Episode 7

320 10 0
                                    

Sang surya baru saja terbit di ufuk timur, cahayanya yang cemerlang menerpa seluruh alam, mengusir sisa-sisa kegelapan malam. Sehingga tetesan embun pagi sisa hujan semalam terlihat berkilau bak mutiara karena memantulkan sinarnya.

Puseur dayeuh(Ibu kota) negri Medang Kahyangan terlihat sangat indah pagi ini. Kota ini terletak di ketinggian gunung Sangga Langit yang menjulang. Ketinggianya sampai menembus awan sehingga Ibu kota negri Medang kahyangan benar - benar berada di atas awan bagaikan negri Kahyangan sungguhan. Istananya megah, indah dan berbenteng kokoh serta dijaga oleh para prajurit yang gagah perkasa.

Suasana pagi membuat Istana tampak cemerlang. Maharani Malih Warni baru saja terbangun dari tidurnya. Sang Rani terkejut saat menyingkapkan selimut Sutra Dewangga, karena Ia mendapati Tombak Kudi Hyang di sampingnya. Sang Rani mengingat mimpinya semalam, saat diajak oleh seorang lelaki bercamping ke sebuah Nusa di tengah danau. Di mana di Nusa itu terdapat satu pohon raksasa yang rindang daunya sampai menaungi seluruh Nusa. Pohon tersebut sedang dipuja oleh para Asura. Lelaki bercamping yang ternyata adalah Arya Taksaka, suaminya dahulu. Mempertemukanya dengan seorang gadis kecil yang disebut sebagai putrinya. Pertemuan dengan putrinya hanya berlangsung singkat. Terakhir Arya Taksaka menitipkan pusaka Tombak Kudi Hyang kepadanya untuk diberikan pada putrinya apabila putrinya nanti telah datang menemuinya.

Tombak itu kini telah berada di sampingnya entah sejak kapan. Tombak Kudi Hyang benar - benar nyata adanya. Sang Rani mengambil Tombak itu menimang dan mengamatinya dengan seksama.

"Kejadian yang kualami rupanya bukan mimpi, Tombak ini benar-benar ada. Aku harus menjaganya baik-baik!". Gumam Sang Rani.

Tombak Kudi Hyang dibungkus oleh Sang Rani dengan kain sutra berwarna merah, kemudian disimpanya ke dalam peti.

* * *

Segerombolan orang berkuda menerobos kerimbunan hutan. Mereka bersenjata lengkap namun bukan pemburu. Sebab pemburu biasanya membawa serta anjing-anjing pemburu yang akan membantu dalam perburuan. Mereka mungkin sepasukan kecil prajurit, walaupun tanpa atribut keprajuritan. Mereka cukup bisa dikenali dari perawakan yang sama-sama tegap dengan rambut digelung serta bersenjata panah dan pedang. Kecuali seorang pemuda tampan berambut panjang dengan ikat kepala Mahkota Wangsa yang berkuda paling depan. Pemuda ini mengenakan gelang emas dan kilat bahu serta kalung susun tiga yang terbuat dari emas pula. Pemuda inilah yang memimpin rombongan yang berjumlah sembilan belas orang berkuda ini. Mereka bergerak perlahan karena rapatnya pepohonan yang membuat kuda-kuda mereka tidak leluasa bergerak. Apalagi belukar rumput-rumput ilalang yang cukup tinggi, membuat mereka harus berhati-hati karena bisa saja ada ular besar atau macan yang bersembunyi di baliknya.

Rombongan ini berhenti ketika sampai di dekat mulut gua yang besar. Sang pemuda tampan melompat turun dari atas punggung kudanya lebih dahulu kemudian berkata kepada rombonganya.

"Aku akan masuk sendiri ke dalam gua,sementara kalian berkemahlah disini. Tunggu sampai aku kembali! ".

"Sumuhun dawuh gusti Pangeran!". Jawab semuanya serempak.

Pangeran tampan inipun beranjak menuju mulut gua. Lalu memasukinya,yang begitu Ia telah masuk mulut gua langsung menutup. Membuat semua mata yang menyaksikanya terpana.

"Gusti Pangeran ditelan bumi, bagaimana ini?! ". Seru seorang prajurit.

" Kamu tenang saja, gusti Pangeran pasti akan kembali kita tunggu saja dan berkemah disini sesuai dengan perintahnya! ". Tanggap prajurit yang lain.

Darah NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang