Hujan sudah berhenti di Campbellton Rd. Tidak berlangsung lama, hanya membasahi tanah. Nampak garang karena petir dan angin, tetapi hanya sebentar.
Elicya dengan langkah cukup cepat melangkah masuk ke kamarnya. Ia tidak mau wajahnya yang masih berbayang menangis itu dilihat ibunya. Ia tidak suka berbohong kepada ibunya, jadi lebih baik menghindar.
Ia meraih gagang pintu, menyalakan lampu lalu meletakkan tas kecil yang ia bawa di meja kerjanya. Dengan agak membantingkan tubuhnya, ia berbaring di kasur."Aku tidak cinta dia. Aku benci dia. Aku harus lupakan dia. Ia bukan teman sejati. Ia berteman hanya untuk memilikiku saja," gerutunya dalam hati.
Ia memandang sekitarnya. Pandangannya tertuju pada meja kerjanya. Meja dengan rak buku disampingnya, koleksi novel-novel yang begitu banyak, laptop yang biasa ia pakai untuk membuat naskah, tas yang baru saja ia letakkan, dan...
Elicya bangkit lagi dari kasurnya. Ia memandang sekitarnya lagi, kecuali meja kerjanya. Ia berkacak pinggang, dan mata berputar-putar mencari kardus bekas. Dan ia menemukannya terselip dibalik lemari baju. Kardus televisi. Menguntungkan sejak ia membeli televisi itu minggu lalu.
Ia melangkah menuju meja kerjanya. Tanpa banyak bicara, ia mengangkat beberapa bingkai yang terpajang. Ia tidak peduli dengan fotonya. Sesekali ia menggesernya dengan kencang ke dalam dus.
Pintu sedikit terbuka. Kakaknya melintas, yang hendak masuk ke istana tidurnya yang terletak diseberangnya.
"Sedang apa kau Ely?" tanya kakaknya dari sisi pintu yang sedikit terbuka.
Elicya kaget dan kikuk menjawab pertanyaan kakaknya. "Oh.. ya ... aku membereskan beberapa bingkai ini, setidaknya malam ini aku ingin menata ulang mejanya," ucapnya sambil mengangkat kembali bingkai yang ia geser ke dalam dus, dan meletakkannya di atas meja kerjanya.
Tracy mengangguk. "Ini sudah jam sembilan lewat Ely. Terlalu malam untuk merapikan meja itu. Kenapa tidak besok saja? Bukannya besok Sabtu?"
Adiknya menggeleng tak acuh. "Kalau begitu, bukannya juga terlalu malam untuk berendam di bathtub atau hujan-hujanan dibalik shower?" balik sindir Elicya.
"Kalau terlalu malam aku tidak usah mandi. Selesai." Tracy santai menjawabnya.
"Jorok!"Elicya mendorong pintu dan menutup rapat, menutup pula percakapan singkat dengan kakaknya. Ia tidak peduli sekarang, yang penting bingkai foto dirinya bersama Daviel disini harus dimusnahkan.
"Terserah kau Ely," teriak Tracy dari balik pintu.
Elicya mengabaikan kakaknya. Ia kembali lagi memasukkan bingkai-bingkai yang penuh kenangan yang harus dihapus.
Meja kerjanya bersih. Tanpa bingkai, kecuali bingkai foto dirinya sendiri. Ia berkacak pinggang lagi memandang bersihnya meja yang menjadi tempat kerja keduanya itu.
Bingkai-bingkai yang ia masukkan merupakan bingkai kenangannya bersama Daviel. Sama halnya dengan galeri ponsel, di foto-foto yang dipajang ada dirinya bersama Daviel, entah itu sedang merasakan dinginnya salju kota Atlanta, berpanas-panasan di pantai Miami, ataupun disaat mereka memancing bareng di danau. Foto itu punya seribu kata untuk ia ceritakan, tapi itu dulu. Yesterday was yesterday, now is now. Don't look back. But look at the next.Ia meraih lakban di laci mejanya. Ia melakban sampai tertutup benar-benar rapat dan sulit dibuka oleh tangan, meski cutter bisa menjebolnya.
Kardus berisi bingkai yang tidak diperlukan itu ia geser dibawah kasurnya. Ia tidak membuka gudang malam ini juga, sudah pasti akan membuat gaduh seisi rumah. Apalagi kakaknya, entah mandi atau tidak. Jika mandi, ia bisa leluasa pergi ke gudang. Tapi kalau malam seperti ini, rasanya gudang seperti ruangan berhantu.
"Selesai. Teman itu bukan temanku lagi sekarang." gumamnya sambil tersenyum kecil.
♧
Ponselnya berdering begitu kencang saat mukanya penuh dengan sabun cuci muka. Seperti hantu.
"Sial, aku lupa mematikan ponselnya. Peternak gila itu pasti menelpon lagi."
KAMU SEDANG MEMBACA
Approval Of Love (Completed)
Literatura Kobieca"Kita adalah teman, bukan pacar" Bukan friendzone, melainkan parentzone! Elicya dan Daviel. Bersahabat 16 tahun membuat orangtua mereka untuk menjadikan menjodohkan sepasang sahabat ini, meskipun keduanya berpegang teguh, tidak mau berpacaran. Lal...