Kediaman Herry Hernawan, 20.05
"Teh, bisa tolong ambilkan map kuning ayah di laci kamar gak?"
Fildza yang merasa namanya dipanggil langsung menoleh dan mengiyakan perintah ayahnya. Ia meninggalkan aktivitasnya menonton televisi dan bergegas menuju kamar ayahnya.
Sesampainya ia di kamar ayahnya, ia mengerutkan keningnya, laci mana yang dimaksud ayah? Pikirnya. Di kamar ini bukan hanya 1 atau 2 laci saja, tetapi ada belasan laci. Fildza pun mulai mengecek satu persatu laci di kamar itu.
Laci pertama
Laci kedua
Laci ketiga
Hap
"Untung nih map cepet ketemu." Ucapnya.
Pada saat ia kembali melihat isi laci, ia melihat buku catatan berwarna merah maroon dengan logo pesawat di ujung kanannya.
"Apa ini? Buku diary? Ayah juga punya diary?" Tawa Fildza hampir meledak ketika mengetahui satu fakta baru jika ayahnya mempunyai diary.
Ia pun membuka lembar pertama diary itu dan menemukan selembar foto terselip disana.
Foto dua orang laki-laki berpakaian SMA sambil merangkul satu sama lain. Ia bisa menebak jika lelaki yang memakai kacamata adalah ayahnya, karena mata ayahnya sudah bermasalah sejak ia SMP.
"Ini siapa ya? Kayak pernah ketemu gitu." Gumam Fildza lalu membalik foto tersebut.
HH & DP
"HH pasti Herry Hernawan, DP? Entahlah, bayar DP kali ya." Gumamnya kemudian terkekeh pelan lalu membuka lembar selanjutnya.
Hanya berisi emotikon smile, Fildza menggelengkan kepalanya lalu mulai membuka lembar selanjutnya.
Foto lagi
Sepertinya orangnya masih sama, hanya pakaian dan muka mereka yang sedikit berbeda.
Dan Fildza baru sadar jika anak SMA tadi adalah Dimas Prasetyo, ayah (namakamu).
Dia Dimas Prasetyo
Sahabatku dari SMA
Dia sangat memotivasiku untuk menjadi seperti sekarang
Dia adalah partner terbaikku
Aku berharap, kita akan tetap bisa bersama mengarungi luasnya samudera
Meskipun ombak dan angin akan menjadi tantangan kita kedepannyaTertanda
Herry"Gila! Ayah puitis banget." Gumam Fildza sembari menggelengkan kepalanya.
Baru saja Fildza akan membuka lembar selanjutnya, ayah langsung meneriakinya dari luar. Karena rasa penasarannya yang masih tinggi, ia membawa diary ayahnya itu keluar kamar bersamaan dengan map ayahnya.
"Nih yah, Fildza ke kamar dulu ya." Ucap Fildza lalu menyerahkan map kuning kepada ayahnya.
Pak Herry tersenyum, "Makasih Audyku sayang."
Fildza terkekeh, "Sama-sama ayahku tersayang." Ucapnya lalu berjalan menuju kamarnya dengan membawa serta buku diary milik ayahnya yang sempat ia tinggalkan di lemari kecil dekat pintu kamarnya.
Fildza duduk di kursi belajarnya sambil membuka buku diary milik ayahnya itu.
Ia membuka langsung di pertengahan buku, dan terdapat foto Dimas disana dengan senyum menawannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Victim of Feeling [Completed]
Fiksi Penggemar'Penyesalan Selalu Datang Terakhir' Mungkin, salah satu quotes itu sesuai dengan ceritaku saat ini. Ceritaku dengan dia. Dia yang berhasil membuatku jatuh dalam pesonanya. Dia yang berhasil membuatku menjatuhkan perasaanku kepadanya. Tapi, sayang. D...