(4) Red Velvet

724 62 0
                                    

"Ra," panggil Rafa dari belakang yang masih setia mengejar langkah gue.

Rasain lo, biar tau gimana lelahnya mengejar sebab diabaikan, senyum evil dalam hati.

"Ra, dengerin gue dulu" panggilnya lagi dengan menarik lengan gue.

"Apasih?!" tanya gue jutek.

"Nah gitu dong, setidaknya gue gak di diemin kayak tadi" sahutnya dengan sumringah.

"Alay!" cibirku dengan melenggang meninggalkannya.

"Yah, kok gue ditinggalin lagi sih!" gerutunya.

Kulangkahkan kaki pegal ini menuju kamar dan bergegas mandi kembali, karena sudah cukup berkeringat akibat jogging pagi bersama tuh Onta.

Tok. Tok. Tok.

"Sayang, sarapan yuk!" terdengar suara Memes dari luar kamar.

"Iya mes, bentar. Dara masih mandi" sahutku dari dalam.

"Cepat turun ya!" balas Memes dengan teriakan.

Kebiasaan di keluarga gue kalo hari Minggu makannya agak siang, karena kata Memes sekalian nunggu Daddy sama Arlangga yang lagi tanding baseball.

"Siap Mes!" teriakku.

Sepuluh menit berlalu, gue akhirnya keluar dari kamar dan segera turun ke bawah untuk sarapan bersama keluarga.

"Pagi semua!" sapaku pada semua orang yang ada di meja makan.

"Pagi sayang" sahut Memes dengan Daddy bersamaa.

"Pagi kakak ku yang tercebol" sahut Arlangga yang langsung gue beri tatapan membunuh.

"Adik durhaka!" kataku dengan menjewer telinganya, sedangkan ia hanya tertawa.

"Belum pulang juga?" tanya gue ke Rafael yang berada disebelah kursiku.

"Belum" jawabnya singkat.

"Ayo nak Rafa dimakan sarapannya" kata Daddy mengintruksi.

"Ah, iya om" balasnya dengan tersenyum.

"Dad," panggilku.

"Hm?" gumam Daddy.

"Dara boleh masuk ekskul cheerleaders?" tanyaku takut.

Detik kemudian hening, padahal sebelumnya suara bising dari piring makan mereka. Seketika semuanya menatapku dengan datar.

"Gak boleh!" sahut mereka bersamaan kecuali Rafael yang masih bergulat dengan sarapannya.

"Please!" lirihku kembali dengan memohon.

Mereka terdiam semuanya dan langsung menyantap makanannya masing-masing.

Aku menghela nafas pasrah dan tentu kecewa.

"Kasian om, kasih izin aja. Ini kesempatan emasnya" kata Rafael tiba-tiba.

Dengan cepat aku menoleh kearahnya.

"Gak boleh!" balas Daddy dengan tegas.

"Ayo dong Dad, ini cita-cita Dara, dan hanya ada satu kesempatan" rajukku.

"Kamu gak ingat waktu cidera SMP dulu? Kamu gak tau gimana paniknya Daddy sama Memes waktu itu?!" bentak Daddy dengan suara menaik.

"Waktu itu Dara emang ceroboh dad, sekarang janji deh, Dara gak akan ceroboh lagi" rajukku lagi.

Daddy terdiam, aku melirik Memes yang melihat ku iba.

"Mes please," rayuku pada Memes, tujuannya meminta pertolongan agar Memes merayu Daddy.

"Iya om, kasih izin ajaa" usul Rafael kembali bicara.

"Apa kamu mau bertanggung jawab kalo misalnya Dara terluka lagi?" tanya Daddy menatap Rafael dengan menyelidik.

"Siap om, Rafa akan menjaga Dara agar tidak cedera" sahutnya dengan mantab yang membuatku melotot kaget.

Wait, kenapa jantung gue jadi dag dig dug ya, padahal tuh kutu hanya bicara seperti itu, batinku.

