Angel mengantar Zidane masuk ke kamar tamu, letaknya tepat di samping kamar Angel. "Lo tidur aja ya? Kadang tidur sangat membantu loh."
Zidane berjalan melewati Angel, pergi ke balkon, untuk melihat bintang. Angel menyusul Zidane dan berdiri di sampinganya.
"Wah bintangnya bagus banget malam ini." Angel terlihat benar-benar takjub.
"Di dongeng yang gue baca, orang meninggal itu jadi bintang," kata Zidane.
"Di cerita horror yang gue baca justu orang meninggal jadi hantu. Mana ada sih manusia yang udah meninggal jadi bintang? Katanya lo itu murid terpintar, gue meragukan deh."
Zidane melirik gadis yang ada disampingnya kesal. "Setidaknya gue nganggep gitu. Liat bintang gue kaya bisa liat mama lagi."
"Udah deh, Zidane. Mending lo tidur aja kecapekan kayaknya." Zidane meninggalkan balkon dan terbaring di atas tempat tidurnya, Angel duduk di samping Zidane. Mengelus rambut Zidane, rambutnya lembut sekali. Seperti rambut bayi menurut Angel.
Melihat Zidane sudah menutup matanya, Angel pikir Zidane sudah tidur. Angel turun dari tempat tidur dengan pelan, supaya tidak membangunkan Zidane.
Tangan Zidane menahan lengan Angel saat Angel baru saja mau melangkahkan kakinya. "Jangan. Jangan pergi, temenin gue di sini."
Angel tidak jadi meninggalkan kamar Zidane. Kembali duduk di tempat semula. "Iya, gue ga kemana-mana kok. Lo tidur lagi ya."
Angel mengelus rambut Zidane lagi. "Lo suka banget pegang rambut gue, biar kenapa tuh?"
"Enak aja. Rambut lo kayak rambut bayi, gue suka pegangnya."
"Kalau gue kayaknya suka sama yang pegang rambut gue deh." Mata Angel membulat mendengarnya.
Angel memegang dahi Zidane. "Lo sakit ya? Lo kalau lagi sakit, ga jelas deh."
Zidane menahan tangan Angel, digenggamnya tangan mungil itu. "Siapa bilang gue bercanda? Gue serius loh. Tapi kalau lo mau anggap itu candaan, ga masalah kok."
Sepertinya Zidane membuat banyak kupu-kupu beterbangan dalam perut Angel. "Udah ya, lo tidur aja." Angel berusaha menutupi kegugupannya.
Sepertinya kali ini Zidane sudah benar-benar tertidur. Angel pun akhirnya tertidur di samping Zidane karena mengantuk.
***
Pagi harinya Angel bangun seperti biasa. Angel membuka matanya dan melihat Zidane masih tidur dengan nyenyak.
Zidane membuka matanya saat ada sentuhan tangan yang memegang wajahnya. Mata Angel berada tepat di depan matanya. "Gue baru tau mata lo bisa secantik ini kalau dilihat dari dekat ya?" ujar Zidane dengan suara bangun tidurnya yang terdengar sangat keren.
"Gue juga baru tau, ternyata mata lo warna hitam banget ya?" Zidane mengangguk.
Zidane segera bangun dari tidurnya dan meninggalkan Angel yang masih terbaring di atas tempat tidur. Angel menatap kepergian Zidane dan mengatakan, "Kok Zidane santai gitu sih? Padahal tadi malem dia buat gue deg-degan, sampai-sampai jantung gue mau keluar dari posisinya. Eh tapi tadi juga dong."
Angel menyusul Zidane yang keluar lebih dulu. Orang tua Angel menatap putrinya dengan pandangan menggoda dan mengejeknya. Angel merasa pipinya panas dalam sekejap. Oh tidak, pipinya mungkin memerah. Angel menutup pipi merahnya.
"Ih mukanya kok merah gitu? Malu ya," goda Alina.
"Ih Papa sama Mama apaan sih? Ganggu Angel terus deh," protes Angel malu-malu.
Matanya menjelajahi ruangan mencari Zidane yang tidak keliatan. "Cari siapa? Zidane ya? Di kamar mandi kok, tenang aja."
Kedua orang tuanya terus saja menggodanya, membuatnya gemas sendiri.
Zidane keluar dari kamar mandi dan berpakaian rapi. Rambut Zidane yang masih basah menetes beberapa kali. Zidane mengeringkan rambut dengan handuknya.
"Angel, Zidane-nya jangan dilihatin terus dong. Zidane ga bakal kemana-mana kok."
Angel dengan cepat mengalihkan pandangannya saat Zidane melihatnya. Kedua orang tuanya tertawa melihat reaksi Angel. Zidane juga tersenyum kecil.
"Kita sarapan aja dulu ya. Kasian Angelnya digangguin terus." Angel yang paling pertama mengiyakan perkataan Alina.
Aldo dan Alina seperti biasa duduk bersebelahan. Di depan Aldo, Zidane duduk. Dan di samping Zidane, Angel duduk.
Alina memberikan roti dengan selai cokelat kesukaannya kepada Angel. Tidak lupa juga memberikan Zidane dengan selai yang sama.
Zidane mengambil rotinya dan mengatakan, "Makasih, Tante." Setelah selesai sarapan mereka mengobrol banyak.
Zidane memutuskan untuk meninggalkan rumah itu. Zidane bukan orang yang suka merepotkan orang lain. Dan rasanya dia sudah cukup merepotkan Angel dan keluarganya.
"Om, Tante, makasih ya. Zidane pulang dulu."
"Zidane, kalau kamu masih mau di sini sampai kamu merasa tenang, tante ga keberatan kok."
"Gapapa, Tante. Zidane ga enak, udah ngerepotin dari kemarin."
"Ngerepotin apanya sih? Ga ngerepotin sama sekali kok. Tapi kalau kamu mau pulang, ya gapapa. Bagaimanapun kamu harus selesaikan masalah kamu." Zidane mengangguk.
Angel mengantar Zidane sampai ke depan pintu. "Zidane, lo harus pulang ke rumah ya. Ga boleh kemana-mana lagi."
"Gue gamau pulang."
"Pulang ke rumah atau stay di sini?" Zidane akhirnya memilih untuk pulang ke rumah dengan sangat terpaksa.
"Kalau lo bohong sama gue, gue bakal bener-bener galau loh."
Matanya menyipit. "Oh, gue ikut lo aja balik ke rumah. Tunggu ya!"
Angel berlari masuk ke kamarnya dan segera mandi. Mandinya sedikit lebih cepat dari biasanya dan buru-buru ganti baju. Setelah itu mengikuti Zidane pergi ke rumahnya setelah mendapat persetujuan orang tuanya.
***
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉
Sincerely,
Fiona
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Boy
Teen Fiction"Lo bukannya terlalu bawel buat ukuran cewek sejenis lo?" tanya Zidane, cowok yang mendapat julukan pangeran es karena sikap dan sifatnya. "Terus lo? Bukannya lo terlalu dingin buat cowok sejenis lo?" tanya Angel, satu-satunya cewek bawel yang bisa...