Episode 13

262 7 0
                                    

"Lapor Gusti Prabu, kedatangan hamba kemari hendak menyampaikan Kalawarta (berita besar)!". Berkata Anting Wulan seraya bersimpuh menghaturkan sembah kepada Sang Prabu Anggadipati yang duduk di singggasana kursi Gilang kencananya.

"Kalawarta apa yang hendak engkau sampaikan, Nden?!". Tanya Prabu Anggadipati.

"Wahai Gusti Prabu, kota yang telah dibangun selama dua tahun oleh ayah hamba telah direbut kembali oleh pasukan Karaman Salakabentar yang datang dengan jumlah pasukan yang sangat besar!". Jawab Anting Wulan.

Prabu Anggadipati terkejut sampai bangkit berdiri dari kursi singggasananya. Lantas Sang Prabu bertanya kembali.

" Berapa kira-kira kekuatan balatentara mereka menurut perkiraanmu, Nden? ".

" Hamba tidak tahu pasti Gusti, namun hamba memperkirakan mungkin kurang lebih Saptasahasra (7000) dengan ratusan pasukan gajah dan ratusan kereta perang!". Jawab Anting Wulan.

Sang Prabu semakin terkejut mendengar jawaban dari Anting Wulan. Sang Prabu benar - benar tidak menyangka jika bangsa Salakabentar bisa bangkit dengan kekuatan yang besar seperti itu.

Demikianlah Anting Wulan yang menyampaikan kabar penting yang dibawanya itu secara langsung kepada Prabu Anggadipati, Raja Medang Kahirupan. Sehingga pihak istana bisa melakukan persiapan perang sebelum musuh benar - benar datang mengancam. Istanapun segera menggelar sidang lengkap untuk membahas persiapan perang menghadapi musuh.

"Wahai para ksatria Medang Kahirupan, saat ini bangsa kita sedang terancam. Bangsa Salakabentar telah bangkit dan menghimpun kekuatan yang besar. Sudah menjadi kewajiban bagi seorang ksatria untuk Belapati terhadap negri dan membuktikan rasa cintanya kepada bangsa. Maka sekaranglah waktunya untuk membuktikannya. Karena ancaman musuh sudah datang secara nyata! ". Sabda Sang Prabu Anggadipati mengawali pembukaan sidang.

Sabda itu membuat para abdi kerajaan terbakar jiwa patriotisnya dan membara tekadnya. Para abdi menanti sabda Sang Prabu selanjutnya.

" Kita tidak akan menanti para karaman itu datang, tetapi kita harus menyerang mereka terlebih dahulu dengan kekuatan besar kita. Perang ini akan menjadi sangat sengit karena kekuatan musuh kita juga besar. Untuk itu akan kuperintahkan para Senapati terbaik yang dimiliki bangsa ini untuk maju ke medan perang! ". Sabda Sang Prabu kemudian.

" Ampun Kanda Prabu, boleh adinda tahu siapa sajakah para Senapati terbaik yang akan Kanda beri kehormatan untuk maju ke medan perang?! ". Tanya Patih Anggadaseta kepada Sang Prabu karena Sang Prabu terdiam sejenak belum meneruskan sabdanya.

Patih Anggadaseta ini adalah adik Sang Prabu dari ibu yang berbeda. Prabu Anggadipati terlahir dari permaisuri sedang Patih Anggadaseta terlahir dari seorang selir. Patih Anggadaseta selalu sejalan dengan pemahaman Sang Kakak ,apapun kehendak Sang Kakak selalu di iyakanya.

"Tentu salah satunya adalah dirimu adiku, kemudian Sutamanggala, Rajendrapati dan Bayu Aji. Kalian semua adalah empat kekuatan utama Kerajaan. Jadi kuperintahkan kalian untuk maju ke medan perang!". Sabda Sang Prabu.

Ke empat orang yang disebut namanya oleh Prabu Anggadipati segera maju ke hadapan Sang Prabu dan serempak bersimpuh menghaturkan sembah.

" Kami siap menjalankan tugas dari Kanda Prabu! ". Kata Patih Anggadaseta mewakili berbicara.

Ke empat orang itu segera mengatur persiapan keberangkatan ke medan perang. Mereka bersepakat akan mengerahkan tujuh ribu orang prajurit. Dengan kekuatan dua ribu prajurit kavaleri yang akan dipimpin oleh Senapati Sutamanggala. Lima ratus pasukan gajah yang akan dipimpin oleh Senapati Rajendrapati, tiga ribu prajurit infantri yang dipimpin oleh Senapati Bayu Aji dan terakhir adalah pasukan Garuda Paksi yang dipimpin oleh Patih Anggadaseta. Pasukan Garuda Paksi adalah pasukan khusus dengan wahana terbang Vimana, yaitu sejenis pesawat terbang berbentuk piringan. Masing masing Vimana diisi oleh tiga orang prajurit. Satu orang prajurit yang mengemudikan Vimana dan dua orang prajurit lainya memegang senjata khusus busur dan anak-anak panah guntur yang mematikan. Kerajaan akan memberangkatkan lima ratus Vimana ke peperangan.

