Sudut pandang dari penyihir Darex akan mulai terlihat di chapter ini..
Happy reading~
***
Masih dengan posisi menggenggam sebuah pisau berlumur darah, sang wanita yang diyakini penyihir Darex itu membalikkan badan menghadap Bryce."Siapa kau?!" Dengan penuh penekanan, suara itu sukses membuat nyali Bryce menciut.
Sedikit terbata-bata, akhirnya ia kembali membuka suara. "A-aku juga penyihir Houston."
"Apa yang kau lakukan di alam ini?!!"
"Bagaimana denganmu?" Bukannya menjawab, Bryce memberanikan diri menyerang pertanyaan yang sama.
Namun hingga pada akhirnya, Bryce benar-benar merutuki dirinya karena telah berani memancing resiko. Tatapan nyalang sang penyihir Darex semakin tajam menjurus ke dalam manik matanya, menyiratkan ada kemarahan di sana.
Setelah memuaskan diri untuk menakuti sang gadis, wanita itu kembali mengambil posisi duduk seperti sebelumnya. Dahi Bryce berkerut melihat reaksi yang ia terima.
Air muka Bryce mulai tenang dikala mendapat tanggapan dari wanita paruh baya itu. "Aku lebih merasa nyaman berada disini."
Sebenarnya gadis itu tidak puas dengan jawaban yang dilontarkan oleh si penyihir Darex. Namun ia mengurungkan niat untuk bertanya lebih lanjut karena mengingat dirinya masih sayang nyawa.
Merasa sudah tidak terancam, Bryce mendekat dan memilih menghadapi wanita itu. Sementara sang penyihir Darex kembali melanjutkan kegiatannya yang sempat tertunda. Bryce tahu bahwa ia kembali diabaikan. Namun seolah tak ingin kehilangan kesempatan emas, gadis tersebut melanjutkan pertanyaannya. "Bagaimana bisa kau memiliki unicosus?"
Bukannya menyahut, wanita paruh baya itu malah semakin tenggelam dalam kesibukannya. Sedikit menunduk, Bryce akhirnya memimpin topik pembicaraan.
"Sebenarnya aku tidak dapat menggunakan sihir apapun. Mereka mengira aku adalah manusia. Sebab itu, aku dibuang ke alam ini. Bu-bukan kehendakku untuk tin-tinggal di-disini." ucap Bryce berusaha menyelesaikan sepenggal akhir katanya dengan senggugukan. Lagi-lagi, kenangan pahit itu kembali ikut campur mengusik dirinya.
Seraya mengenyahkan air mata yang kembali hendak menetes, Bryce melanjutkan, "Aku bahkan telah membuat nama sekolah MWC menjadi jelek."
Wanita itu menengadah memandang Bryce yang tampak berupaya menahan tangisannya. Dengan nada suara rendah, ia akhirnya membuka suara. "Kau memiliki sihir. Hanya saja kau masih tidak tahu bagaimana mengendalikannya."
Bryce menatap lekat ke arah sang penyihir. Dirinya tak menyangka, seseorang yang sangat ia takuti itu ternyata tidak sekejam perkiraannya selama ini. Entah mengapa, kata-kata wanita tersebut berhasil mengangkat sedikit beban.
Dirinya kembali tertampar oleh fakta bahwa penyihir Darex memang lah tidak kejam. Di saat hari pertama bertemu, Bryce baru menyadari bahwa wanita itu tak pernah bermaksud melukainya bahkan sehelai rambut pun. Ia hanya berusaha menakuti dengan melontarkan kata-kata dingin.
Akhirnya Bryce tersadar dari lamunannya ketika sebuah suara menginterupsi, "Apakah Haylee yang menjadi pemilik MWC?"
Gadis itu sedikit tersentak. "Kau mengenalnya? Dia memang pemilik MWC dan mengambil posisi kepala sekolah juga."
"Haylee ternyata berhasil meraih impinannya." batin si wanita penyihir Darex seraya menerawang bagaimana ambisi teman lamanya itu di masa lalu. Takdir mungkin akan membawanya kembali untuk menjalin hubungan dengan para penyihir Houston.
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I?
FantasyFantasy - Romance (Minor) Kebenaran akan selalu memaksakan dirinya untuk mengambang ke permukaan. Maka rahasia di balik kebenaran itu harus mampu bertahan dalam menyembunyikan dirinya. Bila segalanya telah terungkap, sang tokoh utama harus bersiap...