud? Kepala sekolah? Atau hanya otak rumitmu?"
"Ini tidak etis, Arjuna! Kita hidup bukan di dunia fiksi. Oke, saya akui saya banyak menjumpai kasus seperti ini, tapi saya tidak menyangka jika saya juga mengalami kasus seperti ini. Saya hanya ingin karir saya bagus. Kalau sampai ada orang lain yang tahu, bagaimana dengan karir saya? Arjuna saya mohon jangan begini, nak. Saya gurumu, bukan temanmu. Bukan saya gila hormat, tapi perlakukan saya seperti semestinya."
Arjuna berhenti makan. Ia tertegun dengan perkataan Aruna. Apakah memang seribet ini hubungannya dengan Aruna? Jujur saja Arjuna tidak bisa. Oedipusnya membuatnya harus bisa mendapatkan perempuan yang sangat mirip dengan Widya, dan perempuan itu adalah Aruna.
"Aruna--"
"Bu Aruna. Ingat akan posisi kita, Arjuna. Apa kamu tidak ada rasa segan?!"
"NGGAK BISA!" Bentak Arjuna tidak sadar. Sisi kekanakannya muncul jika emosinya tersulut.
Orang - orang disekitar Arjuna menatap Aruna kasihan karena bentakan Arjuna. Aruna sendiri pun merasa ketakutan, ia tidak suka orang lain membentaknya.
"Maaf, ak-aku nggak maksud bentak kamu."
"Ini terlalu aneh, Arjuna. Saya nggak bisa menerima ini. Kamu ngelunjak, ah entahlah. Saya mau pulang."
Aruna beranjak dari tempatnya tanpa menyentuh bubur ayamnya yang masih utuh itu. Arjuna tidak mengerti, apa yang harus ia lakukan? Ini pengalaman pertamanya mendekati perempuan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oedipus [#wattys2018]
Teen Fiction-Wattys longlist 2018- [Oedipus complex dalam aliran psikoanalisis Sigmund Freud merujuk pada suatu tahapan perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak ketika hasrat anak untuk memiliki orangtua mereka dengan jenis kelamin berbeda, seperti anak le...