"Yu, lo dimana?" Tanya Bastian yang tengah gelisah menunggu kedatangan perempuan cantik berambut hitam legam sebahu itu.
Ayu berdecak kesal, "Macet, nih, Bas. Elah nggak sabaran amat. Dari jaman sekolah minggu sampai udah jadi pemuda masih aja lo tanya - tanya."
"Gue kira lo kesiangan, tabiat lo kan emang kayak gitu dari dulu. Wajar aja gue tanya, memastikan."
"Lama - lama mirip Juna lo banyak nyinyir. Udah, ya, gue udah masuk gerbang nih. Masuk aja dulu. Duduk di deket mimbar, oke? Vikar Lukas yang tugas--"
"Kebiasaan jelek lo nggak ilang - ilang! Yaudah gue masuk duluan," Bastian mematikan sambungan teleponnya, lalu masuk kedalam gereja.
Ya, setidaknya Ayu tidak menjauhinya setelah pengakuan mengejutkan darinya. Bastian bersyukur atas itu.
Dan kabar buruknya saat ini, ia mengantuk berat. Ingatkan Bastian untuk tidak mengangkat telepon Arjuna dimalam hari.
***
Minggu pagi terasa surga bagi Arjuna. Ketika ia membuka matanya, senyum mentari menyambutnya. Membuat Widya yang tengah membersihkan kamar anaknya itu sedikit khawatir.
"Mama lihat dari kemarin kamu suka senyum - senyum sendiri," kata Widya kepada Arjuna yang kini tengah menggeliat diatas kasur.
Arjuna menguap, "Mama kepo, deh, mulai.."
"Ya, mama ngerasa aneh aja lihat kamu cengengesan tiba - tiba. Perempuan mana yang buat kamu--"
"Juna mau mandi, ah! Mau joging! Dah, mama sayang," Buru - buru Arjuna keluar dari kamarnya, kabur dari pertanyaan horror mamanya itu. Dirinya belum siap.
Sementara di lain tempat, Aruna terpojok sebab teman - teman kostnya ternyata mengetahui kegiatannya semalam. Banyak pertanyaan yang dilemparkan oleh teman - temannya, namun Aruna tetap dalam zonanya, ya walaupun ia terpojok. Stay cool, kalau kata Aruna begitu. Seberapa pun besar tekanan yang diberikan, jangan tunjukan bahwa dirimu tertekan. Tunjukan bahwa dirimu tetap kalem, atau lebih baiknya diam tak mengeluarkan sepatah kata apa pun.
"Semalem keluar sama siapa, Ru?" Sesi wawancara dimulai. Dinda memberikan pertanyaan pembuka yang membuat Aruna memilih untuk bungkam.
Wajah Aruna datar, juga sedikit mengantuk. "Manusia."
"Aku yo ngerti lek iku menungso, pateko aku goblok ngunu ta? Mosok iyo aku mikir kon metu karo jejadian?!" Ketus Indah yang ketika gemas ia mulai mengeluarkan dialek Surabayanya.
(BACA : "Aku ya paham kalau itu manusia, kamu kira aku bodoh? Masa iya aku pikir kamu jalan sama setan?!" )
Aruna diam. Percuma saja meladeni teman - temannya."Aku mau sarapan!" Geram Aruna, "Kalian keponya keterlaluan."
Kedua temannya itu bungkam. Cukup lama hening, hingga Indah berteriak heboh membuat Aruna tersedak bubur ayamnya.
"IKU HELM E SOPO?! KON, YO, RU?! NGAKU GAK KON?!"
(Baca : "Itu helmnya siapa?! Kamu, ya, Ru?! Ngaku nggak kamu?!")"Iya. Kenapa? Iri situ?" Balas Aruna pedas dengan lirikan mata tajamnya.
"Bener, deh, Ru.. Kamu ini memang cantik, tapi juteknya kebangetan. Kita tuh tanya - tanya gini tujuannya biar kamu ini nggak kenapa - napa," Dinda mulai berceloteh menceramahi Aruna yang sedikit tidak peduli.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oedipus [#wattys2018]
Teen Fiction-Wattys longlist 2018- [Oedipus complex dalam aliran psikoanalisis Sigmund Freud merujuk pada suatu tahapan perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak ketika hasrat anak untuk memiliki orangtua mereka dengan jenis kelamin berbeda, seperti anak le...