.Oedipus - 25.

185 16 10
                                    

Arjuna baru masuk di hari senin sebab ia masih ingin bermalas - malasan sembari memulihkan fisik juga hatinya. Rasanya dirinya sudah tidak memiliki semangat untuk pergi ke sekolah karena motivasinya sudah menyakiti dirinya. Memang Arjuna salah menjadikan Aruna sebagai motivasinya untuk datang ke sekolah, kesannya seperti Arjuna menyepelehkan sekolah. Arjuna memang tidak pintar, namun juga tidak bodoh. Tapi Arjuna tetap akan sekolah semalas apapun dirinya hanya untuk menghargai Widya yang selalu berharap banyak kepadanya.

Upacara bendera memperingati hari pahlawan, hari dimana rakyat Surabaya memperjuangkan tanah kelahiran mereka. Menyobek bendera Belanda lalu menyorakan kata merdeka. Arjuna selalu ingat itu karena ia begitu memuji perjuangan rakyat yang begitu gigih. Kini Arjuna hormat kepada bendera merah - putih, memuja bendera yang berkibar indah tertiup angin. Hah, Arjuna selalu suka akan upacara.

Ia juga suka menjadi pemimpin upacara karena disana ia mendapat dua pemandangan elok dari dekat. Yang pertama tentu ia bisa melihat merah - putih berkibar. Yang kedua, dirinya bisa melihat wajah Aruna yang terpapar sinar matahari itu memerah dan berkeringat. Sangat lucu dan menggemaskan. Apalagi ketika bibir Aruna mengerucut sebal karena kesal mendengarkan amanat pembina upacara yang selalu panjang kali lebar kali tinggi. Disitu kadang Arjuna terkekeh sendiri.

Namun kini berbeda, ia hanya menatap merah - putih. Bukan Aruna. Bahkan Arjuna menghindari kontak mata dengan Aruna karena rasa sakit itu masih ada. Jangan Aruna pikir hanya Aruna saja yang bisa menghiraukan Arjuna, jangan! Sebab Arjuna jauh lebih bisa menghiraukan Aruna dan berpura - pura tidak kenal dengan Aruna. Chilldish? Memang! Sejak kapan Arjuna menjadi lelaki dewasa? Pubertas tidak akan bisa merubah karakter Arjuna, hanya bisa menumbuhkan bulu di beberapa bagian tubuh Arjuna saja! Nyatanya, Arjuna masih berdiri bersama dengan ego dan sikap chilldishnya.

Aruna yang menyadari sikap aneh Arjuna itu merasa ada yang ganjil. Namun segera saja ia singkirkan pemikiran itu. Bukannya ia yang dengan sengaja mengabaikan pesan dan telepon muridnya itu? Bukankah ia yang dengan sengaja melewati Arjuna di rumah sakit seperti orang yang tidak saling mengenal? Lalu mengapa kini dirinya merasa aneh? Seperti seorang wanita yang kehilangan perhatian lelakinya, rindu. Intinya Aruna tidak suka. Namun Aruna tetap berpegang pada harga dirinya sebagai seorang wanita. Aruna berusaha bersikap biasa. Biarkan saja, toh, dirinya masih bisa hidup tanpa adanya mahkluk tengil itu!

"Jun! Ngelamun?" tanya Bastian yang hanya dilirik sekilas oleh Arjuna.

Setelah upacara, mereka diberikan waktu sekitar lima belas menit untuk istirahat sebelum memulai pelajaran. Waktu yang sangat singkat itu Bastian pergunakan untuk memakan tiga biji gorengan karena perutnya lapar. Ganjel perut, istilahnya.

"Mau?"

Arjuna menggeleng. Ia juga marah kepada Bastian yang sungguh tidak setia kawan ini.

"Lo ngapa, sih?! Aneh banget pagi ini."

Lagi - lagi Arjuna menggeleng. Aksi ngambeknya ini sudah dicium oleh Bastian. Lelaki itu tahu tabiat Arjuna. Sudah bisa dipastikan bahwa Arjuna tengah kesal kepadanya.

"Sorry, deh, gue nggak bisa nemenin lo di RS soalnya gue diajak Radika main basket terus. Kalau gue full latihan, tahun depan pas dia udah out dari ini sekolah, gue yang bakalan jadi kapten basket--"

"Lebih penting basket dari pada gue?!"

Terdengar seperti pacar yang possesif, bukan? Karena itulah mereka--terutama Arjuna--memiliki predikat maho di dahi mereka, para lelaki penghuni SMA Dewata.

"Aelah, Jun! Gitu doang masa lo mau ngambek sama gue? Dewasa, dong!"

"Terus kemana hape lo?"

Bastian terkekeh, "Rusak."

Oedipus [#wattys2018]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang