proses

1.8K 57 0
                                    

Author POV

Pernikahan memang sudah di tentukan oleh kedua keluarga, pernikahan itu akan berlangsung dengan mewah nantinya.

Anita yang sedari tadi cuman guling-guling di kasur tak bisa tidur dibuatnya, entah apa yang membuat Anita tak bisa tidur malam ini. Hatinya merasa senang ketika ia akan di nikahkan dengan anak sahabat mama dan sekaligus papanya, merasa cemas karena hari pernikahannya dua Minggu lagi, merasa takut jika nanti ia tak bisa menjadi istri yang sempurna bagi suaminya kelak.

Pemikiran itu selalu menghantui fikirannya, membuat dia tak tenang. Membayangkan apakah ia akan bahagia dengan calon suaminya nanti, bagaimana kalau dia tidak bisa membahagiakannya nanti. Bagaimana kalau pas di hari pernikahannya hal itu terulang lagi? Bagaimana.... Ah terlalu banyak bagaimana.

Malam ini fikirannya di ganti oleh bayangan wajah calon suaminya dan juga pertanyaan-pertanyaan yang yang menghantui fikirannya.

                               ***

Anita POV

Ah.. kenapa aku tiba-tiba tidak bisa tidur begini? Kenapa aku masih membayangkan acara lamaran tadi?. Oh tidak ada apa denganku.

Karena aku merasa gelisah, aku beranjak dari tempat tidur menuju kamar mandi dan menunaikan sholat tahajud. Berdoa kepada sang maha kuasa agar menenangkan hati yang terasa campur aduk ini. Selesai sholat hatiku sedikit tenang, tapi entah kenapa pertanyaan yang lain lewat difikiranku. Apakah aku sudah benar memilihnya menjadi suami ku? Ah kenapa ini.. kenapa tiba-tiba ada saja yang ingin menggoyahkan keyakinan ku.

"Astaghfirullah... Mending tidur saja sambil bawa zikir..."gumamku dan langsung merebahkan diri ke kasur.

Keesokan harinya :

Pagi yang cerah membawa kebahagiaan bagi semua orang. Tapi bagiku tidak, kenapa? Karena ini adalah hari-hari terakhirku sarapan di rumah ini bersama mama dan papa.

"Pagi mama.. pagi papa..." Sapaku saat mereka sedang duduk di meja makan sambil menungguku turun.

"Selamat pagi sayang" jawab mama

"Selamat pagi cantiknya papa.." jawab papa.

Aku duduk dan menyantap makanan dengan hening.

Papa yang sedari tadi berbicara memberikan arahan kepadaku tidak aku acuhkan malah aku menangis.

"Nanti kamu kalau udah jadi istri jangan ngebantah ucapan suami ya, jangan buat marah suami, berikan dia pelayanan yang bagus, buat dia rasa nyaman ketika dekat kamu, ketika kalian bertengkar selesaikan dengan kepala dingin. Ingat kalau suami murka istri di surganya bidadari ya akan murka juga kepadamu. Anita.. loh kok nangis?" Tanya papa

"Papa... Hiks... Hiks.. Hiks.. ini detik-detik hari terakhir Anita makan satu meja dengan mama dan papa..." Ucapku sedih

"Oh anak papa.. sini papa peluk dulu... Denger ya nak... Kamu bisa kapan saja makan satu meja dengan papa... Tapi gak sesering sekarang.. kamu bentar lagi akan punya suami.. gak mungkin kamu tinggalin suami kamu sarapan sendirian... Itu gak boleh oke.. udah jangan nangis ya.. masak ibu CEO nangis sih?" Goda papa

"Ah.. papa..." Sambil memeluk papa.

"Sudah-sudah ayo sayang kamu berangkat pak Ujang udah siap tuh anterin kamu.." kata mama

Seperti biasa ritual pagiku memeluk mama dan papa, mencium pipi dan mencium punggung tangan keduanya. Itu sudah biasa bagiku, tapi sebentar lagi aku akan jarang mencium punggung tangan mereka, karena aku akan mencium punggung tangan suamiku Sendiri.

"Mama.. papa.. aku pergi dulu ya.. Assalamu'alaikum..." Pamitku.

"Wa'alaikumsalam..." Jawab mereka.

Cinta Dalam DiamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang