EIGHTEEN
***
[Author POV]
Bulan dan Fabi sedang berjalan disebuah lobi kantor. Ini bukan kantor Fabi apalagi kantor Ardan. Tapi ini perusahaan pusat milik Opa Bulan. Mereka ingin mengajukan tanggal pernikahan tiga kali lebih cepat dari yang direncanakan. Mereka sudah menghubungi wedding organization yang mereka pakai.
Fabi melirik beberapa karyawan wanita tampak terpesona akan dirinya. Tatapan terang-terangan dan tak peduli sudah sering ia dapat. Sepertinya tak ada yang dapat mengabaikan wajah datar Fabi yang seksi itu.
Fabi tersenyum getir. Senyum ironi yang ia akan selalu tampilkan sewaktu-waktu. Semua wanita menyukainya? Jika memang begitu, Bonbon lah yang ada disampingnya sekarang. Fabi lalu menghela nafas kasar.
"Kenapa?"
Suara lembut disebelahnya membuat Fabi menoleh. Ia menatap lekat Bulan sambil berjalan. Tidak hanya Bonbon tapi wanita ini juga. Hanya saja mereka berbeda di kelakuan.
Lalu Fabi menggeleng saja.
Bulan lalu mengangkat bahu karna tak begitu peduli. Fabi melirik lobi kantor Opa Bulan yang sangat luas dan panjang ini. Dia tak pernah menjalin hubungan kerja dengan perusahaan satu ini.
"Ini bergerak dibidang apa?"
"Asuransi swasta seluruh dunia. Kalo mau buka asuransi baru di Indonesia harus izin kesini dulu karna perusahaan Opa udah ada relasi ke pemerintah pusat,"
Fabi mengangguk mengerti. Pantas saja.. ia tidak tau, karena perusahaan yang ia tangani dalam bidang properti, pariwisata, pasar bebas ponsel dan mobil, dan pertambangan. Ia mendongak melihat arsitektur lobi ini. Sangat megah dan luar biasa kreatif.
"Arsiteknya siapa?"
Bulan tersenyum sambil menunduk. "Mama aku.."
Fabi terdiam mendengarnya. Jadi.. "Ibu kamu aristek?"
"Iya.. bakat menggambar aku dari Mama.."
Fabi tersenyum geli lalu memegang pinggang Bulan agar tubuh wanita itu merapat ke badannya. "Anak kita nanti gimana? Ibu nya desainer.. Ayahnya arsitektur.. bakat gambar udah ada semenjak dalam kandungan.."
Bulan memerah. Ia baru sadar jikalau ia sekarang mengandung anak Fabi.
Fabi mendengus melihat Bulan yang memerah. "Masih malu terus.." ujarnya geli sambil mengusap kepala Bulan.
"Pelukis mungkin?" jawab Bulan ragu.
Fabi tertawa mendengarnya.
"Eh tapi gini yak.. si Zeo entuh bokap sama nyokap nya dokter, Zeo nya kaga suka liat darah. Mana tau anak kita nanti gak bisa gambar lagi.."
Kini Bulan yang tertawa. "Mungkin aja Mas Fabi.. who know anak kita jadi apa.." balasnya ceria sambil mengelus perutnya yang belum membesar itu.
Mereka sampai pada lift yang akan mereka naiki ke ruangan Opa nya. Pintu lift terbuka dan menampilkan para pekerja yang memegang beberapa berkas. Bulan tersenyum untuk menyapa mereka. Memang Bulan hanya sesekali saja datang kesini tapi Opa nya sudah memperkenalkan dirinya.
Fabi memegang kedua pundak Bulan. Takut kalau wanitanya ketabrak orang yang sedang terburu-buru.
Dante mendengus karna melihat kawan relasi kerja nya ada disini. Fabi juga menggeleng malas melihat sahabat karib nya di Sydney itu. Mereka berdua sesama arsitektur.
"Ngapain lu?"
Bulan menoleh ke belakang karna Fabi berbicara. Lalu melihat seorang pria berwajah Orang Timor berjalan mendekat ke mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
[TCS-2] Gruchple
Teen FictionBekerja sebagai arsitek bukan hal yang mudah bagi Fabi. Ia harus mampu mengatur jadwal karna rancangan yang ia kerjakan harus selesai tepat waktu. Perihal wanita tak pernah ia gubris. Bahkan Tuan Levi saja ragu melihat putra tunggalnya akan memiliki...