Pada masa itu negri yang memiliki angkatan udara masih sangat jarang. Rata-rata umumnya negri di dunia hanya memiliki kekuatan perang darat dan maritim. Kekuatan perang udara hanya dimiliki oleh beberapa negri besar di tanah Hindustan (India) dan empat negri besar di tanah Dwipantara (Asia Tenggara). Keempat negri itu adalah Medang Kahirupan, Medang kahyangan, Salakanagara dan Ayutha.

Setelah segala persiapan perang telah benar-benar dipersiapkan dengan baik. Maka tibalah hari kerangkatan pasukan besar kerajaan Medang Kahirupan ini. Raja dan keluarga istana, para menteri, petinggi dan para rakyat Medang Kahirupan yang hadir memadati kotaraja melepas kepergian pasukan kebanggaan mereka.

Keempat Senapati Agung Medang Kahirupan menyempatkan diri menghaturkan sembah kepada Sang Prabu Anggadipati untuk mohon pamit dan meminta restu.

"Kami berempat mohon pamit, Kanda Prabu!". Kata Patih Anggadaseta mewakili berbicara.

"Berangkatlah kalian, menangkan pertempuran dan seret pimpinan mereka kepadaku!". Tandas Prabu Anggadipati.

"kami akan menjalankan perintah Kanda dengan sebaik - baiknya!". Jawab Patih Anggadaseta.

Pasukan kerajaanpun berangkat, semua terpaku melepas keberangkatan pasukan besar kebanggaan kerajaan ini.

"Dinda Dharma, kakakmu telah mengobarkan perang untuk menuntut balas kepadaku. Kita lihat saja apa akibat yang akan dia terima nanti!". Kata Sang Prabu kepada selirnya yang sangat cantik.

Sang selir yang dipanggil dengan nama Dharma ini tidak menyahut. Ia terdiam dan termenung, ada raut kesedihan yang tergambar di wajah cantiknya.

Selir Sang Prabu Anggadipati yang sangat cantik ini bernama lengkap Dewi Dharma ayu laksmini. Ia adalah seorang putri dari kerajaan Salakabentar, adik kandung dari Pangeran Dharma Wirapaksi. Saat Salakabentar telah diserang dan dihancurkan oleh Medang Kahirupan. Sang Putripun ditawan, saat itu Sang Putri telah berusia lima belas tahun. Kecantikanya yang luar biasa laksana Dewi kahyangan telah membuat Raja Medang Kahirupan jatuh cinta. Sang Putripun dipaksa untuk menjadi selir. Sang putri awalnya menolak dan siap melakukan Belapati. Namun akhirnya menerima setelah dibujuk sedemikian rupa. Namun sebenarnya bukan karena bujukan yang membuat Sang Putri luluh. Melainkan karena timbulnya niat balas dendam kepada Sang Prabu Anggadipati dan bangsa Medang Kahirupan melalui keturunannya kelak.

Niat balas dendam Sang Putri sangat berbahaya bagi Kerajaan Medang Kahirupan. Bahkan jauh lebih berbahaya daripada upaya Kakaknya yang mempersiapkan pemberontakan bersenjata. Menjadikan Sang Putri sebagai selir artinya memelihara ular berbisa yang sewaktu - waktu bisa menggigit. Sebab Sang Prabu nantinya akan berhadapan dengan darah dagingnya sendiri yang tumbuh dengan didikan dendam yang diajarkan Sang Ibu. Tapi Sang Prabu sepertinya tidak peduli akibat sudah terlalu terpikat oleh kecantikan paras Putri. Begitulah sifat laki-laki yang mudah luluh oleh kecantikan paras wanita.

* * *

Pasukan besar Medang Kahirupan terus bergerak. Jarak perjalanan ke bekas Ibukota Salakabentar kira-kira tinggal satu minggu perjalanan lagi. Sehingga rombongan harus berkemah untuk beberapa kali lagi. Setelah beberapa kali berkemah dan jarak perjalanan ke bekas ibukota Salakabentar diperkirakan tinggal satu hari lagi. Maka untuk terakhir kalinya mereka akan berkemah. Mereka membangun kemah di pinggir sebuah telaga berair jernih agar gajah - gajah dan kuda - kuda perang mereka dapat minum dan merumput dengan puas.

Patih Anggadaseta memerintahkan beberapa orang Telik sandi (mata-mata) untuk mengintai keberadaan musuh.

Darah NagaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang