[5]

325 25 0
                                    

Kathleen's POV

Bunuh diri? Ternyata cara bodoh seperti itu masih terpikirkan oleh Mr.Alford. Perlu kugaris bawahi, aku tidak mungkin melakukannya karena kunci utamaku adalah ayah dan ibu. Sesulit apapun masalah yang menimpaku, sebagai seorang anak yang berbakti aku tidak mungkin meninggalkan mereka berdua. Itulah alasan kenapa aku masih bertahan sampai titik ini.

Mr.Alford yang ku pandang begitu berwibawa dan dingin luntur dalam sekejap. Hari ini aku melihat kepribadian lain dari sosok Mr.Alford. Di balik ekspresi datarnya, ternyata tersimpan rasa kepedulian diatas penderitaanku. Point yang paling aku sukai darinya adalah ketidak putus asaannya untuk menghiburku.

"Tenang saja. Saya ada di pihakmu. Saya akan membantumu." Kata-kata hangatnya yang satu ini sangat menenangkan bagiku. Selain Hanny, ternyata ada yang menyayangiku juga.

"Saya ada jam ngajar hari ini." kata Mr.Alford seraya menatap jam tangan yang melingkar manis di pergelangan tangannya. "Saya pergi dulu. Dan kau harus tetap sabar. Jangan menyerah." ujarnya kemudian sembari menepuk lembut bahuku. Aku membalasnya dengan senyuman simpul dan menyaksikan punggung Mr.Alford yang mulai menghilang dari pandanganku.

Setelah kepergian Mr.Alford yang meninggalkanku seorang diri di tempat tertinggi ini, kuurung niatku untuk turun memasuki bagian dalam sekolah. Aku masih membutuhkan waktu beberapa menit lagi..

Mr.Alford mengizinkanku untuk bolos. Tapi, aku harus kemana??

Arrgghhh...

Betapa bodohnya aku!! Satu rencanapun tak terpikirkan lagi oleh benakku. Ingin bolos tapi tak tahu aturan bermain.

Sekilas aku memikirkan Hanny. Apa dia mencariku? Pasti dia sangat khawatir. Apa lebih baik aku turun? Tapi.. Aku masih ingin berada di sini. Lagipula, aku tak tahu harus kemana. Hanya ini yang menjadi tempat persembunyianku.

***
Author's POV

"Dia dimana sih??" celutuk Hanny dengan nada cemas.

Sejak tadi, ia mondar-mandir mencari keberadaan Kathleen di seluruh sudut sekolah. Tetapi belum ada hasil yang dapat memuaskan dirinya. Setiap tetes keringat mengalir membasahi wajah dan rambut ikalnya. Buliran air mata turut menumpahkan dirinya dari sudut pelupuk mata milik sang gadis ikal seolah itu adalah sebuah perintah.

"Apa yang terjadi dengannya!? Kemana dia?"  batin Hanny terus membisikkan berbagai pertanyaan. Ia semakin gelisah ketika kepingan memori memaksa untuk menyeruak di pikirannya menyangkut persoalan Kathleen yang menceritakan kegaduhan hati si sahabat karibnya itu tadi malam.

.......

"Kathleen? Apa itu kau?" tanya Hanny seraya membalikkan bahu seorang gadis berambut curly kepirangan dengan tinggi badan yang tak jauh beda darinya.

"M-maaf.." Wanita berambut pirang itu mengangukkan kepalanya seolah ia memahami maksud dari apa yang di lakukan Hanny.

Ia salah mengenali orang. Ciri-ciri si gadis pirang terlihat begitu serupa dengan Kathleen. Apalagi jikalau di lihat dari penampilan belakang punggungnya, sangat mirip total dengan Kathleen. Tataan rambut pirang yang tergerai indah, lekukan tubuh yang ideal dan tinggi badan yang semampai. Memang tidak terlalu beda jauh. Hanya saja si gadis pirang memiliki kulit yang lebih sawo matang.

"Semua tempat sudah ku datangi. Hanya tinggal-Ya, benar. Rooftop!!! Pasti dia ada di sana. Semoga dia tidak berbuat yang macam-macam." ucap Hanny lega sekaligus cemas. Setidaknya ia berharap telah berhasil menggali jawaban.

Hanny mempercepat laju larinya dengan nafas yang tersenggal-senggal. Sebuah lift utama yang memiliki pintu dengan motif lambang khas penyihir dan berbau begitu kuno tampak meluncur ke atas lantai 8. Hanya buang-buang waktu. Sial. Lift itu adalah satu-satunya yang ada di sekolah ini.

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang