NINE
***
[Author POV]
"Fab.. gue sama Zeo izin pulang bentar ya Fab, gue mau ganti baju, si Zeo juga udah dicariin istrinya." pinta Ardan menghampiri Fabi dan Fabi mengangguk, ia berdiri lalu menepuk bahu Fabi dan Zeo.
"Makasih banyak yaa Dan.. Zee.." ujar Fabi tulus dan diacungi jempol oleh Ardan dan anggukan oleh Zeo.
Bulan tersenyum melihat Ardan dan Zeo. "Hati-hatii yaaa..." sahut Bulan pelan.
Ardan menoleh ke arah Bulan. "Iyaa bebeb.. jaga Piskal yaa.." balas Ardan dengan candaan dan kedipan genit kepada Bulan.
Zeo hanya berdada ria kepada Bulan sembari tersenyum. Bulan membalas senyum kepada Ardan dan Zeo.
Ardan mengelus rambut pirang gelap milik Afizkhar lalu segera berjalan keluar. Zeo hanya tersenyum lembut melihat Afizkhar yang tidur dengan mata sembab dan sangat lucu.
Setelah kepergian Ardan dan Zeo. Fabi kembali duduk disebelah Bulan. Bulan duduk dengan bersila diatas kursi ruang tunggu dan ia memangku kepala Afizkhar dipahanya.
Bulan menoleh ke arah Fabi yang tampak lesu dan hanya terdiam menatap lantai putih bersih rumah sakit itu.
"Makasih banyak yaa Fabii.. aku bakalan ganti uang operasi Diego kok.." ucap Bulan perlahan membuat Fabi menoleh.
Fabi justru menoleh menatap Bulan. Dan Fabi terdiam menatap Bulan. Bulan bisa membaca mata Fabi. Pria ini sedang cemburu besar. Dan ia tidak bisa mengutarakan lewat raut wajahnya mengingat kondisi saat ini. Tapi Fabi justru terdiam seperti orang putus asa.
Fabi menggeleng sebelum mejawab pernyataan Bulan. "Sebelum kamu bayar, Diego pasti udah ganti uangnya kok.." balas Fabi mencoba santai namun terdengar kaku dan datar.
Fabi kembali menatap lantai. Setiap kali ia menatap mata dan wajah Bulan. Rasanya sangat menyakitkan, rasa yang pernah ia rasakan saat mengetahui bahwa ia tidak punya ibunda lagi dari ia lahir.
Bulan terdiam menatap sisi wajah Fabi dari samping. Fabi tak pernah memutuskan kontak mata duluan dikarenakan ia bisa menyembunyikan emosinya dibalik muka tembok khasnya itu.
Tapi sekarang? Menatap Bulan lebih dari lima detik saja Fabi tidak sanggup.
Bulan merasa hatinya seperti diremas melihat Fabi. Bulan menghela nafas perlahan. Suasana yang hening kembali menyelimuti mereka.
"Fabi.."
"Hm?"
Bulan terdiam. Perempuan itu tertegun karna Fabi justru tak menoleh kearah Bulan sedikitpun. Fabi hanya diam menatap lantai dan menjawab panggilan Bulan hanya dengan gumaman.
"Aku.. sayang sama.. kamu.. Fabi.." suara bisikan Bulan tak sampai ketelinga Fabi karena ada alat pembersih lantai yang lewat.
Alat yang mengeluarkan bunyi yang sedikit mengganggu telinga itu hilang dibalik dinding rumah sakit ini. Kenapa disaat ia ingin menyatakan perasaannya, Fabi tidak mendengarnya? Kenapa?
Bulan memejamkan matanya. Lalu membukanya lagi dan menemukan Fabi yang masih terdiam menatap lantai dengan pasrah. Ia berkedip hanya sesekali saja, terlebihnya ia sedang berpikir mengenai sesuatu yang Bulan tidak tau.
"Engg.. kalo kamu ngantuk, kamu tidur aja.." ucap Bulan gerogi berhadapan dengan Fabi. Fabi mengangguk saja dan segera bersandar pada kursi tunggu dan memejamkan matanya lalu membuang nafas karena lelah.
Bulan terdiam melihat perubahan sikap Fabi. Ia bisa saja melupakan Diego yang sudah lama ada disisinya, tetapi hatinya tidak seberani itu. Namun melihat Fabi yang seperti ini. Bulan rasanya tak kuat jika harus memilih Diego.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TCS-2] Gruchple
Teen FictionBekerja sebagai arsitek bukan hal yang mudah bagi Fabi. Ia harus mampu mengatur jadwal karna rancangan yang ia kerjakan harus selesai tepat waktu. Perihal wanita tak pernah ia gubris. Bahkan Tuan Levi saja ragu melihat putra tunggalnya akan memiliki...