.Oedipus - 26.

205 16 11
                                    

"Sohib lo kenapa, Bas? Suntuk banget kelihatannya," bisik Ayu yang tengah menatap Arjuna. Lelaki itu terlihat memakan nasi gorengnya dengan tampang lesu layaknya anak kecil tidak diberi jatah permen.

Bastian menggedikan bahunya, "Coba lo tanya, kali aja dia mau jawab. Dari kemarin dia gitu."

"Nggak deh, ntar gue sawan."

Mereka berdua tertawa, sangat serasi layaknya orang kasmaran. Tentu saja Arjuna iri dengan Bastian yang bisa seenak jidat menunjukan pada dunia bahwa Ayu adalah gadisnya, sedangkan dirinya sendiri? Tolong putarkan lagu Secret Love Song sekarang juga.

"Lo udah ikut usul* apa aja, Jun? Semuanya sekaligus?" tanya Bastian.
(*usul = ulangan susulan)

Arjuna mengangguk, "Iya. Ikut matematika, bahasa jepang, bahasa indonesia."

"Lo nggak ikut usulnya Bu Aruna? Lo lupa atau gimana?"

Sungguh, Arjuna semakin lesu mendengar perkataan Bastian. Apakah ia harus datang ke hadapan Aruna ketika dirinya ingin sekali memberikan Aruna pelajaran? Dirinya terlihat begitu frustasi saat ini.

"Bodo, ah! Mau nilai gue dikasih nol, kek, gue nggak peduli! Males."

Ayu dan Bastian saling tatap. Mereka tidak paham dengan sikap Arjuna.

"Eh, lo napa, sih? Chilldish banget. Inget, Jun, jangan libatin masalah pribadi--"

"Banyak bacot lo, Yu! Bas, kasih tau cewek lo ini jangan suka ngebacotin orang kalau nggak tahu apa - apa. Dan lo, Ayu, jangan sok tahu tentang gue!" ucapan tajam Arjuna itu membuat Bastian dan Ayu sedikit kaget.

Selepas mengatakan itu, Arjuna pergi dari hadapan Bastian dan Ayu. Memilih untuk duduk diam di dalam kelas hingga jam istirahat berakhir. Masa bodoh ia tidak makan, yang jelas saat ini moodnya benar - benar berantakan karena wanita bernama Aruna!

Di kelas, Arjuna terdiam sembari menatap plafon kelasnya. Ia kembali memikirkan perkataan Ayu yang kalau dirasa - rasa memang betul juga. Ini salahnya. Harusnya ini sudah jadi perjanjian antara dirinya juga Aruna. Kini otak Arjuna memutar kejadian beberapa waktu lalu, ketika Aruna berkata sesuatu.

Kala itu Aruna masih sesenggukan menangis dalam dekapannya. Menangisi Dirga yang Arjuna tidak tahu siapa itu. Arjuna tebak itu adalah pria yang sanggup menggenggam hati Aruna.

"Sa--saya tidak tahu apa yang saya perbuat ini, Arjuna. Logika saya memberontak, tapi hati saya suka. Saya hanya ingin bersikap profesional, saya takut jika nanti diantara saya dan kamu ada masalah, nanti sikap saya berubah. Ntahlah, Arjuna. Saya memang plin - plan seperti ini."

Lucu sekali Aruna pada saat itu. Arjuna sampai terkekeh geli mengingatnya. Aruna memang plin - plan jika sudah menyangkut tentang dirinya.

"Saya takut."

Ya, Arjuna tahu itu. Arjuna sangat mengerti pergolakan batin Aruna. Hubungan antara mereka ini memang sulit. Antara etika dan kehendak hati, manakah yang akan menang? Arjuna pusing! Sungguh, otaknya itu tidak dapat bekerja dengan baik saat ini.

Turunin ego lo, goblok! Batin Arjuna memberontak. Merasa kesal dengan sikapnya ini. Tapi Arjuna gengsi untuk meminta maaf kepada Aruna. Ia harus menunjukan kepada Aruna bahwa dirinya baik - baik saja tanpa wanita itu. Pikir Arjuna, sesekali memberikan Aruna pelajaran tidaklah apa - apa.

"Woi! Ngelamun aja sampe nggak denger ada bel masuk."

Arjuna memberengut, Bastian selalu saja membuatnya kaget hari ini. Tiba - tiba Arjuna menepuk jidatnya, teringat sesuatu.

"Shit!"

Bastian menoleh, "Apaan?"

"Sekarang jamnya Aruna, kan? Mati gue, Bas! Anjing lo!"

Oedipus [#wattys2018]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang