"Halo, La. Kamu udah jalan?" Suara Gery menyapa begitu ponsel kuletakkan diantara pundak dan telinga kananku. Panggilan masuk dari laki-laki itu menginterupsiku yang saat ini tengah merias wajah.
Pagi ini adalah resepsi pernikahan Kak Gianna setelah kemarin siang Kak Gianna resmi menjadi istri Kak Bryan setelah laki-laki itu mengucapkan kalimat qabul dihadapan Om Ridwan dan semua yang menyaksikan acara akad nikah itu. Masih terbayang di kepalaku rona merah dan senyum malu-malu nan menawan Kak Gianna begitu Kak Bryan mengecup keningnya usai cincin melingkari jari manis masing-masing. Raut lega dan bahagia pun tak mampu disembunyikan oleh sang mempelai laki-laki usai saksi mengatakan 'sah' setelah kalimat sakralnya yang hanya diucapkan dalam satu kali percobaan.
"Masih dikamar." Sahutku singkat sembari menghidupkan pengeras suara pada ponselku dan meletakkannya di atas nakas di hadapanku.
"Seharusnya kamu nurut waktu mama nyuruh nginep dirumah semalam." Aku mendengar decakan kesal dari laki-laki di seberang sama. Usai acara akad nikah kemarin, aku memang tidak langsung ikut orangtuaku pulang. Aku masih di rumah Gery hingga pukul sebelas malam. Meski semua sudah diserahkan kepada wedding organizer tapi para bridesmaid Ka Gianna yaitu lima sepupu perempuan Gery, tiga sahabat dekat Ka Gianna beserta aku menyiapkan sesuatu yang istimewa untuk kedua mempelai di hari resepsi ini. Sesuatu yang spesial itu tentunya memerlukan berjam-jam untuk persiapannya.
Tante Lira memang sempat memaksaku untuk tetap tinggal di sana dan berbagi kamar bersama para sepupu perempuan Gery yang sejujurnya hanya beberapa hari terakhir ini kami dapat dikatakan dekat. Tetapi aku rasa, aku tidak berada di posisi yang mengharuskanku untuk sedekat itu dengan keluarga Gery.
"Ini udah siap meluncur Bapak Gery. Kalo mau marah, marah saja sama Ibu sama Ayah, kan aku berangkat bareng mereka." Sahutku santai sembari memasangkan sepasang anting mutiara kecil berwarna biru muda senada dengan dress selutut yang aku kenakan. Anting pemberian Gery sebagai hadiah ulang tahunku ke enam belas tahun.
"Ya sudah. Hati-hati di jalan." Aku hanya mengendikkan bahu begitu mendengar sambungan terputus dengan tiba-tiba. Bukan sesuatu yang mengherankan. Segera kakiku melangkah mengambil clutch berwarna silver sebelum keluar kamar menuju ruang keluarga tempat Ayah, Ibu, dan Adikku menunggu sejak sepuluh menit lalu. Sejak awal memang aku lah yang salah atas keterlambatan ini. disaat semua penghuni rumah ini bersiap, aku baru akan bangkit dari tidur tidak puasku.
...
Aku melihat sosok Gery begitu menginjakkan kaki di pelataran lobby hotel yang menjadi tempat resepsi pernikahan Ka Gianna hari ini. Tidak perlu diragukan lagi ketampanan laki-laki ini terlebih dalam balutan tuxedo suit hitam dengan kemeja berwarna biru muda senada yang kukenakan. Jangan berpikiran aneh-aneh, kami tidak memakai pakaian couple, sudah pernah ku katakan kalau para keluarga memakai dress code. Kalau kemarin pada saat akad nikah kami para perempuan menggunakan kebaya yang sejenis meski detil modelnya tidak sama, maka untuk resepsi ini pun semua keluarga wajib menggunakan pakaian berwarna biru muda sesuai dengan permintaan sang mempelai wanita.
Gery langsung menghampiri kedua orangtua ku dan menyalaminya dan melakukan salaman ala laki-laki dengan Faris sebelum menggiring kami memasuki ballroom tempat berlangsungnya acara.
"Maaf atas keterlambatan kami, Ger. Kalau Larisa cepat bangun pasti tidak terlambat." Aku hanya menyengir kuda begitu Gery melayangkan tatapan tajam nan menyayat setelah mendengar penuturan ibu. Ah, ibu memang pandai menjatuhkan harga diri anak gadisnya sendiri.
"Tidak apa-apa, bu. Acaranya juga baru saja mulai." Gery menanggapi dengan senyuman manis khas orang pencitraan. Lihat saja, setelah ibu, ayah, dan Faris pergi laki-laki ini pasti akan langsung mencecarku dengan omelan-omelan tidak penting.
KAMU SEDANG MEMBACA
Life Companion
RomanceKatakanlah awalnya hanya pelarian masa lalu. Namun kini, itu bukanlah suatu masalah besar untukku. Aku sudah dapat mengikhlaskannya jauh sebelum dia menikah. Kesendirianku bukan lagi tentang ketidaksanggupanku menutup kisah lamaku. -Larisa Kania- Me...