Seperti biasanya, Bryce selalu terbangun lebih awal dan kembali melanjutkan pekerjaan. Namun kali ini ada yang sedikit berbeda darinya. Mata gadis itu kelihatan cukup letih seolah kekurangan waktu tidur. Sesekali ia termenung hingga konsentrasinya pecah untuk bekerja.
Kejadian tadi malam sukses mencuri ruang pikirannya sepanjang malam dan tak kunjung enyah di pagi ini. Mengingat bagaimana benda kenyal tersebut melekat pada bibirnya membuat jantungnya berdebar tak karuan. Ia tahu bahwa ciuman mereka hanyalah sebuah ketidak sengajaan. Namun mau bagaimanapun, ciuman itu adalah ciuman pertamanya.
Bryce kembali mengerang kesal saat memikirkan harus bersikap seperti apa di depan Sam nantinya. Ia yakin, mereka berdua akan merasa canggung satu sama lain. Apalagi, Sam mengira dirinya adalah lelaki. Bryce tak sanggup lagi membayangkan bagaimana perasaan lelaki itu.
"Bryce? Kau sudah bangun?"
Bryce terlonjak kaget mendengar suara seseorang yang terdengar secara tiba-tiba. Ia membalikkan badan dan ternyata mendapati Mrs. Marine. Seketika bayangan tadi malam kembali menghantuinya. Lalu kepingan memori itu beralih menuju cerita Sam mengenai Arthur, putra sang ibu. Tak kuasa lagi menahan diri, Bryce langsung menghambur ke dalam pelukan Mrs. Marine. Tentu saja wanita tersebut tersentak dan menatap heran gadisnya ini. Walau tak dipungkiri, ia tetap mengelus lembut punggung Bryce.
Mrs. Marine terkekeh seraya bertanya, "Ada apa? Kok tiba-tiba meluk?"
Masih enggan untuk melepaskan pelukannya, Bryce menggeleng. "Cuman kangen."
"Padahal ibu hanya sehari saja pergi meninggalkan peternakan." ujar Mrs. Marine tak habis pikir dengan sikap manja Bryce. Berbeda dengan dulu di saat pertama kali ia menemukannya, gadis itu sangat sulit untuk mengekspresikan perasaan. Bahkan untuk berbicara saja irit.
"Mrs. Marine?"
Walau berat, kedua ibu dan anak itu harus melepaskan pelukannya begitu mendengar seseorang memanggil Mrs. Marine. Bryce membeku di tempat menyadari bahwa Sam lah yang datang menghampiri mereka. Sesekali Sam melirik ke arah Bryce, namun segera memutuskan kontak mata seolah menghindarinya.
"Ada apa, Sam?"
"Aku mau pergi dulu, Mrs. Marine. Nanti aku akan kembali." jawab Sam yang di balas anggukan mengerti dari Mrs. Marine dengan senyuman khas keibuan yang terpatri. Sementara itu, Bryce selalu memainkan tautan jari jemarinya sedari tadi. Bahkan ia menunduk berusaha tidak menatap sang lelaki.
"Ibu pergi ke kamar dulu, ya sayang.." ungkap Mrs. Marine pada Bryce begitu sosok Sam sudah pergi dari hadapan mereka. Bryce hanya mengangguk mengiyakan perkataan sang ibu. Namun gadis itu masih tak luput menatap punggung Sam hingga benar-benar menghilang dari pandangannya.
***
Sam melangkah memasuki arena perlombaan pacuan kuda bersama dengan George, kuda beige miliknya. Untuk kedua kalinya, ia datang ke tempat ini di saat masih sangat awal. Pertandingan akan di mulai ketika selesai jam makan siang.Kunjungan Sam ke sini tidak lain ingin menemui ketiga sang teman. Sebenarnya, lelaki itu tidak sepenuhnya bermaksud hendak berkumpul dengan mereka sekarang. Ia hanya sedang berusaha menghindari Bryce sejak kejadian tadi malam.
Sepanjang malam hingga pagi ini, sensasi aneh selalu dirasakan oleh Sam. Bukan sejenis benih cinta atau apapun lah itu. Membayangkan dirinya berciuman dengan sesama jenis membuat Sam uring-uringan. Sam adalah pria normal yang masih menyukai lawan jenis. Tentu saja kejadian tadi malam membekas jelas di benaknya.
Namun di balik itu semua, Sam semakin merutuki diri memikirkan bagaimana bisa jantungnya berdetak cepat pada saat masih di posisi canggung tadi malam. Mengingat kekagumannya akan iris mata Bryce, ia berusaha percaya bahwa dirinya memang bukanlah seorang homoseksualitas. Debaran itu pasti muncul karena dia sempat melihat ke dalam manik mata sang teman. Bermaksud untuk mengenyahkan pikirannya, Sam ingin menyibukkan diri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I?
FantasíaFantasy - Romance (Minor) Kebenaran akan selalu memaksakan dirinya untuk mengambang ke permukaan. Maka rahasia di balik kebenaran itu harus mampu bertahan dalam menyembunyikan dirinya. Bila segalanya telah terungkap, sang tokoh utama harus bersiap...