"Zidane, makasih udah anterin gue." Zidane mengangguk.
"Iya, sana masuk. Langsung istirahat ya. Kalau besok masih merasa ngerasa ga enak, gausah masuk aja. Gue balik dulu."
"Eh, Zidane. Tunggu dulu!"
Angel masuk buru-buru ke dalam rumah, mengambil dua jaket Zidane yang ada bersamanya. Setelah itu Angel kembali keluar dan memberikannya kepada Zidane.
"Ini jaket lo. Maaf baru balikin ya?" kata Angel tidak enak. Zidane mengangguk dan menerimanya. Dalam sekejap Zidane dan motornya hilang dari pandangan Angel.
Angel masuk ke kamarnya, kembali mengistirahatkan tubuhnya yang sedang dalam kondisi tidak baik. Baru saja Angel ingin tidur, pintunya terbuka lebar. Angel melihat Tania berdiri di depan pintu dengan tatapan khawatir.
"Astaga, Angel. Lo kenapa sih? Lo masih sakit?" tanya Tania khawatir sambil memegang dahi Angel, mengecek suhu tubuhnya.
"Tangan lo hangat ya, Tan. Kalau tangan Zidane tadi dingin banget."
Tania menatap Angel dengan pandangan tanya. "Tadi Zidane pegang dahi gue juga, kayak lo sekarang. Dia bilang mau ngecek suhu tubuh gue," terangnya.
Tania mengangguk-anggukkan kepalanya. "Jadi lo udah sembuh apa belum nih?"
"Udah mendingan sih. Besok bisa masuk seharusnya."
Mata Tania menyipit. "Oh iya, lo belum ceritain kemana hilangnya Zidane dan apa hubungannya sama lo?"
Angel menceritakan semuanya dari awal, tanpa ada yang terlewatkan. Semua kejadian di Paris yang terjadi, dia ceritakan semuanya.
"Mana fotonya? Mau liat dong," ujar Tania penasaran saat mendengar dia berfoto dengan Zidane.
Angel menunjukkan fotonya kepada Tania. "Widih Angel, gerak cepat juga ye," godanya.
"Kan gue sama dia cuma temenan," protes Angel.
Angel mengambil sebuah paper bag di dalam lemarinya dan memberikannya kepada Tania. "Ini oleh-oleh dari Paris."
Tania menerimanya dengan senang. "Terimakasih, Angel sayang."
"Manggil sayang pas seneng doang," cibir Angel.
"Kalau gue panggil lo sayang terus ga lucu dong. Nanti dikira gue lesbian, mau lo?" Angel menggeleng cepat.
"Angel, ada e-mail masuk."
Tania memberikan ponselnya kepada sang pemilik. Angel membuka e-mailnya, ternyata foto mereka kemarin saat tampil dan ada undangan kembali ke Perancis, serta beasiswa masuk ke perguruan tinggi Juilliard School.
"DEMI APA?!" Tania menatap Angel dengan pandangan tidak percaya dan pandangan takjub di saat yang bersamaan.
Tania mengambil ponsel Angel dan melihat-lihat foto penampilannya selama di Perancis. "Gila, cantik banget."
"Makasih."
"Tentang pergi ke Perancis lagi sama beasiswa di Juilliard, lo mau?" tanya Tania, duduk di atas tempat tidur Angel.
"Oh iya, itu ditujukan untuk Zidane juga? Atau cuma lo aja?" tanyanya lagi. Angel mengangkat kedua bahunya, pertanda dia juga tidak tau.
"Masalah beasiswa sih kayanya gue terima aja. Lumayan kan?" Tania membenarkan perkataan Angel.
"Lo enak ya dapet beasiswa. Terus gue mau kuliah dimana ya ntar?" tanya Tania yang sepertinya lebih ditujukan untuk dirinya.
"Lo maunya masuk kemana, Tan?" Tania mengangkat kedua bahunya. Tania jarang sekali memikirkan hal-hal seperti ini, dan sekarang baru dia sedang repot memikirkannya.
"Tapi kayaknya gue mau ngelanjutin bisnis Papa aja sih."
"Ya, terserah, pilihannya kan di tangan lo. Semua tergantung di lo. Tapi jangan salah pilih, Tan, takut nyesal aja sih." Tania mengangguk-angguk.
Kunjungan Tania sepertinya membuat Angel sembuh. Angel sudah bisa beraktivitas seperti biasa.
Ponselnya berbunyi, ada panggilan dari nomor tidak dikenalnya. Angel memutuskan untuk mengangkatnya.
"Gimana kondisi lo? Udah baikan?" Angel sudah tau siapa pemilik nomor ini, pasti Zidane.
"Udah baik kok. Besok bisa masuk, tenang aja. Cie yang perhatian sama gue."
"Siapa juga yang perhatian sama lo? Gue cuma takut lo besok pingsan lagi, lo berat tau."
"Berat apanya? Ringan gini, kayak kapas malah."
"Iyain aja. Biar seneng."
"Iyalah. Karena kebahagiaan gue, kebahagiaan lo juga kan? Hayo, ngaku aja deh."
Terdengar helaan nafas dari seberang sana, Angel tertawa mendengarnya.
"Yaudah, gue matiin dulu." Tanpa menunggu Angel berkomentar, Zidane langsung mematikannya.
"Wah kayaknya ada yang jatuh cinta nih," goda Tania.
"Astaga, enggalah. Cuma temenan." Tania mengiyakan perkataan Angel.
Tania melihat bunga mawar putih yang diletakkan di meja belajarnya. "Bunganya bagus. Beli di mana?"
"Zidane kasi gue, pas di Perancis." Jawaban Angel membuat Tania semakin menggodanya.
***
Terimakasih sudah menyempatkan diri untuk membaca cerita ini. Jangan lupa vote dan comment-nya ya, saran dan kritikan kalian juga sangat dibutuhkan, buat lanjutin cerita lain!😉
Sincerely,
Fiona
KAMU SEDANG MEMBACA
My Coldest Boy
Teen Fiction"Lo bukannya terlalu bawel buat ukuran cewek sejenis lo?" tanya Zidane, cowok yang mendapat julukan pangeran es karena sikap dan sifatnya. "Terus lo? Bukannya lo terlalu dingin buat cowok sejenis lo?" tanya Angel, satu-satunya cewek bawel yang bisa...