Chapter 22 - Bimbang

1.2K 91 0
                                    

Kediaman Dimas Prasetyo, 18.32

Ting nong

"Kakak! Ada orang di luar!" teriak Bu Irina dari dapur. (Namakamu) yang kebetulan berada di ruang keluarga langsung melesat menuju pintu utama.

Tubuhnya menegang saat membuka pintu itu, ia merasa tubuhnya tidak bisa digerakkan sekarang.

"(Nam), please gue mau ngomong. Kasih gue kesempatan lagi,"

(Namakamu) menghela nafasnya lalu mengalihkan perhatiannya ke lain arah, "Maaf Baal, gue belum bisa kasih kesempatan itu,"

"(Nam), please gue-"

Pembicaraan Iqbaal terputus ketika (namakamu) membanting pintunya. Ia tau kekecewaan (namakamu) padanya. Jadi sekarang?

Iqbaal mengusap wajahnya kasar, ia rasa tak ada gunanya berdiam diri disini. Gadisnya tidak akan menanggapinya.

Saat Iqbaal memutuskan pulang dan berjalan keluar teras (namakamu), ia berpapasan dengan Karel yang menatapnya dingin penuh kebencian.

"Mau ngapain lo disini?" tanya Karel dingin.

"Gue ada urusan sama (namakamu)," jawab Iqbaal.

Karel hanya diam dan melanjutkan langkahnya ke pintu utama rumah itu. Sedangkan Iqbaal sudah menaiki motornya dan menjalankannya.

"Tuh anak ngapain coba? Gak puas ngecewain adek gue?" rutuk Karel kesal lalu memencet bel rumah.

"Apa lagi sih, Baal? Lo gak puas sama jawaban gue?"

Karel menyentil kening adiknya pelan, "Woy gue bukan Iqbaal,"

(Namakamu) meringis, "Uh, pake kekuatan apaan lo kak? Sakit ih,"

Karel terkekeh lalu merangkul (namakamu) masuk ke dalam rumah setelah menutup pintu.

"Tadi Iqbaal ngomong apaan?" tanya Karel yang saat ini tengah duduk di ruang keluarga.

(Namakamu) menghempaskan tubuhnya di samping Karel, "Au. Pokoknya dia minta kesempatan gitu. Au ah gak ngerti gue,"

Karel mengangguk lalu mengganti channel televisi yang ada di depannya, "Bunda mana?"

"Ada di dapur,"

"Yaudah, gue samperin dulu ya. Dah," ucap Karel sambil mengacak-ngacak rambut adiknya yang sudah tak terbalut jilbab lagi. (Namakamu) hanya mengangguk dan fokus dengan acara televisi di depannya.

"Bunda," sapa Karel dan memeluk bundanya dari belakang, dagunya ia tempelkan di pundak kiri bundanya.

Bu Irina pun tersenyum, "Hei, kapan datang, sayang?"

"Baru aja, bun," sahut Karel lalu mencium pipi kiri bundanya dan duduk di kursi makan.

"Oh iya, udah pamit belum sama mama papa? Jangan-jangan kamu kabur lagi," tebak bundanya dan membuat Karel terkekeh.

"Enggaklah bun, mama sama papa ke kondangan 1 jam yang lalu. Karena Karel malas di rumah sendirian, jadi Karel kesini deh,"

Bu Irina menggelengkan kepalanya sambil tersenyum, "Yaudah deh terserah kamu, nginap gak?"

Karel melirik jam tangannya, "Gak tau deh bun, liat keadaan aja nanti,"

"Oh iya, Kiki udah pulang, bun?" tanya Karel.

"Iya, itu di kamarnya," jawab bundanya. Karel pun pamit ke kamar Kiki.

Ceklek

"Woy! Game mulu lo!" ucap Karel sambil melemparkan bantal sofa ke Kiki yang asyik memainkan game-nya.

Victim of Feeling [Completed]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang