"Angel, kata guru biola kamu, kamu bakal lomba di Perancis ya? Kok ga kasitau mama?"
Angel menepuk kepalanya pelan. "Oh iya, Angel lupa kasitau."
"Yaudah, gapapa. Gimana kamu mau pergi ke Perancisnya buat ikut lomba?" tanya Aldo, ayahnya, yang sekarang duduk di sampingnya.
Angel menatap Aldo tidak percaya. "Emang dibolehin, Pa?"
Papanya mengangguk. "Ya boleh dong. Ini kan hal yang kamu suka, kenapa harus Papa batasin coba? Lagian, Papa bangga sama kamu."
"Asik! Makasih banyak ya, Pa, Ma. Aku senang banget deh."
"Iya, sama-sama, cantik. Tapi, setelah pulang, ingat untuk segera mengejar materi sekolah yang kamu lewati ya?" kata Alina, ibunya, mengingatkan.
"Siap, Tania pasti bakal fotoin semua materinya. Jadi, kalau ada waktu luang, aku bisa manfaatkan untuk belajar," jawab Angel.
Ini memang bukan kali pertama Angel pergi ke luar negeri dalam rangka untuk mengikuti berbagai lomba yang berkaitan dengan musik. Selama ini, Tania berperan penting dalam membantunya mengejar ketertinggalan materi selama dia tidak sekolah. Makanya, Angel bisa yakin, bahwa Tania akan mengirimkan materi kepadanya.
"Eh tapi Angel belum ketemu pianis buat iringi permainanku," katanya murung.
Alina merangkul putri kesayangannya. "Yah, Angel jangan sedih dong. Keponakan temen mama bisa main piano sih. Angel mau ga?"
Angel mengangguk. "Mau lah, aku kan butuh banget. Kalau bisa sih perempuan aja, supaya ga canggung."
"Seinget Papa, cowok deh. Maklum, udah agak lupa karena jarang ketemu," kata Aldo.
"Hmm.. Yaudah gapapa juga, yang penting bisa ke Paris!"
"Ini mah semangat ke Paris, bukan ikut lombanya," ejek Aldo. Sedangkan Alina sudah sibuk mencari kontak teman lamanya tersebut.
"Ya kan sekalian," bela Angel.
"Nah yaudah, kamu siapin dulu semua keperluan kamu, pesawatnya terbang malam ini kalau kamu udah siap."
Angel menatap orang tuanya tidak percaya. "Kita beneran ke Perancis malam ini?"
"Iya, beneran. Kalaupun kamu nolak, kita juga bakal tetap pergi. Kebetulan Papa ada urusan di Perancis."
"Wow, beruntung sekali ini mah!" ujarnya bersemangat. Angel masuk ke dalam kamarnya. Memasukkan semua hal yang akan dibutuhkannya selama di Paris nanti. Angel mengambil coat, jaga-jaga kalau di sana dingin.
Sekitar dua jam kemudian, setelah memastikan barang-barangnya sudah lengkap, Angel keluar dari kamarnya untuk menemui Alina. Memastikan apakah dia punya pianis untuk mengiringi permaiannya nanti selama di Perancis.
"Jadi gimana? Temen Mama udah dikabarin? Dia mau ga?" Angel duduk di tengah-tengah di antara kedua orang tuanya.
"Udah. Tapi pesawatnya dia terbang besok, atau mau dibarengin sama kita aja ya?"
Keluarga mereka memang memiliki pesawat pribadi, mengingat pekerjaan ayahnya yang sangat.. Bahkan kata-kata tak bisa mendeskripsikannya. Jadi, kemanapun mereka pergi, mereka akan menggunakan pesawat pribadi.
"Terserah aja sih. Angel mah bebas, yang penting bisa ke Perancis!"
Ayahnya tertawa menatap putrinya yang terlihat sangat bersemangat akan penerbangan mereka malam ini.
"Barang kamu udah dibawa semua? Udah di cek lagi?" tanya ayahnya memastikan. Tapi jika ketinggalan pun, mereka bisa membelinya lagi. Namun, keluarga kecil yang bahagia ini selalu menerapkan untuk tidak cepat membeli selagi barang yang ada masih bagus dan dapat digunakan. Jadi, meskipun anak orang terpandang, Angel sama sekali tidak pernah buang-buang untuk mengoleksi barang. Sebenarnya, dia terhitung hemat.
"Udah kok. Semuanya udah Angel bawa, tenang aja. Oh iya surat untuk sekolah udah ada?"
"Udah, suratnya besok suruh sekretaris Papa yang antar. Kita makan dulu ya,
Mama kamu udah masak tuh." Angel mengangguk setuju."Angel, anak teman mama itu katanya bisa berangkat sendiri. Gapapa kan ya?"
"Gapapa kok, Ma. Yang penting dianya setuju jadi pianis aku."
***
Setelah mereka selesai makan, mereka berjalan ke lintasan pesawat yang memang dibangun Aldo di dekat rumah. Tujuannya adalah jika sewaktu-waktu keadaan mendesak, mereka bisa segera pergi dengan akses yang mudah. Di lintasan tersebut, ada pesawat yang sudah terparkir rapi.
Angel dibantu dibawa barang-barangnya oleh pramugari. Jadi yang ada di tangan Angel hanya tas kecil dan tas yang berisi biolanya. Angel duduk di salah satu kursi pesawat yang empuk. Di hadapannya ada sebuah meja. Di sebelah kanan dan di belakang, juga masih ada kursi kosong lainnya. Orang tuanya duduk di kursi yang ada di sampingnya.
Angel mengambil earphonenya, menyambungkannya dengan iPhone dan mulai membuka lagunya. Angel juga menurunkan sandaran kursinya. Pesawat pun bergerak sebagaimana mestinya.
Salah satu pramugari tadi, mengantarkan selimut untuk Angel. "Ada tambahan?" tanyanya sopan.
Angel menggeleng. "Terima kasih."
Pramugari tadi beralih memberikan selimut juga kepada kedua orang tuanya. Tak lama kemudian, Angel tertidur ditemani lagu yang terus berputar.
***
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉
Sincerely,
Fiona
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Boy
Teen Fiction"Lo bukannya terlalu bawel buat ukuran cewek sejenis lo?" tanya Zidane, cowok yang mendapat julukan pangeran es karena sikap dan sifatnya. "Terus lo? Bukannya lo terlalu dingin buat cowok sejenis lo?" tanya Angel, satu-satunya cewek bawel yang bisa...