ELEVEN

2.2K 192 20
                                    


ELEVEN

***

[Bulan POV]

Aku melirik jemari Diego yang bergerak sedikit demi sedikit. Sedari tadi jari itu terus berusaha naik turun. Aku menggenggam telapak tangan Diego dengan erat.

Aku menciumnya dengan sepenuh hati. Fabi dan Ardan sedang membawa Afizkhar makan, anak Diego itu membinta makan es krim alas Baskin Robbins membuat Ardan tak tega menolak, tapi Piskal tidak mau pergi dengan Arzan melainkan Fabi. Sehingga mereka bertiga pergi bersama menuju area fast food store terdekat.

Aku memeluk tangan Diego dipipiku. Walaupun aku tidak mau menikah dengan Diego, tapi aku tetap menyanginya. Diego sudah seperti abang yang selalu ada buat aku.

"Bulan.." bisik Diego parau, aku segera berdiri untuk memastikan bahwa Diego telah sadar.

Aku tersenyum sambil mengelus rambut Diego dengan pelan. "Aku disini.." balas ku lembut dan menatapnya dengan dalam.

Diego mencoba tersenyum namun sepertinya kesulitan, obat tidur untuk operasinya itu memang membuat saraf-sarafnya beristirahat total.

Diego berkedip beberapa kali untuk menatapku, aku lagi-lagi tersenyum. "Aku disini kok Diego.." ujarku menenangkannya.

Diego masih menatapku, lalu tiba-tiba air matanya menetes membuat aku panik dan mendekatkan wajahku segera.

"Kamu kenapa Diegoo?" tanyaku pelan, aku khawatir jika ia kesakitan atau ada sesuatu yang menjanggal lainnya.

Diego menarik nafasnya dengan pelan, "Aku ketemu Fiona.." bisiknya sangat pelan. Karna suasana ruangan ini sepi, aku bisa mendengar perkataan Diego.

Aku tersenyum, "Fiona udah tenangkan? Dia bahagia liat kamu Diego.."

"Dia cantik." bisik Diego lagi, air matanya kembali menetes.

Aku menahan tangisku sebisaku, melihat Diego yang sangat tegar dengan segala beban yang ia derita selama ini membuat aku tak percaya, Diego saat ini tengah menangis. Aku  bodoh tidak mengetahui penyakit Diego yang sangat serius ini.

Aku mengangguk dan menarik ingus yang tiba-tiba memenuhi hidungku. "Iyaa.. dia memang cantik kok, dari dulu lagi.." balasku tersenyum dan perkataanku terdengar sumbang.

Diego menggerakkan tangannya mengahapus air mata dipipiku. Aku gak tau apa yang aku lakukan sekarang ini. Diego sangat butuh... seseorang untuk menguatkan dirinya. Tapi.. aku tidak bisa jadi seseorang buat Diego.

"Jangan nangis," ujarnya mulai terdengar lebih keras lagi.

Diego tersenyum, senyum yang selalu ia tampilkan hanya dihadapanku.

"Bulan.. kamu perempuan yang bisa buat aku tersenyum tenang dan damai. Kamu mau.. jadi pendamping hidup aku? Selamanya?"

Pertanyaan Diego yang membuat aku langsung terdiam seribu bahasa karna tatapan dalam dan senyum yang tersungging itu. Aku tidak mungkin menolaknya kan? Tapi aku harus menolaknya! Bagaimana nasib Diego nanti? Tapi kalo aku menerimanya, lalu Fabi? Aku tidak mungkin membiarkannya bersedih dalam diam bukan?

Aku benar-benar kehabisan kata.

***

[Author POV]

"Nah.. kan udah Oom belikan es krimnya. Sekarang oom mau nanya, tapi kamu jawab yah?" pinta Ardan dengan muka sok imut yang membuat Fabi mual seketika.

Piskal mengangguk. "Nanya apa Om?" tanya bocah itu sambil menyendokkan es krim miliknya ke dalam mulut.

"Mana ganteng, Om Ardan apa Om Fabi?" tanya Ardan masih tersenyum.

[TCS-2] GruchpleTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang