4. Dharmayasa Goes to Jogja

123 11 0
                                    

Di bab ini mungkin akan cukup panjang. Karena aku akan menceritakan perjalanan study tour ke Jogjakarta pada saat aku SMA dulu. SMA Dharmayasa, sekolah yang biasa biasa saja, dengan toilet super bau.

Sekitar awal bulan Mei, semua kelas sebelas Ipa maupun Ips berlibur ke Jogja. Aku sangat antusias hari itu, karena aku yakin sekali ini pasti akan menyenangkan. Bermalam di bus, ke Malioboro, ke pantai dan masih banyak lagi. Aku tak sabar kami semua berangkat ke sana.

Saat aku masuk ke bus tiga, sudah ada keempat sahabatku yang duduk bangku paling belakang.

"Lo duduk dimana?" tanya Gibran dari belakang. Aku menoleh, dan kulihat dia sedang memasukan tas ke bagasi atas mobil bus.

"Gue dibelakang" jawabku. Lalu aku meneruskan langkahku dengan perlahan. Melewati bangku demi bangku. Dan kulihat perempuan memakai kaos biru tua itu sedang duduk sambil mendengarkan musik lewat Headphone. Kulirik sejenak wajah tenangnya itu, lalu sepertinya ia sadar bahwa aku sedang memperhatikannya.

"Kenapa?" tanyanya sambil menatapku malas. Aku hanya nyengir saat itu.

"Hehe... Emang sekarang liat Ravenna Alessandria Adline itu bayar?" tanyaku. Dia menatap sinis, lalu memasangkan headphonenya kembali. Tak ada senyuman seperti perempuan berikan untukku, Adline beda, dia selalu menatap tajam, cemberut, menggerutu, dan sebagainya. Tapi itu yang membuatku percaya, bahwa Adline lah yang memang sudah bisa aku kategorikan perempuan yang aku cintai saat itu, walaupun sampai sekarang.

Aku sampai di barisan bangku paling belakang. Langsung saja kusimpan tas di tempat penyimpanan barang barang yang ada di atas.

"Lo ngapain?" tanya Kiki saat itu dengan wajah nyolot.

"Tau nih orang! Caper." tambah Zed menghina. Memangnya dia kurang caper apa? Bahkan gulingan gulingan di lapangan pun ia lakukan hanya untuk diperhatikan orang atau lebih tepatnya dipandang idiot oleh semua orang.

"Caper apa ganteng ayo?" tanyaku. Jordan menendang tulang keringku.

"Ah! Kotor nih celana gue." aku membersihkan kotoran dari sepatu Jordan.

Dan beberapa menit kemudian. Bus tiga sudah jalan. Perjalanan kami sedikit terhambat karena macet, ada pembuatan ring road di pusat kota. Tapi semua itu tak terasa karena di bus tiga semuanya beraktivitas seperti karaoke dan bercanda lalu sebagainya.

Sekitar jam delapan malam kami baru sampai Cirebon. Dan sepertinya semuanya sudah kelelahan beraksi. Aku pun duduk saja sambil melihat ke samping yang menampilkan kelap kelip lampu. Tiba tiba dari arah depan ada perempuan yang datang dengan langkah tak beraturan dan ia membawa selimut yang disediakan oleh travel. Siapa lagi kalau bukan Nana.

"Nih ngapain lagi nih Banana?" gerutu Kiki. Banana adalah nama panggilan sayang kami untuk perempuan repot itu.

"Eh Dan!" dia mengguncang guncangkan tubuh Jordan yang sedang tidur disampingku. Saat merasa terusik, Jordan membuka perlahan matanya. Lampu yang hanya dinyalakan beberapa membuat bus redup, karena memang ini waktunya istirahat.

"Kamu ngapain kesini?" tanya Jordan dengan suara khas bangun tidur. Biarpun gila dan sebagainya, Jordan adalah lelaki yang kalau sudah sayang susah berpaling. Biarpun Nana itu manja, ngeselin, bawel, repot, suka nyuruh nyuruh. Tapi Jordan seakan sudah tak bisa menemukan perempuan lain yang bisa menggantikan Nana. Aku salut dengan Jordanial Tirta.

"Tau lo, nanti aja si! Masih sore sekarang mah" sambarku yang pasti Diana tak mengerti apa maksudnya. Tapi Kiki langsung terkekeh.

"Gak mau disana ah! Masa pada gitu." ucapnya dengan nada manja membuatku jijik.

Say you won't let goTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang