"La, cepetan. Itu taksi sudah di bawah." Aku meringis begitu mendengar teriakan Gery dari ruang tengah. Jemariku bergerak semakin cepat untuk menyatukan helai demi helai rambutku dan mengikatnya dengan ikat rambut berwarna putih. Untuk urusan airport style, aku dan Gery memiliki selera yang sama. Berpakaian sporty dengan menggunakan kaos yang dilapisi dengan jaket bomber dan dipadukan dengan celana jeans serta sneakers. Mengherankan memang mengingat kami terlalu mengurusi penampilan untuk berpergian menggunakan pesawat. Bahkan, aku dan Gery sama-sama terkejut waktu pertama kali melihat kostum satu sama lain yang dikenakan ketika bertemu di bandara untuk merantau bersama.
Pagi ini aku menggunakan kaos berwarna putih yang dilapisi dengan bomber berwarna cokelat tua dan celana jeans berwarna senada dengan kaosku serta kali ini aku memilih untuk menggunakan sepatu keluaran Adidas yang berwarna putih dengan tiga garis hitam di setiap sisinya.
Usai dengan rambutku, aku menilik kembali wajahku yang dipoles dengan bedak tipis serta lipbalm untuk sekadar melembapkan bibirku. Tanganku bergerak meraih backpack yang berisi pakaian dan perlengkapan lainnya yang akan kugunakan selama berada di kampung halamanku.
Begitu membuka pintu kamar, aku dihadapkan dengan raut masam Gery. Aku hanya mampu memberikan cengiran tanpa dosa dengan harapan agar dirinya hanya menghela napas tanpa ada omelan untuk keterlambatanku.
Sangat disayangkan penampilan keren dari laki-laki tampan dihadapanku ini harus ternodai dengan wajah tertekuk itu. Kaos berwarna cokelat tua yang dilapisi dengan bomber berwarna hitam serta celana jeans dan sneakers yang berwarna senada dengan kaosnya terlihat begitu pas di tubuhnya. Wajah tampan dan tubuh proporsional laki-laki di hadapanku ini memang akan terlihat keren meski hanya menggunakan kaos oblong dan boxer. Ya walaupun sampai detik ini aku tidak pernah melihatnya hanya menggunakan boxer. Sedekat apa pun kami, dalam hal pakaian kami tidak akan menampilkan sesuatu yang minim pada masing-masing.
"mianhaeeeeeee" Mataku mengedip manja sepanjang jalan menghampirinya yang sudah berdiri dari sofa cokelat kesayanganku.
"Seingatku, kemarin aku sudah melarangmu menggunakan ransel dan menyuruhmu untuk menggunakan koper." Ketus Gery seraya mengambil alih tas yang berada di tanganku, menaruh di pundaknya dan menggeret koper miliknya menuju pintu apartemenku. Bibirku mengerucut seketika mendengar omelannya. Ada-ada saja yang akan dikomentarinya dari diriku.
...
"Ger.. Aduh." Aku meringis begitu lututku menghantam keras lantai bandar udara Halim Perdanakusuma ini. Sejak turun dari taksi Gery langsung buru-buru mengambil tasku dan kopernya di bagasi dan berjalan terus tanpa menungguku seolah aku adalah makhluk tak kasat mata. Entah apa yang dikejar laki-laki itu, setahuku pesawat yang akan membawa kami ke Pekanbaru take off-nya masih sekitar satu jam lagi.
Aku membenarkan tali sepatu yang terlepas yang menjadi penyebab kejatuhanku hingga disaksikan banyak pasang mata yang berseliweran di terminal keberangkatan domestik ini. Bukan hal yang biasa, jatuh dalam posisi berlutut dengan usia setua ini, meski badanku lebih kecil dari ukuran yang seharusnya untuk wanita seumuranku tetapi siapa pun pasti tahu kalau aku setidaknya sudah memiliki KTP yang berarti sudah sepantasnya tidak melakukan hal-hal yang memalukan seperti ini.
Tidak adakah kejadian seperti di film? Dimana ketika wanita terjatuh, kemudian akan menemukan sepasang sepatu milik laki-laki yang berdiri di hadapannya yang bersiap menolongnya?!.
Ini tidak hanya tentang perih pada kedua lutuku yang kuyakini selain tergores karena gesekan antara celana jeansku dan lantai tentu akan ada bekas membiru karena benturannya. Ini tentang rasa maluku. Terlebih aku terjatuh di tengah-tengah ruangan yang akan membawa kami menuju check in counter. Dalam hati aku mendumel kelakuan Gery yang tidak menghampiriku sama sekali yang aku yakin mendengar suara teriakanku memanggil namanya sebelum terjatuh. Aku mengucapkan dalam hati kalau tidak akan bangkit dari posisi ini sampai Gery menghampiriku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Companion
RomanceKatakanlah awalnya hanya pelarian masa lalu. Namun kini, itu bukanlah suatu masalah besar untukku. Aku sudah dapat mengikhlaskannya jauh sebelum dia menikah. Kesendirianku bukan lagi tentang ketidaksanggupanku menutup kisah lamaku. -Larisa Kania- Me...