"Cieeeee" sorak Arlangga segera gue menatapnya kembali.

Bagaimana bisa dia bersorak sedangkan disini keadaan sangat tegang.

"Please dad," rajukku kembali.

Daddy menghela nafas pasrah.

"Baik, Daddy izinin dengan satu syarat" ucap Daddy.

"Yes!!! Apapun syaratnya, Dara akan laksanakan Dad" sorakku gembira.

"Tidak boleh ceroboh dan juga harus dibawah pengawasan Rafael" ucap Daddy yang membuatku kesal.

"Oh c'mon dad, Dara udah besar masa--" gerutuku yang langsung dipotong Daddy.

"Kalo begitu Daddy tidak mengizinkan" sahut Daddy cepat.

"Oke fine. Dara setuju sama persyaratannya" balasky pasrah.

~~~~~~~~~~

Setelah sarapan, gue dengan Rafael menuju taman belakang rumah yang dibuat Daddy sederhana. Hanya ada ayunan, gazebo, air mancur, dan beberapa tanaman bunga.

Arlangga sedang mengerjakan tugas kelompoknya di rumah temannya, Daddy sedang keluar menemui kliennya, padahal sekarang kan hari Minggu. Sedangkan Memes sedang berbelanja bulanan ke supermarket.

Menyebalkan sekali bukan? Hari Minggu rasa hari Senin, semuanya pada sibuk masing-masing. Beruntung ada Rafael, setidaknya gue gak kesepian, cukup hati gue aja yang sepi.

"Ra, boleh pinjam gitar adek lo gak?" tanya Rafael.

"Ambil aja diruang musik, lo tau tempatnya kan?" sahutku.

"Hm" gumamnya beserta anggukan.

"Eh ambilin laptop gue dong," kataku.

"Minta tolongnya mana?" tegurnya.

"Oh iya, Raf TOLONG ambilin laptop gue dong, dimeja belajar kamar" pintaku.

"Dengan senang hati saya menolong anda" balasnya dengan bahasa formal.

"Sok formal luh!" ledekku, sedangkan dia hanya tersenyum sombong.

Selang beberapa menit Rafael membawa gitar milik Arlangga dan laptopku, dengan tampang kesal.

"Kenapa lu?" tanyaku heran.

"Lo kira gue apa hem? Lo gak liat gue kualahan bawa nih laptop sama gitar?" tanyanya sebal.

"O" jawabku singkat.

"O aja?" tanyanya lagi dengan meletakkan laptop didepanku.

"Lalu?" tanyaku balik.

"Ish rese' lo!" gerutunya.

"Yah lo kan cowok masa bawa dua barang gini aja udah komplen. Gak malu sama badan lo yang gede mirip Hulk tapi tenaga kayak semut" celotehku.

"Berisik lo! Mana ucapan terima kasihnya?" celetukya dengan memainkan senar gitar.

Astaga sabarkan hamba, batinku,

"Jadi lo gak ikhlas nih nolongin gue?" tanyaku.

"Ya bukan gitu, setidaknya ucapkan terima kasih pada orang yang sudah menolongmu" tuturnya.

Gue memutar bola jengah, "Terima Kasih atas bantuannya Tuan Rafael Aditya Aurellio" ucapku yang menirukan gaya pembantu dalam kaset Frozen.

"Hahahahaha, lo emang pantes jadi BABU ya!" ejeknya dengan tawa yang menggelegar.

"Onta gila! Berisik!" umpatku.

Setelah lama tertawa akhirnya ia pun diam karena sibuk mengingat not gitar, sedangkan aku membuka laptop dan mencari semua info tentang cheerleaders. Jadi gak sabar buat besok langsung gabung ke tim cheerleaders.

Gaess, jangan lupa di vote and comment yaa. Buat para "Silent readers" sekali kali kek, comment atau vote ceritanya. Itung-itung amal di bulan ROMADHON.

Fame_Sandy

6 Juni 2017

Red Velvet #Wattys 2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang