Zidane baru saja sampai di rumahnya beberapa saat yang lalu, badannya pegal-pegal semua mengingat perjalanan yang cukup lama di pesawat.
Zidane dijemput oleh sekretaris ayahnya di bandara. "Papa udah pergi?" tanya Zidane. Sekretarisnya menggeleng sebagai jawaban.
Sedaritadi saat berada di pesawat, Zidane berharap ayahnya sudah pergi. Supaya dia tidak repot-repot berurusan dengan ayahnya. Tapi harapannya tidak terwujud.
Beberapa saat kemudian, Zidane sampai di rumah. Zidane masuk ke dalam kamarnya. Tidak ada papanya di manapun, jadi Zidane langsung tau ayahnya ada di ruang kerja.
Zidane meregangkan otot tubuhnya. Merebahkan tubuhnya di atas kasur yang empuk. Zidane memilih untuk mandi terlebih dahulu sebelum tidur.
Setelah selesai membersihkan tubuhnya, Zidane keluar. Zidane mengeringkan rambutnya yang masih menetes, dan tertidur setelahnya.
***
Paginya, Zidane bangun seperti biasa. Zidane mengambil seragam sekolahnya di dalam lemari. Kemeja putih lengan panjangnya ditutupi dengan jas sekolah. Juga Zidane tak lupa mengambil dasinya. Zidane pergi ke sekolah dengan motornya.
Zidane tak perlu pamit kepada ayahnya, karena baru saja sekretaris ayahnya mengatakan bahwa ayahnya pergi ke Singapura.
Motor Zidane melaju di jalanan yang tidak cukup ramai. Sepertinya sebentar lagi Jakarta akan dibasahi. Cuaca terlihat mendung, udaranya juga cukup dingin. Zidane sampai di sekolah, tepat sebelum hujannya turun. Helm Zidane dibuka, disimpannya di atas motornya.
"Selamat pagi, Zidane," sapa Diana. Zidane hanya mengangguk dan berjalan lebih dulu meninggalkan Diana dan temannya.
Diana menghentakkan kakinya kesal. "Kenapa main ditinggalin gitu sih?" protesnya tidak senang. Athala di sampingnya, menepuk bahu Diana pelan, mengingatkannya untuk tetap sabar.
Zidane duduk di bangkunya, tak lama kemudian Angel dan Tania masuk ke kelas. "Selamat pagi, Zidane."
"Pagi," jawabnya singkat.
Mata Angel berbinar-binar. "Akhirnya gue ga dicuekin lagi dong!"
Tania menyenggol bahu Angel kesal. "Apaan sih lo? Bikin malu aja. Orangnya di depan lagi."
"Yeee suka-suka gue lah. Cewek tuh harus apa adanya, gaperlu jaim terus."
"Bawel banget lo asli," protes Tania.
"Emang," kata Zidane setelahnya.
Tania melirik Zidane. "Ternyata lo sepemikiran juga dengan gue. Btw kemarin kemana? Kok ga masuk?"
"Tanya Angel aja."
Tania menatap Angel dengan tatapan lo-harus-jelasin-semuanya. Angel mengangkat kedua jarinya membentuk huruf V, sebenarnya Angel sudah mau memberitau Tania sesampainya di rumah. Tapi, dia malah ketiduran karena kecapekan.
Guru yang mengajar mulai masuk, melakukan perannya. Benar saja, Jakarta dibasahi hujan yang cukup deras. Kelas mereka yang memang terdapat air conditioner, menjadi lebih dingin dari biasanya.
"Dipakai jaketnya biar ga dingin." Angel mengangguk, mengambil jaketnya di dalam tas.
Tapi Angel kelihatan menggigil berapa
kali. Kalau Zidane tebak sih, Angel sedang sakit. Mungkin demam."Bu, saya ijin ke UKS bawa Angel." Setelah mendapat ijin dari guru, Zidane membantu Angel berdiri dan memapahnya. Angel tiba-tiba tak sadarkan diri, Zidane dengan cepat menangkapnya.
Zidane menggendong Angel, membawanya ke UKS. UKS terlihat sepi saat Zidane datang, mungkin petugasnya belum datang. Zidane mengambil minyak kayu putih dan di oles di pelipis Angel. Zidane tidak kembali ke kelas dan menunggu Angel sadar.
——
Angel membuka matanya dan memegang kepalanya yang terasa sakit sekali. Menyadari Angel sudah bangun, Zidane dengan sigap menyentuh dahi Angel untuk melihat suhu tubuh gadis itu.
"Tangan lo dingin ya. Bukan cuma tangannya, orangnya juga dingin," katanya terkekeh pelan.
Zidane hanya tersenyum karena tidak tau harus bereaksi seperti apa. "Lo istirahat di sini, gue mau beli makanan. Biar lo makan, lalu minum obat."
"Jangan. Jangan pergi. Gue gasuka sendiri, gue takut kalau lagi sendiri."
Zidane tertawa pelan. "Cewek kayak lo bisa takut juga?"
Angel memukul pelan bahu Zidane. "Lo kenapa tega banget sih sama gue?"
"Kalau gue tega, gue ga kesini."
"Ya bener juga sih. Pokoknya jangan pergi ya?"
"Iya bawel. Tidur aja lagi."
Angel menutup matanya dan kembali tertidur. Zidane menatap Angel lama. Tangannya terulur memegang wajah Angel. "Jangan sakit." Zidane tidak keluar dari ruangan, menunggu Angel bangun dari tidurnya.
***
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉
Sincerely,
Fiona
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Boy
Teen Fiction"Lo bukannya terlalu bawel buat ukuran cewek sejenis lo?" tanya Zidane, cowok yang mendapat julukan pangeran es karena sikap dan sifatnya. "Terus lo? Bukannya lo terlalu dingin buat cowok sejenis lo?" tanya Angel, satu-satunya cewek bawel yang bisa...