18

12.3K 757 7
                                    

Pagi ini Zidane menjemput Angel seperti permintaannya tadi malam. "Selamat pagi, pangeran es."

Zidane tertawa pelan. "Pangeran es kenapa? Kok kayaknya lagi sedih?" tanya Angel lagi.

"Gapapa. Berangkat sekarang?" Zidane memasangkan Angel helm sebelum Angel naik ke motornya.

Wajahnya dan wajah Angel bisa dibilang cukup dekat. Dan saat ini jantung Angel berdebar tak karuan. Sepertinya jantungnya akan keluar sebentar lagi.

"Gue tau gue ganteng, jangan gitu juga kali." Kata-kata Zidane menyadarkan Angel dari lamunannya.

"Ganteng apanya? Mimpi lo?" Angel berusaha keras menutupi kegugupannya karena ketahuan menatap Zidane.

"Bawel. Udah naik aja sana." Angel naik ke motor Zidane. "Pegangan, gue ngebut." Angel memegang jaket Zidane.

"Gue bersih kok, gausah takut-takut gitu pegangnya." Akhirnya Angel meletakkan kedua tangannya di bahu Zidane.

Dan benar saja, Zidane mengebut. Akan jadi apa rambutnya sesampainya di sekolah? Zidane memang sangat menyebalkan.

Sesampainya di lingkungan sekolah, Angel langsung turun, melepas helmnya dan membenarkan rambutnya sambil melihat kaca motor Zidane.

Zidane malah mengacak rambut Angel yang sudah bisa dibilang rapi. Hasilnya rambut Angel kembali berantakan. "Zidane! Benerin rambut gue ga?!"

Bukannya merapikan rambut Angel, Zidane justru langsung meninggalkan Angel. Angel menatap kepergian Zidane kesal.

Angel masuk ke toilet perempuan untuk merapikan rambutnya. Tiba-tiba Dania dan Athala masuk, lalu pintu dikunci. Dania mendekati Angel, mendorong bahunya kesal. "Jangan pernah lo deket-deket sama Zidane. Udah gue tegaskan berkali-kali, Zidane itu punya gue!"

Angel berdiri. "Tapi sayangnya Zidane bukan punya lo. Lagian lo ga liat apa Zidane itu ga mau sama lo? Mau lo deketin Zidane dengan cara apapun, dia ga bakal noleh ke lo. Dia ga pernah suka sama lo."

Dania menjambak rambut Angel keras. "Gue ga peduli. Intinya lo harus jauhin Zidane!"

"Kenapa gue harus jauhin Zidane? Zidane aja ga masalah gue dekat sama dia. Gausah malu-maluin lo sendiri. Ngapain lo kejar-kejar cowok yang ga peduli sama lo? Kodratnya itu kan cewek yang dikejar bukan sebaliknya."

Kata-kata Angel menghantam Dania. Dania tak bisa mengontrol emosinya, tangannya terulur begitu saja menampar Angel. Tanpa banyak bicara lagi, Dania pergi meninggalkan toilet bersama Athala.

Zidane mencari Angel karena Angel belum masuk kelas sejak tadi. Mendengar ada keributan kecil di toilet perempuan, Zidane segera pergi. Tentu saja dia tidak masuk ke dalam, hanya di depan pintu, menunggu Angel keluar.


"Angel!" panggil Zidane saat melihat Angel keluar. Pipinya memerah, ada bekas air mata di pelupuk matanya.

"Lo kenapa?"

"Gue gapapa kok."

"Gapapa apanya? Lo habis nangis kan? Sini cerita sama gue. Lo kenapa? Dania apain lo kali ini?"

"Gue gapapa, Zidane. Gue lagi pengen sendiri, lo duluan aja ke kelas."

Zidane menggeleng cepat. "Balik ke kelas sekarang, Angel."

Angel menolak. "Gue kan udah bilang gue mau sendiri."

"Jangan suka buat gue khawatir. Bisa?"

Angel menggeleng. "Bukan gue yang ngatur."

"Pokoknya lo gaboleh jauh dari gue oke?"

"Makasih, Zidane. Maaf ngerepotin."

Keduanya kembali ke kelas. Zidane pikir sepertinya Diana harus diajak bicara. Jika tidak gadis itu akan semakin menjadi-jadi dalam hal mengganggu Angel.

***

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉

Sincerely,
Fiona

My Coldest BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang