(8) Red Velvet

501 41 2
                                    

"Raf!" bisikan seseorang.

"Raf!" bisiknya lagi.

"Rafa! Bangun kebo!" desisnya dengan menggoyangkan tubuhku.

Plak!

Dengan penuh kesadaran gue duduk mengerjapkan mata beberapa kali.

"Sakit bego!" desis gue.

"Itu satu-satunya buat ngebangunin kebo liar macam lo" cercahnya.

"Ya kan bisa dengan cara dicium kek, misalnya" balasku.

"Otak mesum. Sono minta cium sama kebo!" pekiknya.

"Btw, ngapain sih lo ke appartemen gue pagi-pagi buta gini?" kataku dengan berjalan menuju kamar mandi.

"Gue mau traktir lo" ungkapnya.

"Traktir?!" tanyaku kaget segera gue berlari menuju nakas mencari kalender.

"Sekarang bukan tanggal ulang tahun lo, traktir dalam rangka apaan ini?" tanyaku penasaran.

"Kepo, udah siap-siap sono! Gue ada kabar gembira. Jarang-jarang kan gue mau traktir lo sepuasnya" jawabnya dengan sombong.

"Huuu, dasar. Emang biasanya pelit" gumamku.

"Gue gak pelit kok, cuma hemat" belanya.

"Beda tipis" sahutku dengan menuju kamar mandi kembali.

~~~~~~~~~~

"Kita mau kemana nih?!" tanyaku tak sabar, sebab dari tadi Dara hanya menyuruhku jalan lurus.

"Jalan lurus aja dulu" jawabannya untuk kesekian kalinya.

"Oke, meski ada jurang didepan, tetep lurus ya, dan gue lompat dari motor biar lo yang mati sendirian" cerocosku yang mulai sebal.

Pltak!

Ia memukul keras kepalaku, beruntung ada si pelindung yaitu helm.

"Bodoh! Diem aja napa? Tinggal turutin susah amat" omelnya.

"Yalah yalah" ucapku menirukan gaya upin-ipin yang biasa gue tonton.

"Belok!" perintahnya.

"Belok mana?" tanyaku.

"Belok ke hati dedek, bang", jawabnya dramatis.

Hening.
Garing.

"Canda kelless, belok kiri" instruksinya.

Cafetaria.

"Yaelah, kalo lo mau ngajak gue ke cafe, mending cafe langganan gue" kataku.

"Diem lo! Yang traktir sapa? Terserah gue dong!" semburnya.

"Damai neng damai" ucapku dengan mengacungkan dua jari, ia melengos dan memasuki cafe tersebut.

Dara duduk di pojok sebelah kaca yang menyuguhi pemandangan pagi ini.

Hari ini hari Minggu, pantas saja cafe ini ramai dengan gerumbulan orang-orang yang habis olahraga.

Cafe ini buka 24 jam, mengalahkan indomaret saja.

Dara masih sibuk memesan makanan untuk dijadikan menu sarapan.

"Lo mau pesen apa?" tanyanya kalem.

"Nasi goreng seafood, Mie nyonyor level 12, Bakwan udang, Big burger, Pasta sapi panggang, Sashimi--" jawabku dengan membaca menu.

"Lo mau morotin gue?!" potong Dara dengan melotot.

"Lah, kan lo kata tadi sepuasnya" sahutku dengan polos.

"Ya gak gitu juga kali. Lo mau tanggung jawab kalo tabungan gue habis?" tanyanya yang kuhiraukan.

"Udah mbak, catat aja yang saya ucapkan tadi. Dan satu lagi. Minumnya air mineral saja cukup." ucapku pada pelayan.

"Baik mas" sahut pelayan tadi.

Gue tatap Dara yang bernafas pasrah, lagi-lagi ia mau protes tapi diurungkan, hingga beberapa kali.

Ia megap-megap layaknya ikan hias. Jadi ingin gue cium saja, sangat menggemaskan. Well gue tadi udah kasih makan belum ya sama Regand dan Leonard.

Segera gue kirim pesan ke mbok Atik, buat kasih makan Regand sama Leonard.

"Jadi dalam rangka apa ini?" tanyaku to the point.

"Dalam rangka hari terbahagiaku" ucapnya sumringah, seperti ikan yang baru saja gue kasih makan.

"Bahagia? Perasaan idup lu emang gak ada susah-susahnya deh" kataku dengan sedikit berfikir.

Lo kan emang selalu ceria bege! Jadi terlihat bahagia meski lo sebenarnya jomb, batinku tertawa geli.

"Ihh, rese lo! Gue itu pura-pura bahagia biar gak keliatan jonesnya. Tapi tenang, gue udah mengakhiri masa jones biar lo gak ngatain gue mulu" celotehnya.

"Alah, sok-sok an, dari mana lo dapet kata-kata bijak kek gitu hem? Pasti dari google" tebakku.

"Enak aja! Itu murni dari lubuk hati gue yang paling dalam" elaknya dengan dramatis.

"Oke--" belum sempat gue bicara, makanan untuk sarapan kita sudah sampai.

"Silahkan di nikmati mas dan mbak makanannya" ucap pelayan tadi.

"Terima kasih mbak" sahut Adara.

Gue dan Adara makan dalam diam, hanya suara dentingan sendok yang bergesekan dengan piring yang menghiasi keheningan, dan beberapa celotehan anak-anak dengan sang ibu disekitar.

Setelah sekian lama menghabiskan dua macam makanan yang tadi gue pesan, akhirnya muncul juga suara itu, suara Dara.

"Lo yakin bisa ngabisin tuh makanan sendiri?" tanyanya tak yakin.

"Lo kira gue gentong? Yang bisa dimasukin bermacam-macam makanan?" tanyaku.

"Lah, terus ngapain lo pesen banyak banget!", jawabnya tajam.

"Santai sist, gue yang bayarin. Turun harga diri gue kalo lo yang bayarin, meski ini sarapan dalam rangka bahagia lo. Gue ikut seneng kok, meski belum tau berita bahagia lo itu" jelasku panjang lebar.

"Terserah lo dah, lali makanan ini mau lo apain?" timpalnya.

"Bungkus, buat sodara gue" sahutku, sedangkan ia hanya ber-oh ria.

"Jadi apa sebenarnya berita bahagia lo itu?" tanyaku menatapnya intens.

"Gue. Udah. Jadian. Sama. Kak Ravid!" pekiknya dengan penuh penekanan dalam setiap kata dan tak lupa senyumnya yang tak pernah luntur.

Tyarrr.
Pecah berkeping-keping.

Jduarrr.
Meletus berkeping-keping.

Boom.
Meledak berkeping-keping.

"WAW! Akhirnya lo gak jones juga. HAHAHA. Btw, selamat ya sist. Gue ikut bahagia" cerocosku keras hingga seluruh pengunjung cafe melihatku.

Tanpa lo sadari, ada bagian yang terluka akibat kebahagiaan lo, cuma bisa apa?

"Gue udah tebak, lo bakal bilang kayak tadi. Gue seneng banget tau gak!" pekiknya dengan tawanya yang lebar.

Cukup gaes, gue jadi sedih tau. Tunggu part selanjutnya yaa.

Jangan lupa vomment nya gaess 😚😚😚😚

Fame_sandy.
12 Juni 2017

Red Velvet #Wattys 2017Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang