Surabaya, kota pahlawan yang terkenal akan masyarakatnya yang ramah. Penghuninya adalah arek bondo nekat atau yang biasa dikenal bonek. Walaupun Surabaya khas dengan gaya bercanda yang sering mengeluarkan kata kasar, tidak akan menurunkan pesona Surabaya dimata para wisatawan. Terlebih pada ikon Surabaya yang satu ini, Jalan Tunjungan. Letak dimana Hotel Majapahit yang terkenal akan aksi menyobek bendera Belanda berada.
Event Mlaku - Mlaku Nang Tunjungan ini dulunya diadakan dua tahun sekali, namun sekarang diadakan setiap bulan. Tentu saja Surabaya ramai, masyarakatnya berkumpul menjadi satu diacara ini.
Arjuna melihat betapa ramainya malam ini. Ia harus berjalan berdesak - desakan ditengah lautan manusia yang tengah bercanda ria, bercerita mengenai makanan - makanan yang dijual dievent ini, yang tengah menangkan anaknya yang menangis meminta ice cream. Semua itu tidak luput dari pandangan Arjuna.
Apalagi melihat wajah sumringah para tenant yang tengah melayani pembeli. Menjadi hiburan tersendiri bagi Arjuna.
Atau ada yang tiba - tiba berteriak didekat telinganya, bermaksud mempromosikan dagangannya.
"SEMANGGINE, REK!"
Begitulah teriakannya. Ingatkan Arjuna untuk tidak berjalan didekat orang - orang yang tengah mempromosikan dagangannya.
Ah iya, Arjuna melupakan guru cantiknya yang tengah mengamati stand yang menjual rujak ulek. Disana ramai, dan banyak sekali yang mengantre. Aruna yang mungil itu terlihat tenggelam diantara manusia - manusia raksaksa. Senyum Arjuna merekah. Lucu saja melihat ekspresi penasaran Aruna.
"Bu, ngapain?" Tanya Arjuna mendekati Aruna.
"Itu jualan apa, sih? Kok ramai bener?" Aruna melongokkan kepalanya. Berusaha melihat lebih jelas.
Arjuna terkekeh, "Rujak. Ibu mau?"
"Nggak, deh. Saya kepingin lontong balap."
Aruna pergi, meninggalkan Arjuna yang masih tersenyum gemas kearahnya. Namun Aruna mungil itu tidak bisa melihat dengan jelas karena terhalang oleh badan - badan besar. Jalanpun harus sedikit - sedikit karena macet. Pengunjung banyak sekali malam ini.
Akhirnya Arjuna berinisiatif untuk menggandeng tangan Aruna biar bu guru mungilnya itu tidak hilang dari pandangnya. Awalnya Aruna kaget, sungguh. Aruna ingin berteriak marah kepada Arjuna, namun ia sadar bahwa dirinya memang membutuhkan bimbingan Arjuna agar bisa terbebas dari kumpulan manusia disini. Dan pada akhirnya Aruna menurut, toh Aruna merasa nyaman juga. Sudah lama tangannya tidak ada yang menggandeng.
Lontong balap. Makanan khas Surabaya yang tidak boleh dilewatkan oleh siapapun itu yang berkunjung ke kota pahlawan ini. Lontong dengan kuah yang mantab lalu dicampur petis juga ditambah kecambah ini membuat Aruna meneteskan air liurnya. Inilah yang ditunggu - tunggu Aruna.
"Mau?" Tanya Aruna kepada Arjuna yang masih menggandeng tangannya.
Lelaki yang jauh lebih tinggi dari Aruna itu merunduk, berbisik. "Saya lontong kupang deh, bu."
Aruna mengangguk. Ia mengeluarkan dompetnya dari dalam tas birunya yang dibawakan oleh Arjuna. Sebenarnya Aruna tidak mau Arjuna membawakan tasnya, namun siapa yang bisa melawan Arjuna si keras kepala?
"Pak, lontong balap satu. Terus lontong kupangnya satu, sate kerangnya lima tusuk," Pesan Aruna kepada penjual yang langsung dijawab anggukan serta acungan jempol.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oedipus [#wattys2018]
Teen Fiction-Wattys longlist 2018- [Oedipus complex dalam aliran psikoanalisis Sigmund Freud merujuk pada suatu tahapan perkembangan psikoseksual pada masa anak-anak ketika hasrat anak untuk memiliki orangtua mereka dengan jenis kelamin berbeda, seperti anak le...