Chapter 22 : Ini saatnya.

1.9K 73 7
                                    

Dan Shalsa langsung berlari menubruk Julio, ia menangis. Sekali lagi ia menangis, tangis yang ia tahan selama ini. Namun akhirnya ia menemukan kebahagian lagi .

"Gue bahagia, ini emang sederhana. Namun, ini adalah tempat dimana gue selalu mencurahkan isi hati gue kepada alam. Gue ingin tempat ini menjadi milik kita dan lo jangan pernah sedih lagi kek gini." ujar Julio menenangkan Shalsa.

"Gue juga bahagia, kita saat ini lagi diserbu oleh cobaan. Kita memang sempat kalah waktu itu, namun gue berharap kita tidak akan kalau lagi. Jangan buat gue semakin sakit, gue tau lo sayang sama gue dan lo juga tau gue sayang sama lo. Jadi kita harus saling menjaga perasaan ini. Gue gak peduli harus ngungkapin ini pertama, karena memang gue sayang banget sama lo. Tolong jangan tinggalkan gue lagi."

Mendengar kalimat yang diucapkan Shalsa, Julio semakin yakin bahwa ia harus berjuang sampai darah penghabisan. Ia bahagia, Shalsa bahagia.
Julio mengeratkan perlukannya pada Shalsa.

"Gue juga sayang sama lo, gue janji bakal jadi yang terbaik buat lo. Dan kita akan buktikan itu sama-sama ke keluarga gue dan keluarga lo." ucap Julio yakin.

Shalsa hanya mengangguk dan menghirup aroma tubuh Julio yang ia rindukan.

"Kita bahagia." ucap mereka bersamaan.

**********

Setelah acara melepas rindu, kini Julio mengantar Shalsa pulang dan bersiap menerima terjangan dari Aga dan papa Shalsa.
Diperjalanan ia sesekali melirik Shalsa yang dari tadi kentara sekali bahwa dia sedang gelisah.

"Lo kenapa sih ?" tanya Julio.

Shalsa menoleh ke arah samping dan menghela nafas. "Gue gapapa"

"Jujur aja sama gue." paksa Julio.

"Gue takut, gue takut abang sama papa gue marah saat tau lo ngajak gue pergi. Mereka pasti masih marah sama lo." Ucap Shalsa.

Julio menepikan mobilnya. Lalu ia menghadap Shalsa, dan mengelus kepalanya. "Semarah-marahnya mereka gue gak takut. Karena memang ini salah gue. Gue udah bodoh nyia-nyiakan lo. Gue bersyukur lo masih mau maafkan gue walaupun gue udah salah fatal banget. Gue terima kasih sama lo karena lo selalu beri gue kesempatan."

"Pegang omongan gue, gue bakal terus perjuangkan lo. Selama gue masih bisa berdiri dan bernafas, gue bakal selalu pergunakan hal itu untuk berdoa kepada Tuhan agar usaha kita dilancarkan." lanjut Julio.

Shalsa memejamkan matanya, ia merasakan dalam-dalam ujian yang dijalaninya. Julio tetap mengelus kepala Shalsa dan berusaha menenangkan Shalsa.

Shalsa menghela nafas berat. "Gue pegang omongan lo"

Shalsa sangat sering menghela nafas berat saat ini. Jangan tanya lagi, ia pasti lelah merasakan ujian yang rumit ini. Bagaimana tidak rumit ? Julio waktu itu memutuskan hubungan mereka tanpa sebab, Julio mulai menjauhinya, disaat Shalsa ingin melupakan semua tentang Julio, justru Julio datang dengan membawa alasan mengapa ia memutuskan hubungannya, dan disaat mereka ingin memulai kembali namun keluarga sudah tidak memberi harapan.

Bukan ini yang di mau oleh Shalsa dan Julio selama berhubungan lama. ia ingin hubungannya berakhir senang, berakhir bahagia. Namun Tuhan sudah merencanakan hal lain, dan semoga itu berakhir bahagia.

"Yuk turun, udah sampe. Lo mau disini aja ?" ujar Julio mengagetkan Shalsa.

"mbok ya aku iki dibukakno pintu toh Mas, cek ketok soswit." ujar Shalsa menggunakan bahasa jawanya yang amburadul.

Julio tersenyum geli lalu membukakan pintu untuk Shalsa.
Julio berjalan dahulu dan Shalsa berjalan dibelakangnya dengan kekhawatiran.

Tok

Bad Boyfriend [TAMAT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang