Sam Alford
Sorakan para penonton tak kunjung berhenti menyambut pertandingan. Persiapan para kontestan telah siap siaga sedari tadi namun masih belum ada tanda-tanda akan dimulai. Walau begitu, kini mata nyalang mereka sudah memandang lurus kedepan seraya menanti suara pelatuk ketiga berbunyi. Ketika suara ledakan ketiga menembak ke udara, hentakan-hentakan pacuan kaki kuda mulai menyerbu posisi pertama di garis finish. Cambukan tiada henti di luncurkan oleh para peserta ke tubuh kuda milik mereka masing-masing dan tentu saja hanya agar kuda mampu berlari lebih kencang. Persaingan semakin sengit di masa-masa mendekati garis finish dan sukses membuat para penonton berhenti menyoraki seolah tenggelam ke dalam suasana.
Sementara itu, siulan seseorang terdengar memasuki arena pertandingan. Beberapa orang teralihkan perhatiannya kearah lelaki itu dan tak luput juga dengan para nona cantik yang sedang mengagumi ketampanannya. Beberapa orang khususnya kaum pria merasa terganggu dengan kehadiran pemuda tersebut namun membawa kesenangan tersendiri bagi para kaum hawa.
Sang lelaki tampan yang menyadari menjadi pusat perhatian tidak merasa bersalah sama sekali. Ia tetap melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda, apalagi bila bukan menunggu teman-temannya selesai bermain. Bisikan-bisikan kagum dari nona-nona cantik sedari tadi cukup membuatnya menyunggingkan senyum bangga. Ia tahu itu. Kenyataan bahwa dirinya memang memiliki pahatan yang sempurna. Mata irisnya yang berwarna cokelat dengan hidung mancung semakin menambahkan bumbu ketampanannya. Bahkan bibirnya yang cukup seksi dengan warna alaminya mampu menjadi godaan bagi para wanita. Sesekali ia menyisir rambut dengan jemarinya hingga menciptakan tatanan rambut acak-acakan. Namun malah itulah titik unggulnya.
Sorakan meriah para penonton menyaksikan kemenangan salah seorang kontestan berhasil membuyarkan lelaki itu. Ia segera menghampiri teman-temannya. Senyuman terbit di wajahnya saat mereka yang ia sebut teman menoleh kearahnya.
"Hey, Sam." Sapaan Robert menjadi hal yang paling bosan ia dengar dan tidak heran lagi saat sang teman sudah merangkul bahunya.
Salah seorang lainnya yang diketahui bernama Devian kemudian datang menimpal, "Dari mana saja kau? Sudah lama kau tidak datang."
Sam terkekeh sejenak sebelum menjawab, "Kenapa memangnya? Ahh, aku tau..." Ia menjeda sejenak dan kembali melanjutkan dengan nada menggoda. "Kalian memang tidak dapat menahan rindu padaku. Tapi tenang saja, aku sudah datang sayang-sayangku"
Seketika seseorang bertubuh lebih besar darinya melesetkan sebuah pukulan ringan diperutnya dan sukses membuat sang empu tertawa, bukan meringis.
"Rasakan.. Kau tahu, bagaimana Kanneth kalau sudah marah." ujar Devian tertawa puas menyaksikannya. Namun tawanya harus berhenti ketika Robert membuka suara. "Kemana kudamu? Ayolah, kita bertanding lagi."
"Hilang." ucapnya dengan singkat padat dan jelas. Devian tertawa mendengarnya karena ia sudah tahu bagaimana kebiasaan sang teman. Sementara itu, Kanneth bertanya, "Lagi?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I?
FantasyFantasy - Romance (Minor) Kebenaran akan selalu memaksakan dirinya untuk mengambang ke permukaan. Maka rahasia di balik kebenaran itu harus mampu bertahan dalam menyembunyikan dirinya. Bila segalanya telah terungkap, sang tokoh utama harus bersiap...