SIXTEEN***
[Author POV]
Mereka berempat duduk dilantai rumah sakit ini, dan ada beberapa kertas yang tersebar dilantai. Segala dokumen tentang wasiat Diego itu memenuhi lantai yang mereka duduki. Bulan duduk diatas kursi ruang tunggu sambil mengunyah makanan yang dibawakan Fabi tadi. Ia tampak tidak tertarik dengan segala penjelasan Asisten Diego itu, Pak Khalil.
Bara sedang pergi setelah bercakap-cakap mengenai kondisi Diego yang sedang tidak bisa diganggu itu, dan ia sedang pergi mengawasi anak-anak koas dirumah sakit ini. Sehingga ketika Pak Khalil datang, ia tidak ada ditempat.
Fabi membaca seluruh keputusan akhir yang baru dibuat Pak Khalil karna Diego dalam masa kritis, pria paruh baya itu buru-buru datang ke rumah sakit ketika Fabi dan Bulan sudan disana.
"Jadi batal?" tanya Fabi dengan wajah temboknya.
Pak Khalil mengangguk.
"Kenapa?" tanya Fabi singkat masih dengan wajah temboknya itu.
"Begini.. karna Tuan Diego sudah tau anda dengan Nona Bulan sudah.. ya.. ekhem— sejauh itu.." jawab Pak Khalil dengan rasa canggung.
"Sejauh itu?" ulang Zeo geli.
"Sejauh itu maksudnya udah sampe tidur bareng?" jelas Ardan dengan begonya.
PUK
Sendok martabak Bulan melayang ke kepala Ardan yang mesum abis. Bulan yang sedang mengunyah tiba-tiba kesal karna ucapan Ardan yang frontal itu. Jadi sendok yang ia pegang untuk menyuapi martabak langsung ia lempar dari belakang tubuh Ardan. Ardan melirik kesal wanita Fabi yang akhir-akhir ini dekat dengannya.
Pak Khalil tersenyum hangat karna mendengar penjelasan Ardan. "Ya seperti itu.."
Ardan melotot kaget. "Kok bisa?! Kan yang tau kalo Fabi sama Bulan itu udah tidur bareng cuman gue, Zeo terus.. Bara, dia juga baru tau. Lah kenapa sekarang Diego tau?! Gue pan kagak pernah cerita!" makinya kesal.
Ardan masih berpikir. Keheningan karna ucapan Ardan membuat otak Ardan masih berpikir apa yang terjadi.
"Eh kok cuman tiga ya?" tanya Ardan karna kebingungan.
Ardan lalu melirik sekitarnya. "Oh iya, ada lima! Tambah Fabi sama Bulan! Masa mereka yang goyang, malah gak di itung!" makinya kesal kepada diri sendiri yang bodoh itu.
Fabi memberikan sinyal darurat kepada Ardan hingga Ardan mengelus tengkuknya karna merinding. Aura membunuh yang dikeluarkan Fabi membuat tubuhnya meremang ketakutan. Ia meringsut menjauhi Fabi yang tepat disebelah kirinya.
Zeo mendecak malas. "Gak usah diperjelas juga monyet!"
Pak Khalil tersenyum tak enak. "Saya rasa ini sedikit tidak sopan. Tapi.. ini memang kenyataan." ujarnya dengan suara kebapakan yang khas.
Tangan Pak Khlalil merapikan beberapa kertas yang sudah dibaca Fabi, Ardan dan Zeo dengan seksama. Pria tua itu lalu menghela nafas. "Waktu Bulan keluar dengan anda dari apartement anda.. Tuan Diego melihatnya langsung, setelah anda mengantar Nona Bulan, Tuan Diego datang.. dan dia melihat sendiri beberapa.. ekhem— maaf.. bekas percintaan anda berdua."
"Bekas?!"
Benar. Itu suara Ardan.
"Bekas apaan Pak? Bekas merah-merah yang dicium Fabi ya? Apa bekas yang lain Pak? Cupang ya pak? Apa gigitan? Saya gak tau si Fabi kayak apa Pak! Dia datar muluk! Jadi kalo bercinta kali aja cuman nancep terus keluar terus kelar Pak. Makanya saya bingung Pak! Bekas disini maksudnya bekas apa Pak? Atau bekas—"
KAMU SEDANG MEMBACA
[TCS-2] Gruchple
Teen FictionBekerja sebagai arsitek bukan hal yang mudah bagi Fabi. Ia harus mampu mengatur jadwal karna rancangan yang ia kerjakan harus selesai tepat waktu. Perihal wanita tak pernah ia gubris. Bahkan Tuan Levi saja ragu melihat putra tunggalnya akan memiliki...