.Oedipus - 08.

302 34 8
                                    

Me
Malam, ibu.. Bagaimana, mau kemana kita?

Arjuna bolak - balik membaca pesan kalimat yang ia kirimkan kepada Aruna. Ia merasa seperti dora yang sedang bertanya kepada penontonnya namun tak mendapat respon sama sekali. Sakit tahu!

Akhirnya Arjuna menghela nafasnya, mencoba untuk sabar. Mungkin Aruna masih sibuk. Namun sudah satu jam ia mengirim pesan itu, dan centang dua yang berarti sudah terkirim. Arjuna tinggal menunggu centang dua itu berubah warna menjadi biru saja. Namun rasanya lama sekali.

Ting!

Pop-up notif yang terpampang dilayar kaca Arjuna membuat lelaki itu bersorak senang. Berloncat - loncatan dikasur layaknya anak kecil yang baru saja diperbolehkan makan permen banyak - banyak oleh orangtuanya.

Aruna
Sp y?

Dan Arjuna benar - benar berhenti meloncat ketika membaca balasan laknat tersebut.

Anjing, babik, kucing, bunglon, kadal, badak, uget - uget, dan demi populasi generasi tiktok yang perlu dilestarikan, ini ngapa balesannya begini amat?!

Dan Arjuna mulai mengabsen seluruh nama binatang di dunia ini sebelum mengetikan balasan kepada Aruna. Namun ketika ia ingin mengetikan balasan kepada Aruna, suara merdu ibunda tercinta memanggilnya.

"SAYANG! Makan, dulu."

"Siap, kapten!" Teriak Arjuna tidak kalah menggelegar dari mamanya.

Buru - buru Arjuna keluar kamar dengan wajah sumringah, namun tiba - tiba saja luntur ketika mendapati Ari duduk disana sembari menyuapi Widya. Mengapa Widya tidak bilang bahwa Ari pulang malam ini?! Tiba - tiba mood Arjuna untuk makan dan bermanja - manjaan dengan widya lenyap. Nafsu makannya hilang.

"Nak, sini. Makan bareng ayahmu," panggil Widya membuyarkan lamunan Arjuna.

"Juna kenyang."

"ARJUNA!" Suara menggelegar itu menghentikan langkah Arjuna yang hendak kembali menuju kamarnya.

Tatapan Arjuna dan Ari beradu, sangat jelas aura persaingan dari keduanya. Dan Widya hanya bisa diam.

"Duduk!"

Itu adalah perintah tidak terbantah. Arjuna harus menurut kalau tidak mau Widya dikunci dikamar seharian dan hanya Ari yang boleh bermanja - manja dengan bundanya.

Akhirnya Arjuna duduk dengan kaku. Hatinya panas seolah cemburu dengan Ari.

"Ma, pinda disebelah Arjuna, ya?" Pinta Arjuna, ralat, rengek Arjuna.

"Kamu itu lelaki, harusnya sudah bersikap dewasa. Bukannya manja," sindir Ari yang ingin sekali Arjuna cekik hingga kehabisan nafas lalu meninggal.

"Sudah, dong! Yuk, makan, nak. Sini mama ambilkan lauknya--"

"Biar ambil sendiri. Kapan anakmu mau maju jika kamunya sendiri masih memanjakannya."

Hati Arjuna panas. Ia sungguh tidak suka dengan keberadaan Ari. Namun bagaimana lagi, Widya begitu mencintai Ari.

"Terima kasih sudah mengingatkan, AYAH."

Oedipus [#wattys2018]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang