Happy reading~~
***
Kathleen's POVSuara keramaian perbincangan manusia yang pertama kali terekam oleh Indra pendengaranku seiring mulai pudarnya cakra magis Mr. Alford. Napasku mulai normal dan energiku membaik secara perlahan. Ini semua berkat Mr. Alford.
Bola mataku menyapu setiap inchi keberadaanku sekarang. Sebuah gang kecil. Aku berjalan tertatih keluar dari gang sempit ini. Entah bagaimana cakra dimensi guruku itu bisa membawaku ke tempat kotor dan sempit. Bahkan suara decitan tikus tak lepas terdengar oleh telingaku. Di sisi lain, silauan cercah cahaya sedikit mengusik pandanganku. Ku tutupi mataku dari senteran cahaya matahari dengan telapak tangan. Mengandalkan celah ruas jemari, aku dapat melihat jalan.
Seketika aku membeku saat melihat banyaknya orang berlalu lalang yang ku yakini tempat itu adalah pasar. Apakah mereka ini adalah manusia? Benarkah aku termasuk golongan mereka? Lalu mengapa aku takut?
Tapakan kakiku tak kunjung bergerak sejak tadi. Memikirkan bahwa manusia ialah musuh golonganku sendiri, aku kembali ragu. Ah, tidak. Aku bukan lagi golongan penyihir. Statusku kian berganti dalam hitungan detik. Aku menunduk lesu. Rasa sakit itu masih mencuil hatiku. Semua percuma. Memendam kesedihan hanya berakhir merugikanku.
Aku pasti bisa. Setidaknya aku sudah berusaha mengumpulkan tekad. Angkatkan dagumu, tegapkan bahumu dan berjalanlah dengan percaya diri. Namun nihil. Aku tak mampu melakukannya dan lebih memilih berjalan menunduk. Sesekali aku melirik sedikit setiap pergerakan para manusia ini. Aku tebak ekspresiku sekarang layaknya orang idiot. Begitu juga dengan cara jalanku yang terbata-bata. Aku kesal ketika sesekali mereka menyenggol bahuku membuatku sedikit tersentak. Aku tidak tahu itu sengaja atau tidak. Tapi... Ini membuatku tidak nyaman.
BRAKKK
Aku tersentak untuk sekian kalinya. Ini benar-benar menguji ketahanan jantungku. Seorang lelaki paruh baya berbadan bongsor terlempar menabrak dagangan salah seorang pedagang sayur. Semua sayur terlempar mencium tanah. Bahkan meja lapuk tempat jajaran sayur telah hancur. Namun ku perhatikan si pedagang sayur malah lari ketakutan. Lemah. Memang benar edaran isu-isu yang mengatakan bahwa manusia itu makhluk lemah. Seharusnya pedagang tadi marah, bukan melarikan diri. Aku menggeleng tak habis pikir. Orang-orang terus mendesakku dari belakang. Mungkin mereka penasaran apa yang sedang terjadi.
"JANGAN KAU KEMBALI LAGI DI SINI JIKA KAU TIDAK PUNYA UANG!!"teriak seorang wanita seraya mengayunkan sebuah sapu lidi yang aku yakini ia adalah nyonya pemilik rumah makan itu.
Sang lelaki paruh baya berperawakan sangar mencoba berdiri dengan memangku tangan di lututnya. Bibirnya menyunggingkan seringaian. Wajahnya merah. Aku tidak mengerti mengapa kulit manusia dapat berubah warna. Tidak mungkin manusia itu tersipu di detik-detik menegangkan ini. Aku tidak tahu menahu mengenai manusia. Makhluk aneh, menurutku.
Kulihat di tangan kanannya, ia menggenggam sebuah botol minuman yang bau menyengatnya menyeruak sejak tadi. Aku penasaran minuman apa itu.
"BERANI SEKALI KAU MENGUSIR KU, HAH!!! LIHAT SAJA NANTI! AKU TIDAK AKAN MELEPASKANMU!! HAHAHAHAH" Suara beratnya menggelegar dan sukses membuyarkan lamunanku.
Selepas teriakan lelaki itu, sang pemilik ruang makan hanya bercibir dan masuk meninggalkan kehebohan yang telah ia ciptakan. Drama ini mungkin akan segera berakhir karena kuamati kerumunan manusia yang mulai bubar.
Ku pandangi kembali lelaki paruh baya itu, dan seketika sepasang mata kami bertemu. Aku membeku ketakutan. Ia mulai berjalan mendekatiku yang tubuhnya sesekali oleng. Seringaian di wajahnya membuatku semakin gemetaran. Langkah itu semakin mendekat yang membuatku mau tidak mau harus mundur menghindarinya. Mundur hingga aku berhasil meloloskan diri dan memberi jarak darinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I?
FantasyFantasy - Romance (Minor) Kebenaran akan selalu memaksakan dirinya untuk mengambang ke permukaan. Maka rahasia di balik kebenaran itu harus mampu bertahan dalam menyembunyikan dirinya. Bila segalanya telah terungkap, sang tokoh utama harus bersiap...