Friend Marriage

27 3 0
                                    

Sabtu 25 Juni 2016

  "Kuharap Daviel tidak datang. Aku membencinya ia datang sekarang. Aku tidak mau ia kembali bersamaku dan diucapkan sebagai sepasang kekasih, pacar, atau tunangan, sesuai sebutan Raine minggu lalu."

  Elicya memandang sekitar ruang tempat pernikahan. Belum ramai, karena ia datang lebih awal sebelum pernikahan teman masa SMAnya itu dimulai.

  Dan oh, sial. Ia datang hari ini. Kuharap ia tahu apa maksud ekspresi yang akan kuberikan, yaitu : kode menjauhiku.

  Daviel melangkah masuk dengan santai. Tampilannya biasa saja, dengan setelan pakaian kesukaannya. Kemeja batik bercelana kaos bahan, dan sepatu pantofel ringan. Tampilannya sangat berbeda dengan orang lain, karena memakai gaya khas Indonesia itu, tapi nampak elegan, dan sesekali orang menatapnya seperti sangat tertarik untuk dipandang.

  Ia lalu sedikit memojok di sudut ruangan. Ini dirinya, introvert, tidak suka bergaul dengan orang.

  'Lebih baik ia diam daripada melihatku.' gumam Elicya dalam hatinya, sambil menatap Daviel yang mengeluarkan ponselnya, dan sengaja menyibukkan dirinya dengan gawai yang ia pegang.

  Sesekali beberapa kumpulan perempuan menyapanya. Oh, kurasa ia menjadi cukup populer dengan ketampanannya yang bagiku, biasa.

  "Sibuk memerhatikan pacarmu Ely?"

Elicya kaget dan mundur beberapa langkah dari tempat ia berdiri. "Oh tidak-tidak Raine."

  "Kunjungi dia sebelum ia direbut perempuan lain," gurau Raine dengan senyum lebarnya.

  Elicya menghela nafas. "Aku tidak perlu mendekatinya sekarang."

  "Dan aku berdoa kau dekat dengan dirinya nanti." lanjut Raine bertahan untuk tersenyum.

  "Aku bisa mencelupkan kepalamu ke panci itu jika kau berceloteh itu terus," tengok Elicya pada sebuah stand sup.

  "Aku hanya bercanda Ely."

                                    ******

  Daviel tidak begitu populer disini, sebab pergaulannya yang begitu tertutup dengan masa SMA. Meski banyak perempuan yang menyapanya, dan untuk kali ini Daviel menyapanya dengan ramah, dan sesekali menanyakan sesuatu. Tapi apa yang dipertanyakan, itu bukan urusanku.

  Elicya menatap lagi Daviel yang melangkah mengambil segelas air, tak jauh dari dirinya. Tatapannya sangat serius terhadap laki-laki itu, dan bersiap mencari celah, jika laki-laki itu melihatnya, ia bisa kabur.

  Oh astaga. Laki-laki itu mendekat. Kuharap ia tidak menyadari, apalagi ia hanya fokus mencari jalan diantara keramaian pesta, untuk kembali ke posisinya di pojok ruangan.

  Lelaki itu melintas di depan Elicya. Elicya menggigit bibirnya yang merona. Daviel melintas tanpa menatap dirinya. Oh Tuhan, selamatkanku dari sosok didepanku...

  "Daviel!"

  'Lebih baik aku menjauh tadi dari Raine.'

  "Oh hai hujan,"
  "Mungkin kau hanya mengingat nama lainku semasa SMA," Raine tertawa. "Aku senang kau datang kesini Daviel."

  "Tentu." jawab Daviel tersenyum. "Setidaknya aku bertemu teman-teman yang dulu juga kadang kubergaul."

  Elicya mengalihkan pandangannya dari laki-laki itu, dan membiarkan Raine bersama Daviel asyik berbicara.

  "Tentu. Aku juga bertemu dengan beberapa perempuan dan laki-laki yang pernah sekelas dengan kita. Termasuk dirimu."

  Daviel terkekeh. "Ya.. setidaknya momen ini jarang terjadi, karena ini seperti reuni, tapi dalam bentuk pernikahan."

Approval Of Love (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang