Episode 16

228 4 2
                                    

"Keparat, kuhancurkan kalian semua!" Teriak Pangeran Dharma Wirapaksi.

Kemarahan Pangeran Dharma Wirapaksi sudah tidak terbendung lagi menyaksikan kehancuran balatentaranya. Rasanya porak poranda pula apa yang dicita-citakanya. Sehingga dalam keadaan amarah yang memuncak Keris Pusaka Jaladria dihunusnya. Kekuatan sakti Aji Sakta Pancawura yang dikerahkan bersatu dengan rasa amarah yang membara telah menciptakan kekuatan dahsyat luar biasa yang terkumpul di keris pusaka. Keris Jaladria seketika menjadi merah menyala menyilaukan mata.

"Blasss!".

Pangeran Dharma Wirapaksi melemparkan keris pusakanya ke udara. Keris itu memecah dari satu menjadi seribu dan dari seribu menjadi seratus ribu. Keseratus ribu keris Jaladria melesat menghantam Pesawat-pesawat Vimana yang berseliweran di udara.

" Blar!"

"Blar!"

"Blar!"

Ratusan Vimana meledak hancur di udara termasuk Vimana yang ditumpangi oleh Patih Anggadaseta. Patih Anggadaseta masih sempat menyelamatkan diri dengan cara melompat dari atas Vimana sebelum Vimana itu hancur. Sementara dua orang prajurit Medang yang menyertai Sang Patih ikut binasa bersama ledakan Vimana.

Tubuh Patih Anggadaseta melayang jatuh dari udara. Tapi berkat ilmu meringankan tubuhnya yang sempurna Sang Patih dapat melakukan pendaratan dengan baik. Kedua kakinya berpijak dengan sempurna.

Patih Anggadaseta mengedarkan pandangannya ke sekeliling, yang mana telah banyak sekali prajurit Salakabentar yang mengepungnya.

"Majulah kalian semua akan kukirim kalian semua ke Neraka!". Teriak Patih Anggadaseta menggertak para prajurit itu.

"Seraaang!"

Hulu Jurit Salakabentar memerintahkan para prajurit untuk menyerbu Patih Anggadaseta. Para prajurit dengan berbagai senjata berhambur menyerbu Patih Anggadaseta, Sang Patih menghadapi mereka hanya dengan tangan kosong.

Berbagai senjata tajam belomba-lomba menyasar tubuh Sang Patih. Namun tubuhnya kebal dari bemacam-macam senjata itu. Sebaliknya Patih Anggadaseta mengamuk seperti Banteng Mahesa Jalang yang menghantam para penyerangnya hingga bermentalan ke udara.

Sementara para prajurit infantri Medang Kahirupan telah berhasil memanjati benteng. Setelah sebelumnya mereka telah menyebrangi parit dengan jembatan kayu gelondongan. Mereka dapat memanjati dinding benteng tanpa ada antisipasi yang berarti dari para prajurit penjaga benteng Salakabentar. Sebab para prajurit penjaga telah dilumpuhkan oleh pasukan Vimana sebelumnya. Diantara para prajurit itu terdapat seorang gadis remaja bercadar merah. Yang tidak lain adalah Anting Wulan putri Tumenggung Wiragati. Anting Wulan ingin memenuhi sumpahnya untuk menuntut balas kepada para karaman Salakabentar.

Tujuan pasukan infantri adalah merebut dan membukakan pintu gerbang utama agar pasukan kavaleri dan pasukan gajah dapat memasuki benteng. Para prajurit meluncur turun dengan tali - tali memasuki area dalam benteng. Kedatangan mereka disambut terjangan anak-anak panah beracun musuh. Sehingga tak pelak banyak yang prajurit yang yang berjatuhan terkena anak panah.

"Hyat, rasakan ini!"

Anting Wulan bersalto melambung tinggi di udara sambil melemparkan pendil kecil ke arah para pemanah musuh. Pendil menghantam kepala salah seorang pemanah hingga pendil itu pecah. Seketika asap hijau pekat berbau menyengat meliputi para prajurit pemanah itu. Banyak yang berjatuhan tatkala asap hijau itu terhirup.

Para prajurit musuh yang mencoba menghalau pergerakan pasukan infantri dapat diatasi oleh Anting Wulan dengan pendil-pendil berisi asap beracun miliknya. Dengan sigap Anting Wulan melemparkan pendilnya ke arah para musuh yang mencoba menghalau pergerakan pasukan infantri. Ketika pendil dilemparkan, musuh berlarian. Sehingga para prajurit infantri Medang dapat bergerak lebih cepat.

Darah NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang