.Oedipus - 06.

348 41 8
                                    

Mimpi apa semalam Arjuna bisa mendapatkan nomor telepon personal seorang Aruna yang judesnya minta ampun itu?

Berawal dari ketertinggalan dompet Aruna yang membuat lelaki itu--dengan lancang--membuka isi dompet. Disana ia menemukan kartu nama yang berisikan nomor telepon. Juga KTP yang memuat data pribadi Aruna. Sungguh klise.

Apakah kali ini semesta mendukungnya?

To : Bu Aruna
Selamat malam, bu. Maaf mengganggu ibu. Ini saya Arjuna yang tadi bertemu ibu di rumah makan padang. Saya mau menyampaikan kalau dompet ibu tertinggal. Terima kasih.

Rasanya Arjuna ingin jingkrak - jingkrak saking senengnya. Entah ini pembuktian dari seorang Arjuna yang bisa mendapatkan nomor telepon seorang Aruna, atau karena momment yang selama ini Arjuna tunggu - tunggu datang juga.

Ponsel Arjuna bergetar. Lelaki yang sedang berguling - guling di kamarnya itu seketika menghetikan kegiatan absurdnya. Tepat pukul sepuluh malam, lima belas menit setelah pesan Arjuna terkirim, Aruna membalasnya.

From : Bu Aruna
Y mksh. Bsk kmbalkan ke sy.

Arjuna bertanya - tanya, mengapa orang - orang selalu menyingkat kata - kata ketika berkirim pesan padahal di ponsel mereka masing - masing keyboard masih lengkap? Namun tidak apa - apa, Arjuna paham betul tabiat Aruna seperti apa.

To : Bu Aruna
Baik, bu. Selamat malam.

Arjuna memang tidak mengharapkan balasan Aruna lagi. Ia tidak berharap Aruna membalas sapaan 'selamat malam'nya karena Arjuna sadar, siapa dia?

***

Aruna memang benar - benar bodoh. Untuk apa ia meninggalkan dompetnya itu di meja rumah makan padang? Berawal dari dering ponselnya yang mengabarkan pamannya yang penuh dengan drama itu membuat ulah lagi, maka dari itu Aruna cepat - cepat meninggalkan rumah makan.

Dan disinilah Aruna berada. Di lorong rumah sakit swasta yang mahal juga begitu dingin dan angkuh, menemani pamannya yang sedikit gila itu.

"Gimana, Om?" Tanya Aruna dingin. Sebenarnya ia sama sekali tidak ingin tahu bagaimana keadaan pamannya yang selalu mencari perhatiannya itu.

Aruna tidak sudi untuk bertatap muka dengan pamannya itu. Sama sekali tidak mau.

"Lo balik aja, Ru. Biar gue yang jaga. Temani Rini. Kasihan sendirian di rumah. Gue pesankan taksi--"

"Aku mau disini." Tangan kaku yang ditarik oleh adik iparnya itu terdiam. Meskipun Aruna tidak mau bertatap muka, namun ia tetap menyadari posisinya sebagai keponakan.

Setidaknya biarkan Aruna menjadi keponakan yang baik walau pamannya itu tidak akan pernah tahu.

"Mau ngapain?" Selidik Bram, adik iparnya.

Bram dulu adalah sahabat terbaik Aruna. Tidak pernah luput dari pengelihatan tentang sosok Aruna yang sebenarnya butuh seseorang untuk menuntunnya.

"Temani om."

Akhirnya Bram menghela nafasnya kasar, "Besok ngajar, kan? Bisa nggak untuk saat ini nggak keras kepala?"

Aruna terdiam. Memang kenapa? Aruna salah?

"Pulang, Ru. Gue yakin lo paham maksud gue apa." Lirikan tajam itu berhasil membungkam Aruna.

Akhirnya wanita keras kepala itu pulang. Namun bodohnya ia lupa untuk meminta uang kepada Bram. Aruna memilih untuk menelepon Arini yang beruntungnya bumil satu itu masih terjaga dari tidurnya.

Oedipus [#wattys2018]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang