Mungkin, aku terlalu banyak berharap, sehingga aku tersakiti oleh harapanku sendiri. -Aluna Z.A.-
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
"Cal...bangun eh." Tangannya menepuk-nepuk kepala cowok yang tertidur di sisi nya.
Gadis itu terbangun tepat senja hari setelah hujan berhenti jatuh. Guratan oranye yang melukiskan langit pun tampak—orang bilang itu adalah Magic Hour. Di rias kembali dengan puluhan warna-warni pelangi. Kakinya turun perlahan. Pergi kearah jendela yang terpampang cukup besar. Agak tertatih memang, namun matanya tak sabar untuk melihat bagaimana cara tuhan melukiskan ciptaannya di angkasa.
"Ini yang daritadi gue tunggu." Ujarnya seraya membuka kaca jendela. Ia duduk di windowseat nya. Bersandar di dinding penopang. Lalu memejamkan matanya. Luna, seorang pluovphille yang sangat mencintai hujan. Bau nya, dingin nya, nyaman nya.
Kapan lagi hal kayak gini bisa gue rasain?
Damai.
Disini ia merasa tak memerlukan siapapun. Bahkan ia sangat senang jika hanya ditemani oleh desiran angin yang menyapu halus rambut lembut kecoklatannya, dan gesekan daun dengan rantingnya. Lalu matanya tertuju kepada,
"Pelangi."
Ia lebih memilih untuk menikmatinya sendirian. Walau begitu, ia tak merasa benar-benar sendirian. Setidaknya warna-warni itulah yang membuatnya merasakan banyak teman.
Saat itu juga ia bimbang.
Ada sesuatu yang ia rasa mengganjal di hatinya. Namun ia tak tahu apa itu.
Sebuah bulan menyembul dari balik pelangi. Bulan?
Bulan purnama. Satu-satunya fase bulan kesukaan Luna.
Bulan purnama itu fase paling bulat. Paling sempurna. Dia itu kayak hidup. Bisa diatas, bisa dibawah. Bulan itu sanggup tertutupi oleh matahari dan menghasilkan bulan sabit, ia rela setengah lebih tubuhnya tertutup karena ia tahu, akan ada waktunya untuk menampakkan seluruh cahayanya. Dan waktunya itu sekarang. Bulan purnama.
"Lun? Lo udah bangun?" suara serak dari Rascal—yang juga baru bangun tidur—terdengar oleh Luna. Dengan perlahan kepalanya menoleh kearah Rascal.
Kebiasaannya, merapikan rambutnya terutama bagian depan setelah bangun tidur.
"Lo dari kapan jagain gue? Kan lo juga sakit." Luna turun dari windowseat nya dan menghampiri wajah anak itu.
"Gue...dari kapan yaaa hoaammmm!"
"Tutup!" tangan Luna refleks menyentuh mulut Rascal yang menguap agar tertutupi. Sementara itu, Rascal kaget dengan reaksi mendadak Luna segera mengarahkan pandangan matanya ke tangan gadis itu.
Dan Luna kembali memutar malas bola matanya sambil melepas sentuhan itu.
"Lo belum jawab pertanyaan gue. Dari kapan lo jagain gue?"
Rascal memutar otaknya. Anak yang satu ini suka telmi kalau diajak berbicara setelah bangun tidur.
"Dari lo dikamar. Waktu lo gue anter ke kamar. Waktu lo mulai sakit. Waktu..."
"Ssstt iya udah cukup tau." Luna mengkodekan tanda diam dengan telunjuk di bibirnya.
"Oh iya, makasih Lun tadi udah jagain gue."
"Harusnya gue yang bilang makasih ke lo."
"Ya udah sama aja. Padahal gue cuma pengen cek lo perhatian apa enggak ke gue." Ucap Rascal sambil melambangkan simbol damai dengan kedua jarinya. Bibirnya melukiskan cengir kuda, membuat siapa saja gemas tak tahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
SISTERHOOD
Teen Fiction[Keaslian cerita ini hanya dipublish di https://www..com/user/Ichannisazhr selain itu adalah hasil copy paste, plagiat, dan menjiplak tanpa usaha.] Cinta. Apakah di dunia ini ada seorang yang benar-benar tahu apa arti 'cinta' yang sesu...