6

15.7K 957 13
                                    

"Nih." Sebuah kotak yang dibungkus kado terletak di atas meja Zidane. Zidane menaikkan sebelah alisnya, melalui tatapannya bertanya apa itu.

"Oh, ini buku yang lo mau kemarin. Ambil aja gapapa kok."

Zidane menggeleng dan menyerahkannya kembali kepada sang pemilik. "Lo yang beli, buat lo aja."

Angel mengambil tangan Zidane. Tangan Zidane terasa hangat saat bersentuhan dengannya. Berarti tandanya dia manusia asli, cuma sikapnya aja yang dingin.

"Ini buat lo. Pemberian orang lain itu gaboleh ditolak, kalau lo tolak nanti yang ngasi sakit hati loh."

Akhirnya Zidane menerimanya. "Jadi lo ga sakit hati kan?"

"Ngga lah. Kan udah lo terima hehe."

Zidane seperti biasa hanya diam, tidak banyak bicara, bahkan tidak mengucapkan terima kasih. Angel jadi bertanya-tanya apakah sejak kecil Zidane ada ditanamkan untuk mengatakan 3 hal sakral, yaitu tolong, terima kasih, dan maaf, seperti yang selalu diajarkan orang tuanya kepadanya sedari dia kecil sampai sekarang.

"Lo gamau bilang makasih atau apa gitu? Kan gue udah kasi lo bukunya.."

"Makasih."

Sabar, sabar, batin Angel. Mengingatkan dirinya untuk terus bersabar menghadapi manusia sejenis Zidane. Lagipula Zidane sudah mengatakan terima kasih—meskipun dengan cara yang sama sekali tidak menunjukkan dia berterima kasih.

Angel berjalan pergi setelah mengatakan, "Yaudah gue tinggal dulu. Selamat membaca ya."

Zidane tak menjawab. Dia membuka kotak itu, ini buku yang dicarinya sejak lama, dan beruntung sekali, kali ini berhasil ditemukannya. Ya, meskipun bukan karena upayanya, tapi pemberian dari orang lain. Tetap saja dia merasa senang akan hal itu!

"Lo kasih Zidane apaan? Gausah caper deh lo. Udah gue kasitau Zidane punya gue, lo jangan gatau diri gitu dong." Zidane mendengar keributan kecil. Zidane hafal betul pemilik suara ini, pasti Diana. Namun, bukan berarti Zidane sering memperhatikan Diana sehingga tau ada gadis itu bahkan sebelum dia melihatnya. Sebenarnya, suara gadis itu sangat cempreng dan mengganggu, pendengaran sensitif milik Zidane selalu memberikan alarm peringatan untuk pergi ke otaknya sewaktu gadis itu datang.

Zidane berjalan keluar dengan santai. Begitu melihat Zidane, Diana langsung tidak memperdulikan Angel. Fokusnya terarah semua kepada Zidane. Dengan (sok) manis, Diana mengatakan, "Eh ada Zidane. Kenapa? Kamu kangen aku?"

"Gue kangen dia. Gimana?" Zidane menunjuk Angel yang ada di sampingnya. Angel dan Tania menatap Zidane tidak percaya, begitu juga Diana dan teman-temannya.

"Hahaha.." Diana melirik Angel sinis dan menambahkan, "ga mungkin lah. Buat apa juga kamu kangen sama dia? Ngaku aja kamu kangen aku kan."

Zidane dengan tatapan terganggu mengatakan, "Gausah geli gitu bisa? Gue terganggu."

Kalimat yang dilontarkan Zidane sontak membuat Diana terdiam dan memaki setelah melihat Zidane menarik tangan Angel pergi, disusul oleh Tania di belakangnya.

"Wah tangan gue di pegang terus. Ada lem ya di tangan lo? Atau lo mau modus nih ke gue," sindir Angel.

Zidane yang menyadari hal itu, langsung melepaskan pegangannya. "Lain kali jangan diladen."

"Iya, makasih." Zidane mengangguk dan seperti biasa langsung meninggalkannya. Oh, yang benar saja!

"Zidane perhatian banget ya sama lo. Jadi iri gue," kata Tania sambil melihat kepergian Zidane.

"Gue juga perhatian sama lo, tapi gapernah sadar. Gue juga jauh lebih ganteng dari itu orang," ujar cowok paling songong yang pernah Tania temui. Cowok itu adalah Alexi.

Tangan Alexi langsung ditepis oleh Tania. "Gantengan Zidane kemana-mana kali," katanya dan langsung berjalan pergi.

Angel menepuk pundak Alexi kasian. "Semangat ya. Nanti juga luluh."

"Iya, doain cepat luluh." Angel mengangguk. Menyusul Tania yang sudah berjalan cukup jauh.

"Cepat juga jalannya," gumamnya pelan.

"Lo kenapa galak gitu sih sama Alexi?" tanya Angel setelah langkah kaki mereka sama.

Tania mengangkat kedua bahunya. "Dia bilang dia suka sama gue. Tapi dia deketin semua cewe. Gimana ga suka sama dia coba," gerutu Tania kesal.

"Oh jadi kalau dia gasuka deketin cewek lain gitu, lo mau sama dia?" pancing Angel.

"Ya mungkin aja. Berarti itu kan ngebuktiin dia ga playboy. Soalnya sekarang cowok banyak yang playboy, gue gamau kena PHP."

Sepertinya sekarang Angel tau bagaimana cara membantu Alexi. Angel hanya kasian dengan Alexi yang terus-terus ditolak oleh Tania. Padahal menurut Angel, Alexi itu orangnya baik dan menyenangkan. Ya, meskipun memang sih, dia punya banyak teman perempuan, tapi hatinya setia kok.


"Kalau Zidane suka PHPin orang ga ya?" gumam Angel.

Langkah Tania berhenti, "Apa lo bilang? Tuh kan, ngaku aja, lo suka kan sama Zidane?"

"Astaga, masa gue cuma nanya gitu, lo bilang gue suka dia? Dari sudut pandang mana lo mikir?"

Tania terkekeh melihat sahabatnya yang satu itu berjalan dengan kesal dan mengomel. Tania sih hanya diam, tapi yakin bahwa temannya sudah jatuh ke dalam pesona Zidane. Ups.

***

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉

Sincerely,
Fiona

My Coldest BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang