15

13.4K 775 5
                                    

Angel datang lebih awal dari biasanya, dia merasa kondisinya sudah benar-benar sehat. Tak lama kemudian, Zidane juga datang.

"Gimana? Udah baikan?"

Angel mengangguk. "Lo kalau perhatian sama gue bilang aja kali. Gausa malu-malu gitu dong," goda Angel.

"Siapa juga yang perhatian sama lo?"

"Halah perhatian aja malu-malu. Gue denger loh kemarin pas lo telfonan sama Angel." Kali ini Tania yang menggoda Zidane.

Zidane menghela nafasnya. "Oke, oke. Gue khawatir," akunya.

Tania dan Angel menatap Zidane tidak percaya. Dari awal keduanya hanya sengaja menggoda Zidane, tanpa maksud apa-apa.

"Zidane, aku sakit juga." Dania tiba-tiba ada di kelas, duduk di samping Zidane. Berusaha mencari perhatian Zidane.

"Lo sakitnya palingan pura-pura, buat apa Zidane tolong lo? Caper banget sih." Dania menatap Tania geram.

"Diam aja lo, gausah berisik. Sana pergi," usirnya.

"Gue aja yang pergi." Zidane berjalan meninggalkan kelas, disusul Tania dan Angel di belakangnya. Dania menatap kepergian Zidane dengan kesal.

"Zidane, lo beneran khawatir sama gue?" tanya Angel saat langkah kaki mereka sama. Zidane mengangguk.

"Lo ga bohong kan?" Zidane menggeleng.

"Gue baru tau seorang Zidane bisa hangat juga? Makasih udah khawatir sama gue," ujar Angel senang.

Setidaknya sudah ada sedikit perubahan dari Zidane. Zidane sudah tak sedingin dulu setidaknya. Ada sedikit rasa bangga dalam hatinya.

"Lebay lo." Seperti biasa, Zidane akan berjalan pergi meninggalkannya. Angel juga sudah tak bermasalah dengan hal itu. Lagian, pasti cowok itu malu.

——

Zidane menjemput Angel di rumahnya, karena Angel memintanya untuk mengajaknya jalan-jalan.

Zidane Ezekiel
Dpn nih

Angel segera keluar dari rumahnya saat melihat pesan dari Zidane. Angel masuk ke dalam mobil.

"Lo ngomong sama kirim pesan sama-sama suka singkat ya," protes Angel. Zidane tak menjawab, menjalankan mobilnya.

"Mau kemana?"

"Kemana aja bebas. Yang penting jalan, masalahnya gue bosen di rumah."

"Ya mana gue tau mau kemana."

"Dibilangin bebas. Mau kemana aja boleh, eh tapi kita pergi makan aja deh ya? Terus kemana gitu yang asik."

Zidane mengangguk. Zidane membawa Angel ke rumahnya. "Ngapain di rumah lo?" tanya Angel.

"Gue yang masak," jawabnya singkat.

"Emang lo bisa masak?"

"Bisa lah. Duduk di sana."

Zidane pergi ke dapur dan sibuk dengan kegiatannya. Sedangkan Angel memilih duduk di sofa sambil melihat foto yang dipajang di ruang tamunya. Ada Zidane kecil, dan dia kelihatan sangat manis di sana. Angel juga menebak-nebak mungkin pasangan yang ada di foto ini adalah orang tua Zidane.

"Pantas aja anaknya ganteng, mama dan papanya aja cantik dan ganteng gitu," gumamnya.

Pintu rumah terbuka, seorang laki-laki masuk ke dalam rumah. Pakaiannya rapi, pasti pengusaha, sama seperti ayahnya.

"Kamu siapa?" tanyanya begitu melihat Angel.

"Temannya Zidane, Om."

"Zidane bawa temannya ke rumah? Jarang-jarang sekali. Terakhir kali dia bawa temannya ke rumah bahkan saya sudah lupa kapan itu."

Angel tertarik tentang cerita Zidane. Angel duduk di samping ayah Zidane. "Terus kenapa Zidane ga pernah ajak temannya ke rumah lagi?"

"Saya kurang tau. Sejak mamanya meninggal, Zidane ga dekat sama saya. Saya juga jarang di rumah."

"Bukan hak Angel buat ngomong gini, Om. Tapi mungkin lebih baik kalau, Om, ada di rumah, luangin waktu untuk Zidane. Zidane udah kehilangan sosok ibunya, dia juga pasti sedih kalau hilang sosok ayahnya. Satu hari bebas dari pekerjaan dan luangin waktu untuk Zidane, Angel rasa gak akan rugi."

Ayahnya terlihat menghela nafasnya. "Kamu gatau ceritanya—" Kata-kata ayah Zidane terpotong oleh panggilan Zidane.

"Angel, makanannya udah jadi, lo ke meja makan aja. Nanti gue nyusul." Angel mengangguk. Angel melihat Zidane duduk di sebelah ayahnya.

"Papa ngomong apa sama Angel?"

"Gaada."

"Papa jangan ikut campur urusan Zidane dan teman Zidane. Papa cukup urus pekerjaan p
Papa yang lebih penting itu. Zidane makan dulu, kalau papa mau ikut makan, silahkan." Zidane menyusul Angel yang sedang duduk di meja makan.

"Zidane."

Zidane menatapnya Angel dengan tatapan bertanya. Tapi, Angel hanya diam. Dia mempertimbangkan untuk membahas tentang Zidane dan ayahnya. Tapi, pasti tidak sopan, mengingat ini urusan keluarga.

"Makanannya enak," pujinya akhirnya.

Zidane tertawa pelan menatap Angel. "Gue kira lo mau ngomong apa. Ternyata cuma bilang itu aja." Angel ikut tertawa, mencoba mencairkan suasana.

***

Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉

Sincerely,
Fiona

My Coldest BoyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang