Move Away

35 3 0
                                    

Minggu pagi cerah di Campbellton. Sepi, tapi setidaknya suara televisi menyiarkan berita yang cukup membuat ramai, setidaknya satu ruangan dapur.

  "Aku tidak menyangka kau bangun sepagi ini,"

  Elicya menengok asal suara itu. "Lalu, aku salah untuk bangun jam enam pagi?"

  "Tidak. Aku senang kau bangun pagi hari ini. Setidaknya tidak seperti kemarin, seperti kerbau bermalas-malasan di depan televisi."

  Elicya tersenyum masam. "Ya aku lebih berniat bermalas-malasan kemarin. Tapi tidak untuk hari ini."

  Tracy duduk di kursi meja makan. "Ya aku turut lebih baik melihatmu seperti ini."

  Elicya membalikkan badannya dari kompor dan memegangi sebuah teflon dengan roti di atasnya. "Aku memutuskan berubah hari ini."

  "Berubah?"
  "Ya aku benar-benar harus bisa melupakan Daviel. Ia memang bukan teman yang baik bagiku."
  Tracy menatap Elicya lebih serius. "Tidak Ely. Dia baik. Kau tidak boleh melupakannya. Ia punya hal baik yang ingin kau sampaikan Ely,"

  "Tidak. Apalagi kau ingin menjadikannya dia pacar bukan? Aku tidak mau menjadi seorang pengganggu pula di hadapan kalian,"

  Tracy menelan ludah. "Oh ayolah Ely. Justru kalianlah yang harus berpacaran,"

  "Kalau begitu, kau memeluknya dan mencium pipinya kan kemarin malam?"

  "M.. Iya aku menciumnya," sahut Tracy agak gugup. "Tapi itu hanya sebatas..sebatas,"

  "Sudah tak perlu melanjutkan Tracy. Aku tahu, kau mencintainya, sedangkan aku tidak. Lebih baik aku pergi menjauhi Daviel daripada harus mendekat kepada dirinya lagi,"

  Tracy mendekatkan mukanya lebih serius lagi. "Aku menciumnya hanya sebatas terima kasih saja. Ini lebih awam bukan seperti pertemuan teman-teman sekolah?"

  "Aku tahu kau ingin mencium bibirnya semalam," Elicya bangkit dari tempat kursi ia duduk. "Aku sudah menyiapkan roti goreng dan kau tinggal memakannya. Aku ingin mandi dahulu," ucapnya meninggalkan dapur.

 
  Tracy menatap Elicya yang menjauh dan melangkah menuju lantai dua, tempat kamarnya. Ia tak menduga apa yang diucapkan adiknya tadi. Dirinya persis apa yang dikatakan dia. Tracy memang benar-benar ingin mencium bibir Daviel semalam, untuk membuktikan dirinya mencintai Daviel, tapi ia tahu, dia bukan siapa-siapa Daviel, apalagi dirinya baru bertemu beberapa kali dengan laki-laki itu.

  "Sial."

                                    *****

  "Daviel, aku butuh dirimu sekarang,"

  "Apa yang terjadi Tracy?"

  "Kurasa ia tidak ingin berteman dengan dirimu lagi. Ia berbicara itu tadi pagi,"

  "Apa? Apa yang kau lakukan sehingga ia berkata seperti itu??"

  Tracy menyender pada pagar balkon kamarnya. "Aku tidak melakukan apapun Daviel. Ia langsung membicarakannya saat ia menyiapkan makanan tadi pagi."

  "Memang apa yang ia sebutkan? Aku tidak yakin hal itu bisa terjadi tanpa sesuatu hal terjadi sebelumnya,"

  Tracy menarik nafas. "Kau ingat semalam?"

  "Ingat. Aku mengantarmu pulang."

  "Bukan itu,"

  "Kau menciumku di pipi?"

  Tracy terdiam.

  "Aku tidak mempermasalahkan hal itu. Memang Elicya melihatmu menciumku?"

  "Kurasa iya. Tapi ia berkata, aku menciumnya semalam karena aku sayang padamu,"

  "Apa yang kau ucapkan tadi?"

  "Oh maaf. Ya.. aku menciummu semalam hanya tanda terima kasih saja. Itu tidak masalah bukan?"

  "Tidak. Lalu mengapa ia berpikiran jauh sampai kata-kata itu keluar tadi pagi?"

  "Ia berpikir kalau aku ingin mencium bibirmu, karena aku mencintaimu. Tapi tidak Daviel,"

  "Oh. Aku juga tidak percaya hal itu terjadi. Tapi kurasa ia sebenarnya cemburu melihat hal itu, dan sebenarnya tidak mau kehilangan diriku sepenuhnya,"

  "Ya... bisa saja ia seperti itu, dia ternyata punya rasa cinta pada dirimu,"

  "Tapi aku ingin bertanya kepada dirimu."
  "Apa?"
  "Kau mencintaiku??"

  Tracy kembali terdiam. Ponselnya ia sedikit jauhkan dari telinganya. Ia tercengang Daviel menanyakan hal itu. Dirinya mencintai Daviel, tapi ia tidak mungkin berkata kepada Daviel itu langsung, karena ia sendiri juga harus memperbaiki hubungan laki-laki itu dengan Elicya.

  "Halo Tracy? Kau tidak membuang ponselmu ke toilet bukan?"

  "Oh maaf. Aku..  aku menutup pintu tadi. Aku takut orang lain mendengar pembicaraanku dengan dirimu." Tracy panik dan mencari alasan menyembunyikan pikirannya tadi.

  "Memang ada siapa dirumahmu?"
 
  "Tidak ada siapa-siapa. Aku hanya sendiri, masih berpakaian tidur. Elicya sedang pergi berenang bersama teman-temannya. Jadi aku sendiri."

  "Oh syukurlah. Kukira ada Elicya disana, dan mendengar pembicaraan kita berdua."

  Tracy tersenyum di balik telepon ponselnya. "Lagipula aku tidak mungkin menelponmu jika ada orang dirumah."

  Daviel tertawa dari balik teleponnya. "Beralasan saja kalau ini telepon dari operator ponsel,"

  "Haha. Aku tidak berpikir itu sebelumnya. Tapi ya... aku sedikit berat untuk mengembalikan hubunganmu dengan Elicya sekarang."

  "Ya kurasa kalau memang tidak ada kesempatan lagi, kuharus melupakan dirinya juga. Tapi aku bukanlah sahabat yang mudah menyerah. Aku yakin masih bisa memperbaikinya,"

  Tracy kembali tersenyum. "Aku harap kau tetap semangat untuk terus mendekatinya."

  "Siap Tracy. Kurasa aku harus tutup teleponnya sekarang. Aku harus berangkat ke kota untuk mengantar stok ternakku lagi."

"Oke Daviel."

  "Kau bisa menelponku lagi kapan-kapan untuk berbicara denganku. Aku tidak keberatan."

  "Siap."

  "Asal kau tidak menelponku jam dua pagi."

  Tracy terkekeh. "Aku juga terlelap seperti di mobil kemarin malam jam dua pagi Daviel,"

  "Oke. Aku akhiri telepon dulu ya,"

  "Siap Daviel."

  Tracy menurunkan ponsel dari telinganya. Panas ponselnya dibuat untuk menelpon Daviel.

  "Kurasa ia melupakan pertanyaan mencintainya tadi." gumam gadis itu meninggalkan kamarnya.

Approval Of Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang