"Baal, liat mata aku!" ucap (namakamu). Sontak Iqbaal melihat (namakamu) dan betapa terkejutnya dia ketika melihat gadisnya telah sadar dan tengah tersenyum kepadanya.
"(Namakamu)?"
Iqbaal menatap (namakamu) tak percaya, lalu detik selanjutnya dia tersenyum dan memejamkan matanya sambil bersyukur.
(Namakamu) menatap dirinya sendiri dengan tatapan bingung. Berbagai alat-alat terpasang rapi di tubuhnya, tak lupa suara dari elektrokardiograf menyapanya sejak kesadaraannya kembali tadi.
"Baal, gue kenapa?"
Iqbaal menatap (namakamu), "Lo gak inget apa-apa?"
Dahi (namakamu) mengernyit seperti memikirkan sesuatu, "Terakhir yang gue inget cuma kepala gue terbentur sesuatu, denger teriakannya Kak Karel, sama liat lo sekilas,"
Iqbaal menegang, ia menelan salivanya susah payah. Apa gadis ini tahu bahwa dirinya lah orang yang sudah membuatnya seperti ini?
"Oh iya, Kak Karel kemana?" tanya (namakamu) sambil celingak-celinguk mencari keberadaan kakaknya.
"Dia tadi keluar sebentar," jawab Iqbaal.
(Namakamu) menatap Iqbaal beberapa detik lalu tersenyum, Iqbaal yang merasa ditatap pun membalas tatapan (namakamu) dengan tatapan bingung.
"Kenapa, (nam)?"
(Namakamu) menggeleng, "Makasih, sikap lo gak sedingin dulu lagi. Gue seneng, dengar lo tadi kangen sama gue," (namakamu) terkekeh pelan setelah mengucapkan kalimat itu.
"Tapi Baal, emang gue gak sadar berapa hari sih? Kok tadi gue denger lo habis nyelakain orang. Lo emang kenapa?"
Bersamaan dengan perkataan (namakamu), Karel dan Vina pun datang. Dan betapa terkejutnya Karel ketika melihat adiknya sudah sadar dan tengah berbincang dengan orang yang sudah ia masukkan sebagai orang yang ia benci.
Mendengar perkataan adiknya tadi dan melihat Iqbaal disana membuat emosi Karel menjadi tinggi.
"Dia yang sudah buat kamu kayak gini, dek," ucap Karel seraya berjalan mendekati (namakamu) lalu mencium keningnya beberapa detik.
(Namakamu) mengernyitkan dahinya, "Maksud kakak?"
Karel melirik Iqbaal yang tengah menunduk lalu kembali menatap (namakamu), "Iqbaal yang sudah nabrak kamu. Iqbaal yang sudah celakain kamu. Iqbaal yang sudah buat kamu kritis selama 2 minggu," ucap Karel dengan nada yang tak bersahabat disana.
Hati (namakamu) seperti diiris-iris. Paru-parunya seperti berhenti melakukan pertukaran oksigen. Jantungnya seperti berhenti memompa darah. Ia benar-benar membeku dengan perkataan kakaknya barusan.
(Namakamu) menatap Iqbaal sendu, "Baal, lo gak bakal ngelakuin begitu kan? Lo gak bakal nyelakain gue kayak yang Kak Karel bilang kan? Lo gak gitu kan, Baal?" tanya (namakamu) berusaha tak mengeluarkan bulir air matanya dan mengusir sesak di dadanya. Tapi, lelaki yang bernama Iqbaal tadi tak bergeming. Dia hanya diam saja.
"BAAL! JAWAB GUE! LO GAK BAKAL NGELAKUIN HAL GILA ITU KAN? BILANG KE GUE KALAU SEMUA ITU BOHONG, BAAL!" Desak (namakamu) sambil berteriak. Vina langsung menenangkannya dengan mengelus pelan lengannya. Ia tak tahu harus berkata apa lagi. Bahkan karena suara (namakamu) yang besar tadi membuat para perawat beserta Dokter Gab panik dan memasuki ruang inap (namakamu) dengan buru-buru.
Iqbaal menarik nafasnya perlahan, "Maaf (nam), semua yang diomongin Karel benar,"
(Namakamu) menelan salivanya, rasa sesak itu semakin menyerbunya bahkan ditambah dengan rasa sakit di kepalanya yang tiba-tiba menyapanya seolah sebagai salam perkenalan. Tak terasa air matanya pun mengalir deras.
KAMU SEDANG MEMBACA
Victim of Feeling [Completed]
Fanfiction'Penyesalan Selalu Datang Terakhir' Mungkin, salah satu quotes itu sesuai dengan ceritaku saat ini. Ceritaku dengan dia. Dia yang berhasil membuatku jatuh dalam pesonanya. Dia yang berhasil membuatku menjatuhkan perasaanku kepadanya. Tapi, sayang. D...