Sejak tadi Rafa diam dan berkonsentrasi mengendarai, sepertinya sejak keluar dari cafe.
Tapi, entahlah.
"Raf," panggilku dari belakang punggungnya.
"Hm," sahutnya.
"Kita mau kemana?" tanyaku.
"Sebentar ya, mampir ke saudara. Lo tunggu sini aja, kalo lo kesana pasti gak bakal suka sama tempatnya" peringatnya yang tanpa sadar sudah sampai ditempat seperti lapangan.
"Inget jangan kemana-mana, oke?!" peringatnya seperti mempetingati anak usia lima tahun.
Tanpa banyak bicara, gue hanya mengangguk untuk mengiyakan perintahnya.
Gue lihat Rafa sudah menjauh, memasuki gang kampung. Entahlah, bagiku itu tidak seperti kampung, melainkan tempatnya yang kumuh dan penuh misteri.
Sudah dua puluh menit Rafa memasuki kampung itu, hingga perasaan penasaranku muncul begitu saja. Tanpa disuruh, kaki gue melangkah memasuki kampung tersebut.
Banyak debu, dan sampah berserakan. Sudah beberapa langkah aku memasuki kampung tersebut. Mulai tampak makhluk hidup yang melakukan rutinitasnya masing-masing.
Dan siapa mereka? Tidak ada yang lengkap dari tubuh mereka dan yang benar saja, mereka menatapku seolah-olah ingin memangsa. Dengan terpaksa gue tersenyum ramah pada mereka.
"Hai" sapaku yang tidak ada balasan sama sekali, justru dibalas dengan tatapan yang tidak bisa kuartikan.
"Kalian lihat Rafa?" tanyaku ragu.
"Siapa Rafa?!" tanya seorang pria pincang dengan menatapku tajam.
"N-nnamanya Rafael" jawabku dengan terbata-bata.
Bego! Dara bego! Seharusnya lo turutin perintah Rafa, dan lo gak akan mendapat situasi seperti ini, rutuk gue dalam hati.
"Ohh, bang Fafa ya?" tanya seorang anak lelaki yang berusia sekitar tujuh tahun dengan mata tertutup.
"I-iiya" sahutku yang lagi-lagi dengan terbata-bata.
"Kakak cewek ya?" tanyanya lagi.
"Iya", jawabku yang sudah mulai relax.
"Siapanya bang Fafa?" tanyanya penasaran.
"Temen" balasku singkat.
"Yaudah, ikut aku kak" ajaknya dengan menyeret lenganku.
"B-bagaimana bisa?" tanyaku yang ragu, sebab ia buta.
Well, gue diajak orang buta untuk menemui Rafa. Bagaimana bisa dia jalan santai seperti bukan orang buta.
"Kakak kaget ya? Aku sejak lahir sudah disini, jadi sudah hafal betul jalannya" katanya menjelaskan isi hatiku.
"Kita mau kemana?" tanyaku.
"Ke Markas, tempat bang Fafa berada" jawabnya, sedangkan aku hanya ber-oh ria.
Ia menyeretku dan menunjukkan jalan yang berkelok-kelok, dan ini jalan sangatlah sempit. Hanya cukup satu orang, maka dari itu aku berada di belakang anak laki-laki itu.
"Nama kakak siapa?" tanyanya.
"Adara, kamu?" tanyaku balik.
"Aku boleh panggil kak Rara?" tanyanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Red Velvet #Wattys 2017
Ficção Adolescente1. Alergi debu 2. Princess Jelek Pendek 3. Kepo Maksimal 4. Manja 5. Polos 6. Cengeng "Semua sifat Lo itu yang membuat keharusan bagi gue untuk bersedia melindungi" ~Rafael Aditya Aurellio 1. Maniak ikan hias 2. Pecinta Red Velvet 3. Berisik 4. Pos...