Zidane malas harus pulang ke rumah. Jika bukan karena ponsel Angel yang terus berbunyi, Zidane masih akan di sana, bahkan sampai larut malam. Jika perlu tidak pulang ke rumah agar tidak bertemu ayahnya.
Zidane sebenarnya sangat tidak ingin mengantar Angel pulang, tapi saat dia tak sengaja melihat nama orang tua Angel yang memenuhi layar ponselnya, Zidane memutuskan untuk mengantarnya pulang. Zidane adalah cowok dengan harga diri tinggi yang tidak mungkin menawarkan tumpangan. Jadi, dia berjalan lebih dulu karena yakin Angel akan mengikutinya dan meminta bantuan untuk mengantarnya pulang jika gadis itu benar-benar membutuhkannya. Dan benar saja, Angel memang mengikutinya.
Zidane melihat mobil ayahnya terparkir dengan rapi di halaman rumahnya. Zidane masuk ke dalam rumah melihat ayahnya yang sedang duduk dengan santai di sofa.
"Kamu kenapa pulangnya malam banget?" tanya ayahnya.
"Cari angin, Pa."
"Kamu udah makan?" Zidane mengangguk. Padahal dia sama sekali belum mengisi perutnya sejak pulang sekolah tadi.
Tapi Zidane tau ayahnya pasti akan mengajaknya makan bersama-sama, makanya Zidane mengatakan dia sudah makan. Zidane tidak suka berada di meja yang sama dengan ayahnya.
"Padahal Papa sudah menunggu untuk makan bersama kamu. Yaudah Papa makan dulu ya." Zidane mengangguk dan tanpa banyak bicara langsung masuk ke kamarnya, menghempaskan tubuhnya di atas kasurnya yang empuk.
Hubungan Zidane dengan ayahnya memang kurang baik sejak kematian ibunya. Zidane menjadi orang yang benar-benar berbeda. Menjadi dingin, seperti Zidane yang sekarang.
Bi Ida masuk ke kamarnya dengan membawa nampan. "Bibi tau kamu belum
makan kan? Ini makan dulu, nanti kamu sakit kalau ga makan.""Makasih ya, Bi." Setidaknya masih ada Bi Ida yang menjaganya sejak dia kehilangan ibunya di saat umur 10 tahun.
"Iya. Bibi keluar dulu ya. Kalau kamu udah selesai makan, simpan aja lagi di sana." Bi Ida keluar setelahnya.
Zidane lapar tapi Zidane juga tidak bisa menelan makanan. Sepertinya tenggorakannya ini tidak ingin menerima makanan. Zidane makan beberapa suap dan membiarkan sisanya. Tiba-tiba teringat akan mamanya yang pasti mengatakan, "Makanan itu harus dihabiskan, Zidane. Selagi ada makanan, dimakan, dihargai. Di luar sana, ada banyak orang kurang beruntung yang gabisa makan. Masa kita yang bisa makan gini, malah buang-buang makanan?"
Zidane mengambil piringnya lagi dan berjalan ke balkon kamarnya, duduk menikmati angin malam, ditemani taburan bintang di langit, melanjutkan makan malamnya meskipun dengan terpaksa. Zidane suka melihat bintang, baginya seperti melihat mamanya.
"Ma, Zidane kangen mama. Mama di sana kangen sama Zidane ga? Kita udah lama ga ketemu ya, Ma? Papa juga suka ga di rumah, di luar terus, Zidane cuma sama Bi Ida di rumah."
"Coba mama masih di sini. Pasti mama lagi godain Zidane kan? Oh iya ma, Zidane kan pindah ke sekolah baru. Astaga anak-anaknya ganas." Zidane terkekeh.
"Masa mereka ramai-ramai pada deketin Zidane gitu. Minta kontak Zidane, bahkan ada yang bilang suka sama Zidane.
"Terus Zidane juga ketemu cewek. Aduh, tapi Zidane lupa namanya. Cewek itu bawel banget kaya mama, kalau mama masih di sini mungkin mama bakal suka ngobrol sama dia.
"Udah ah, Zidane masuk dulu ya, dingin banget. Sekalian mau habisin makanannya biar ga diomelin mama, terus tidur deh. Selamat malam, Ma."
Zidane menghabiskan makanannya cepat, lalu menyikat gigi dan mencuci mukanya. Dia berbaring di tempat tidurnya dan menarik selimut menutupi sebagian tubuhnya.
Zidane tak benar-benar tidur saat mendengar ada yang membuka pintu kamarnya. Zidane juga merasa ada yang duduk di kasurnya. "Zidane, maafin papa jarang di rumah. Papa cuma ga bisa, Zidane. Liat kamu sama aja ngeliat mama kamu, papa ga kuat." Tangan papanya mengelus rambutnya pelan.
Zidane juga tidak berencana membuka matanya, memilih tetap pura-pura tidur. Tapi setelah mengatakan itu, papanya meninggalkan kamarnya.
***
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉
Sincerely,
Fiona
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Boy
Teen Fiction"Lo bukannya terlalu bawel buat ukuran cewek sejenis lo?" tanya Zidane, cowok yang mendapat julukan pangeran es karena sikap dan sifatnya. "Terus lo? Bukannya lo terlalu dingin buat cowok sejenis lo?" tanya Angel, satu-satunya cewek bawel yang bisa...