11 - KAPAN BERAKHIRNYA ? (1)

49 17 0
                                    

Karena kekhawatiran dapat merusak segalanya. -Sisterhood-

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~


LUNA POV

Malam ini, gue harus menghadapi sesuatu yang gue sendiri gak ngerti apa itu. Gue harus mikir bolak-balik untuk menemukan ujung permasalahan ini. Masalah yang diluar nalar manusia, masalah yang jauh dari perkiraan gue, gue kira segampang itu dapetin Rascal, taunya rumit.

Akhirnya gue mutusin melakukan sesuatu.

Gue keluarin liontin itu. Dan berdiri pasang badan di depan jendela.

"Ini yang lo mau?!"

Gue tau, semuanya langsung terfokus sama gue. Gue gak peduli, asal dia selamat.

"Ini kan? Liontin merah ini yang lo mau? Ambil!"

Gue langsung mecahin jendela itu pakai batu di bawah kaki gue, ukurannya lumayan besar. Lalu gue langsung lempar liontin itu kearah Tante Nita dan Rascal. Yang masih melongo, dan kehabisan kata-kata.

Tante Nita berhenti meraih Rascal, lalu berjalan kearah gue. Jujur gue takut, tapi gue harus berani."Oh, ternyata ada hama disini."

"Lun, turun bego! Lo gila?!" Panji menarik-narik baju gue.

"Kamu mau apa, manis? Mau mati? Sini, masuk." Dia mengibas-ngibaskan tangannya seolah mengajak gue untuk memasuki tempat itu.

Gue menggelengkan kepala. "Apa-apaan manis? Lo muji gue? Gak kena. Itu liontin udah gue kasih, kan? Masih gak puas? Lepasin dia."

Tante Nita mengaggukkan kepala. "Bukan kamu yang manis, darah kamu manis sekali. Selain itu, nyali kamu boleh juga, kamu mau dia bebas? Gak segampang itu, saya susah-susah mencari pendamping saya, kamu seenaknya mau ngambil dia? Harus ada gantinya."

"Darah? Apaan sih. Eh, lo yang seenaknya, dia gak sebodoh yang lo kira, jangan jadiin dia alat. Dan jangan perintah gue untuk cari penggantinya, gue gak suka di perintah."

"Kamu yang gak bodoh. Saya yakin, kamu dari tadi dengar
pembicaraan kami dari luar, saya tau kamu pasti mengerti arah pembicaraan kami condong kemana, kamu juga tau kan kalo dia lagi bingung harus milih kamu atau adik kamu? Kenapa kamu masih sempet-sempetnya mikirin dia yang bahkan gak mikirin kamu?," gigi nya lama-kelamaan berubah menjadi normal. Ternyata, gigi taring itu hanya muncul jika ia nafsu akan darah, atau jika ia marah.

"Gak usah ngomongin soal itu, gue gak suka. Kalo ditanya kenapa gue masih mau bawa dia pulang, jawabannya karena dia adalah sahabat gue dari kecil, gue jelas kenal dia, kalo gak ada dia, mungkin masa kecil gue juga gak akan sebahagia dulu. Lo gak sepantesnya ngerampas yang gue punya, gue gak mau liat lo, dengan enteng nya bikin dia jadi makhluk lain."

Tante Nita malah tertawa. "Kalau itu mau kamu, kamu tidak perlu melihatnya!"

Jendela yang bolong langsung ditutupnya, dan dikunci, gorden dikibaskan, lalu ruangan itu langsung gelap, gue kaget. Sekilat itu dia membuat hawa hidup disana jadi sunyi. Semua cahaya didalam, kemana semuanya?

"Eh! Balikin dulu temen gue! Jangan pergi gitu aja!" gue cuma bisa teriak-teriak dari luar. Sementara Panji dan Sofi hanya melongo.

"Lun, mending kita balik, perasaan gue gak enak."

"Iya, kak. Ayo pulang, aku takut."

"Ah! Pulang kemana? Villa kita? Kalian lupa kalo villa kita cuma beberapa langkah jaraknya dari sini, sama aja, mau lo balik kek, disini kek, kalo dia niat nangkep kita, tetep aja kena. Deket kayak gitu."

SISTERHOODTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang