[19]

166 7 1
                                    

Untuk kesekian kalinya, Bryce benar-benar dibuat heran oleh Sam. Sang teman pamit lagi entah kemana begitu mereka pulang ke peternakan. Mengingat dirinya malas untuk ikut campur dengan bertanya, gadis itu hanya mengiyakan.

Sementara hari sudah mulai petang dan Bryce masih harus mengantarkan pesanan susu untuk pelanggan. Sebenarnya ini adalah tugas Alexa, tetapi sang kakak sedang ada urusan katanya. Jadi ia tak mempunyai pilihan untuk menolak. Lagipula, menenteng satu kendi susu juga bukanlah hal yang sulit sehingga dirinya tidak perlu menguras terlalu banyak tenaga. Jarak rumah pelanggan juga terbilang cukup dekat dari peternakan.

Sejujurnya, Bryce belum pernah mengantarkan pesanan untuk pelanggan yang satu ini. Artinya, ia hanya mengandalkan pemaparan dari Alexa mengenai letak rumahnya.

Seolah keberuntungan memihak, Bryce tidak membutuhkan waktu lama untuk menemukan rumah yang dimaksud. Ia mendekati rumah bertingkat dua lantai itu dan segera mengetuk pintu.

"Cari siapa ya?" tanya seorang wanita paruh baya yang muncul dari balik pintu setelah beberapa ketukan darinya.

"Anda memesan satu kendi susu dari peternakan Mrs. Marine?"

Wanita tersebut tersenyum lebar seraya melanjutkan, "Ya, benar. Silahkan masuk dan tolong letakkan di dapur saja ya.."

Bryce mengangguk mengerti dan turut mengikuti sang tuan rumah yang telah melenggang masuk ke dalam rumah. Namun ia melangkah sendirian menuju dapur. Sebelum itu, dia juga melihat ada seorang lelaki paruh baya yang sedang memanjakan diri dengan membaca koran di ruang tamu.

Bryce menelisik sekitar dapur seraya mempertimbangkan dimana kendi susu seharusnya diletakkan. Pada akhirnya, ia menaruh kendi tersebut di dekat sebuah lemari lapuk yang diyakini telah termakan usia cukup lama. Merasa tugasnya selesai, Bryce hendak beranjak pergi dari rumah itu. Namun percakapan sang pemilik rumah yang terdengar jelas dari ruang tamu sukses membuat dirinya bergeming.

"Hutan Darex masih saja dirumorkan ada seorang penyihir. Asal kau tahu, hutan itu ada banyak hewan buruannya. Penyihir memang menyusahkan." Suara seorang lelaki yang ia yakini sedang membaca koran di ruang tamu tadi mulai terekam oleh pendengarannya.

Setelahnya, ada suara dengusan dari seorang wanita seraya membalas, "Kau bilang seperti itu seakan kau lupa kalau kau dulu pernah jatuh cinta pada seorang penyihir."

Suara tawa dari lelaki itu menggelegar ke seluruh penjuru rumah. Selanjutnya ia kembali berkata, "Ayolah.. Aku kan sudah pernah bilang, dia menipuku. Aku yakin, dia menggunakan ramuan dan mantranya hingga aku mau menikahinya. Sekarang ini, hanya kau yang paling aku cintai."

Mendengar hal seperti ini hanya membutuhkan waktu yang singkat baginya untuk mendidih. Sedari tadi, Bryce sudah merasa geram dan terus mengepalkan tangan hingga buku-buku jarinya memutih. Ia juga turut memejamkan mata berusaha menahan kemarahannya. Namun gadis itu masih setia menunggu kelanjutan dari pembicaraan tersebut.

"Pandai sekali kau merayu, dasar." ujar sang wanita yang Bryce yakini ia adalah istri dari lelaki brengsek itu. Setelah menjeda sedikit, wanita tersebut berucap lagi. "Kalau begitu, siapa lebih cantik? Isabel si penyihir itu atau aku?"

"Tentu saja istriku yang satu ini." Rayuan maut sang suami terkesan menjijikkan dan membuat Bryce merasa muak.

Lagi-lagi, emosinya kembali diuji ketika mendengar  rangkaian kata dari lelaki paruh baya itu. "Untung saja, aku berhasil membunuh Isabel. Aku tidak bisa membayangkan, bagaimana nasibku nanti kalau aku tidak membunuh monster itu. Aku masih mengingat jelas bagaimana dia dulu menerbangkan alat-alat dapur."

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Aug 09, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Who Am I?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang