Dianty terduduk di kantin Rumah Sakit Restu Ibu. Ia menenangkan dirinya dengan meminum segelas es teh. Matanya sedikit membengkak setelah sebelumnya ia menangis di toilet perempuan.
"Gue gak nyangka, laki-laki yang mendekati sempurna ternyata bisa brengsek juga," ucap Dianty dengan tatapan lurus ke depan.
Tanpa ia sadari, Karel berada di belakangnya dan menatap Dianty penuh penyesalan.
"Dianty,"
Suara yang sangat Dianty kenal membuat darahnya berdesir, detakan jantung itu kembali dengan ritme yang lebih cepat. Ia cepat-cepat menghapus jejak air matanya lalu menengok ke Karel yang sudah duduk di sampingnya.
"Kenapa kak?" tanya Dianty dengan nada yang berusaha untuk dilembutkan.
Karel menghela nafasnya lalu memberanikan untuk menatap manik mata gadis berhijab di depannya ini, "Maafin aku, Dant. Aku gak tau apa-apa. Aku juga lupa kalau perintahnya Kiki itu bule kantin. Maafin aku, Dant. Aku tau aku brengsek. Aku tau itu. Bahkan, orang yang selama ini dekat sama aku pun gak aku tau kalau dia menaruh perasaan sama aku,"
Penuturan dari Karel membuat Dianty mengerjapkan matanya perlahan, ia tak percaya dengan apa yang didengarnya barusan.
"Kak.."
"Izinkan aku memperbaiki semuanya. Memperbaiki hati dan perasaan kamu. Aku tau, luka itu seperti kaca yang retak, jika hanya mengucapkan kata maaf itu tidak akan mengembalikan hati kamu seperti semula. Jadi, izinkan aku untuk masuk ke hatimu, memperbaiki semuanya," lirih Karel sambil memegang kedua tangan Dianty.
Dianty melepaskan genggamannya, "Kakak salah. Aku gak pernah menaruh perasaan itu-"
"Kamu bohong!" potong Karel cepat.
"Mata kamu menjelaskan semuanya," lanjutnya.
Ya, Dianty lemah. Mata memang tak bisa berbohong. Apalagi dengan orang yang berhasil mengambil perhatiannya.
"Tapi kak, jangan dipaksa. Ini resiko aku untuk suka sama kakak. Ini resiko hati aku. Jadi, biarkan aku merasakan semuanya,"
"Tapi sayang, kakak gak mau kamu merasakan sakit itu sendirian," tukas Karel lalu menangkup kedua pipi Dianty dengan tangannya.
"Tuntun kakak menuju hatimu. Biarkan semuanya kakak perbaiki. Kakak akan berusaha untuk menjadi yang terbaik untuk kamu,"
"Kakak tau? Semua tidak akan berjalan lancar jika dipaksakan," ucap Dianty dengan mata yang mulai memanas.
Karel menggeleng, "Kakak tidak mulai semua dari 0, Dant. Kakak sudah menaruh perasaan kepadamu sejak 1 tahun yang lalu. Ya, kakak tau kakak pengecut. Gak berani ngungkapin semuanya dulu. Karena semata-mata kakak gak mau hubungan kamu sama Raffy putus," jelas Karel lembut sehingga membuat air mata Dianty berjalan mulus keluar dari rumahnya.
Karel langsung menarik Dianty dalam pelukannya, "Maafin kakak, dan beri kakak kesempatan kedua. Kakak mohon,"
Dianty melepaskan pelukan itu lalu mengangguk pelan sembari tersenyum.
'Semoga ini bukan dare lagi,' batin Dianty.
***
"Gila tuh orang ya, cewek yang dia suka malah dimainin gitu. Gak tau kali perasaannya cewek itu sensitif. Dibaperin dikit, ya you know lah," oceh (namakamu) lalu memasukkan potongan wafer ke mulutnya.
"Iya tau kak, gue kira tadi dia mau nembak Kak Danty, eh taunya dia malah ngucapin dare. Gila parah. Untung gak gue tendang tadi ke rumah sakit jiwa," timpal Kiki dengan wajah kesalnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Victim of Feeling [Completed]
Fanfiction'Penyesalan Selalu Datang Terakhir' Mungkin, salah satu quotes itu sesuai dengan ceritaku saat ini. Ceritaku dengan dia. Dia yang berhasil membuatku jatuh dalam pesonanya. Dia yang berhasil membuatku menjatuhkan perasaanku kepadanya. Tapi, sayang. D...