2

23.5K 1.1K 10
                                    

Sedaritadi Zidane dikelilingi oleh banyak siswi perempuan. Ada yang meminta kontaknya, nomornya, bahkan terang-terangan mengatakan menyukainya.

Zidane terlihat tidak banyak berbicara. Zidane bahkan beberapa kali meminta mereka untuk meninggalkannya, tapi semuanya berpura-pura tuli.

"Misi dong, gue mau ke kantin," katanya sekali lagi. Tapi tidak ada yang mendengarkan atau memberinya jalan untuk lewat.

"Barengan aja, Zidane. Mau ga? Mau ya? Yuk."

Zidane menggeleng. "Gue pergi sendiri aja." Zidane buru-buru berjalan meninggalkan mereka.

Angel melihat gadis-gadis itu dengan risih dan datang mendekati mereka. "Udah, biarin dia pergi aja sih. Lagian lo pada kenapa ngedeketin dia sampai segitunya? Lo ga liat dia itu terganggu," kata Angel galak.

Salah satu dari mereka mendorong tubuh Angel kasar. "Lo siapa sih? Sok deket sama Zidane lagi, lo siapanya?"

"Apa hubungannya sama lo? Gue rasa lo ga perlu tau. Lo cuma perlu pergi aja, daripada gangguin Zidane terus," ujar Angel sambil menaikkan sebelah alisnya.

Gadis-gadis itu pergi dengan kesal. Zidane pun langsung pergi begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih atau berbasa-basi sedikit. Angel berlari untuk menyusul Zidane yang belum terlalu jauh jaraknya.

"Zidane," panggil Angel. Zidane berhenti tanpa mengucapkan sepatah kata pun.

Angel menyamakan langkah kaki mereka. "Lo tadi pagi nabrak gue, lo yakin gamau minta maaf karena nabrak dan pergi seenaknya? Tadi gue juga bantuin lo dan lo ga bilang makasi sama gue. Mana bisa gitu."

Zidane sedikit menunduk mengingat Angel yang tingginya hanya 150 cm, sedangkan Zidane sekitar 185 cm. Memang perbandingan yang cukup jauh di antara keduanya.

"Pertama, gue ga salah. Lo yang ga hati-hati jalannya. Kedua, gue ga minta lo tolongin gue. Jadi buat apa gue bilang makasi?"


"Ck! Lo manusia bukan sih? Dasar gatau terima kasih dan ga ngehargain bantuan orang. Awas aja lo!" Geram Angel.


Tanpa banyak bicara, Zidane pergi meninggalkan Angel dan kekesalannya yang semakin menjadi-jadi. Tania  menepuk bahu Angel, dia baru saja datang seusai dari toilet. "Baik banget lo nungguin gue daritadi."

"Lama banget sih lo di wc, berabad-abad tau ga?"

"Ye apaan sih. Baru juga 5 menit. Lebay lo!"

"Bacot. Diem ga?"

"Napa sih? Tadi gue juga liat Zidane. Ada apa deh?" Tanya Tania semakin penasaran. Dia menduga bahwa Angel kesal karena perbuatan Zidane.

"Gatau, kayak setan kelakuannya."

"Ih, gaboleh gitu ngomongnya."

"Kesel parah woi sama tuh bocah!"

"Udah, udah. Ke kantin aja yuk?" Ajak Tania.

Sesampainya di kantin dan setelah memesan makanan, Tania kembali bertanya mengenai hubungan Angel dan Zidane.

"Gue aja ga kenal sama dia. Baru ketemu tadi pagi, gimana bisa deket sih?" Ketus Angel.

"Tapi tadi gue liat lo akrab sama Zidane. Ternyata engga ya? Padahal gue baru mau minta tolong lo kenalin gue sama dia, lumayan kan." Tiana menyenggol bahu Angel dan tertawa pelan.

"Dasar tukang modus," sindir Angel yang tiba-tiba sudah lupa dengan kekesalannya setelah menyuapkan bulatan bakso ke dalam mulutnya.

"Gapapa lah. Lumayan tau, udah ganteng, pinter lagi."

"Ih amit-amit deh lo sama dia."

"Lah emang ngapa? Iri, Bos?"

"Yakali. Lagian ganteng sih ganteng, tapi irit bicara. Bisa makan hati kalau ngomong sama dia," kata Angel berdasarkan pengalamannya.

Setelah makanannya habis, Angel dan Tania berjalan kembali ke kelas, gadis-gadis tadi menatapnya tidak senang. Salah satu dari mereka mengancam, "Kalau lo macem-macem sama Zidane-nya gue, lo bakal dalam bahaya."

Angel menatap mereka dengan tatapan menantang. "Lo bahkan bukan punya Zidane? Atas dasar apa lo ngomong gitu? Zidane punya orang tuanya sih, ya, kecuali lo emaknya dia."

Angel mengabaikan mereka yang terdiam dan memilih untuk berjalan pergi. Tania deg-degan sejak tadi saat melihat tatapan sinis mereka yang seakan-akan ingin menerkam mereka.

Angel dan Tania masuk ke dalam kelas bersamaan dengan datangnya Zidane ke kelas. Tania meyapa Zidane, Zidane hanya menatapnya sekilas. "Gila cool banget, tambah suka gue." Tania menatap Zidane kagum.

Angel menjitak Tania dan mengatakan, "Orang tuh dimana-mana suka sama yang hangat-hangat. Lah lo malah suka yang dingin gitu."

"Iya yang hangat tuh enak. Tapi yang dingin ga kalah menarik, lo liat aja cool banget tau," sahutnya masih dengan tatapan yang memandang Zidane takjub.

"Cool apanya? Kayaknya lo perlu periksa mata deh," sarkas Angel.

Angel berjalan lebih dulu meninggalkan Tania di depan pintu kelas saat melihat guru datang.

"Kamu ngapain di depan pintu, Tania?" tanya gurunya galak. "O-Oh ada cicak mati tadi di sini. Jadi saya mau buang cicaknya," jawabnya asal-asalan. Dan untungnya gurunya percaya saja dengan alasan bodoh yang baru dikarangnya.

"Makanya siapa suruh di depan pintu. Udah tau gue masuk, lo malah diem-diem di sana."

Baru saja Tania ingin menjawab, guru di depan menegur mereka dan mengatakan jika mereka masih ribut, mereka lebih baik berada di luar kelas. Keduanya memilih diam.

***

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉

Sincerely,
Fiona

My Coldest BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang