Lalisa memandangi salju yang akhir-akhir ini terus menutupi Seoul, ia tidak lagi memandanginya sebagai sebuah kesedihan. Lalisa sudah membaik, butuh waktu yang tidak sebentar untuk terbiasa dengan semua ini. Lalisa merasa baru dengan perasaan; ditinggalkan.
Mino sudah menghubungi Lalisa, mengatakan semua baik-baik saja dan gadis itu tidak memaksa untuk bertemu. Asalkan semua baik-baik saja maka Lalisa tidak khawatir. Meskipun baik-baik saja ini belum tentu baik-baik saja.
Lalisa menghela napas, berbahagialah.
"Yaa..."
Lalisa menoleh, mendapati Hanbin berjalan mendekatinya. "Anyeong oppa"
Hanbin menggelengkan kepalanya, menutup jendela di depan Lalisa. "Kau ingin sakit, oh?" tanyanya. Hanbin memberikan sebuah mantel kepada Lalisa.
"Ini mantel ku"
"Aku mencarimu dan kau meninggalkan mantelmu di ruang latihan"
"Kenapa oppa mencariku?"
"Hanya saja aku belum menanyakan tentangmu setelah berita itu"
Lalisa memakai mantelnya, memandang keluar jendela. "Aku sudah membaik, setidaknya aku tahu bukan hanya aku satu-satunya yang merasa sedih dengan berita ini. Semuanya merasa sedih tetapi semuanya memilih untuk tidak larut dengan kesedihan itu"
Hanbin mengangkat jempolnya, "Bagus kalau kau mengerti"
"Oppa bagaimana? Jangan bekerja terlalu keras oppa, pikirkan dirimu sekali-kali"
Hanbin mendengus, "Cham! iKon bisa dilupakan jika kami tidak kerja keras. Bukannya BlackPink juga sedang kerja keras sekarang? Agar selalu diingat"
"Oppa benar, kenapa ada begitu banyak hal yang tidak ku ketahui?"
"Kau hanya tidak menyadarinya"
"Oppa, punya nama panggung, apakah keren?"
Hanbin berbalik, menjadikan jendela sebagai sandarannya kemudian menoleh pada Lalisa. "Kenapa kau bertanya begitu?"
"Seperti Big Bang oppa, aku paling dekat dengan mereka tetapi aku juga merasa paling tidak mengenal mereka. G-dragon, T.O.P, D-lite, Taeyang, dan V.I, aku tidak mengenal mereka jika memakai nama itu tetapi aku mengenal mereka tanpa nama panggung itu"
Hanbin mengerutkan keningnya, tangannya bersilang di depan dada. Posisi Hanbin dan Lalisa sudah seperti pasangan remaja yang ingin berpisah. Tidak ada yang ingin saling tatap. "Hanbin dan BI, kau mengenal keduanya?"
Lalisa mengangguk, "Aku mengenalnya"
"Itu karena aku belum memberikan pembeda yang sangat besar antara Hanbin dan BI, lama-lama akan terasa"
"Kenapa oppa?"
"Kalau kau tanya kenapa, aku belum bisa menjawabnya. Sederhananya, yang membuatnya berbeda itu karena terbentuk sendiri"
"Kalian bilang, aku harus jadi diri sendiri. Tidak oppa dan yang lainnya, selalu menasehati untuk jadi diri sendiri tetapi kalian sendiri yang melanggarnya"
Hanbin terkekeh, "Kami tidak melanggarnya, itu diluar kesadaran kami. Kenyataannya, ada beberapa hal yang harus kita sembunyikan dari publik"
"Pembohongan publik" cibir Lalisa.
"Ya Tuhan" Hanbin menyubit pipi Lalisa, gemas sekali.
"Kami tidak berbohong. Lisa-ya, kau tidak bisa bilang sakit saat kau sakit dan kau harus menyembunyikan sesuatu pada akhirnya. Itu pekerjaan kita, pada orang-orang yang mencintaimu, mereka akan khawatir ketika kau sakit. Kau ingat ketika kaki Jennie terluka? Jennie harus menahan sakit agar semua orang tidak khawatir padahal tidak ada yang benar-benar tahu apa yang Jennie rasakan. Se-sederhana itu"
KAMU SEDANG MEMBACA
YG PRINCESS (DONE)
FanfictionMenjadi Princess-nya YG itu tidak enak, Lalisa Manabon sudah merasakannya. Semua orang selalu mengkhawatirkannya. Dia merasa tidak punya privasi karena semua perhatian orang-orang di YG ada padanya.