Jiyong baru saja memutuskan sambungan telfonnya dengan Jennie.
"Bagaimana?"
"Mereka tidak akan bertemu."
Teddy menaikkan alisnya tinggi-tinggi, "Kenapa wajahmu seperti itu? Harusnya kau senang, Ji."
Jiyong menggeleng pelan, "Hyung lihat sendiri fancam itu."
"Apa kau mendoakan mereka?"
Jiyong menatap tajam Teddy, "Kemungkinan terburuk."
"Tidak perlu pakai kemungkinan terburuk. Katakanlah mereka benar-benar punya hubungan, apa yang akan kau lakukan? Mengacuhkan Lalisa sama sekali bukan pilihan yang tepat. Ini sudah hampir berjalan tiga minggu. Apa perkembangannya?" Teddy sama sekali tidak menunggu jawaban Jiyong, "Tidak ada," jawabnya sendiri.
"Hyung mau membantu atau tidak? Aku datang bukan untuk mendengarkan ocehanmu hyung."
Teddy memutar bola matanya malas, duduk di meja di depan Jiyong. "Aku sedang membantumu Jiyong, sayang. Yang ku maksud adalah Lalisa pulang dari Thailand, ajak lagi dia berbicara. Kau tidak mau men-dikte kehidupannya, kan? Kau mau Lalisa membuat keputusannya sendiri. Kalau begitu buat Lalisa mengaku dengan sendiri tentang hubungannya, memberinya nasehat, dan menyuruhnya memilih."
Jiyong mendengus, "Itu sama saja aku men-dikte hidupnya, hyung"
"Oh, tentu saja beda!" tandas Teddy. "Lebih baik kita buat dia mengaku sendiri daripada media yang menguaknya. Kau menyuruhnya memilih Ji, antara karir atau hubungannya. Aku pribadi sama sekali tidak peduli dengan hubungannya tapi aku peduli pada karirnya yang akan berakibat pada Lalisa sendiri. Beda denganmu," Teddy menyeringai. "Kita tidak men-dikte. Kita memberinya pilihan."
"Jika Lalisa memilih keduanya?"
"Well..." Teddy tersenyum miring, "Bukankah itu juga sebuah pilihan?"
Jiyong mengepalkan tangannya, Teddy melihat itu lalu tersenyum.
"Kwon Ji Yong, kau harus berdiri di depan Lalisa sekarang. Jangan di sampingnya saja. Sudah saatnya kau melindungi dia dengan tegas, menghalau semua ancaman, berbalik pada Lalisa dan mengatakan semua apa yang sudah tertahan di tenggorokan," tatapan Teddy melembut, bukan lagi tatapan jahil dan godaan. "Aku merasa buruk mengatakannya tapi Mino sedang dalam masa tidak baik, dia kalah bahkan sebelum perang. Mino memilih untuk memperbaiki dirinya sendiri sebelum memulai. Sebelum itu terjadi, bukannya lebih baik kau curi start?" Satu alis Teddy terangkat, "Aku mendukungmu."
Jiyong terdiam, "Bambam," desisnya. Mengingatkan Teddy terhadap ancaman lain.
"Ck, ahh..." Teddy berdecak, "Aku tidak tahu, cinta bisa membuatmu menjadi bodoh."
Jiyong menatap tidak suka pada Teddy, sementara yang ditatap hanya memperlihatkan deretan giginya. "Bambam hanya datang dari masa lalu, kita tidak tahu apa yang terjadi sama mereka tapi Lalisa tentu saja hanya sedang terbawa perasaan. Ayolah Ji, kau selalu ada untuk Lalisa. Ada banyak batasan Bambam dan kau berada dalam lingkaran batasan itu. Kau pemenang dalam berbagai aspek."
"Kita mulai hyung..." Jiyong mengambil note dari tasnya, catatan tempat ia menyalurkan inspirasi-inspirasi yang datang, "...dengan album solo ku."
Teddy meloncat dari meja, kalimat Jiyong yang terdengar tidak nyambung itu punya makna lain dan Teddy menangkap makna tersembunyi di dalamnya.
Jiyong memulai.
Sambil mengambil kaleng bir dari kulkas dan melemparkannya untuk Jiyong - yang ditangkap oleh pria itu dengan sigap. Wajah jahil Teddy kembali terlihat, "Sebenarnya aku berharap Mino bisa bergabung, ini akan menjadi pertarungan yang seru."
KAMU SEDANG MEMBACA
YG PRINCESS (DONE)
FanfictionMenjadi Princess-nya YG itu tidak enak, Lalisa Manabon sudah merasakannya. Semua orang selalu mengkhawatirkannya. Dia merasa tidak punya privasi karena semua perhatian orang-orang di YG ada padanya.