"K-kita tidak dapat menepati janji kita pada Leyna."
Ucapan istrinya sukses mengganggu pikiran Mr. John Bryce sedari tadi. Ia tahu bahwa perkataan sang istri memang benar adanya, namun ia mencoba menutupi kebenaran akan hal itu. Kathleen tumbuh menjadi seorang gadis cantik dengan seribu ketertarikan yang mampu menularkan sebuah senyuman pada orang sekitarnya. Dalam artian, mereka telah berhasil membesarkan Kathleen dengan baik. Ia tahu bahwa dirinya egois. Egois ingin memiliki Kathleen sepenuhnya sebagai putrinya mereka. Putrinya keluarga Bryce.
Mr. John tersenyum pilu mengenang bagaimana kepribadian putrinya di masa lalu, jauh sebelum Kathleen bersekolah di MWC. Kathleen adalah sosok yang periang. Namun mengingat bagaimana keadaan Kathleen di saat terakhir kali mereka berpisah, Mr. John tak mampu lagi membendung air matanya. Bohong bila dirinya juga tidak merasakan sakit bahkan rindu. Bohong bila ia tidak menyalahkan dirinya sendiri. Ia menatap nanar ke arah pintu kamar Kathleen. Isakan masih terdengar dari dalam. Mr. John menghela napas dan kemudian bergumam pelan, "Seharusnya aku tidak menyarankan agar Kathleen bersekolah."
Suara ketukan pintu dari luar tiba-tiba menyadarkan lamunannya. Dengan berat hati, Mr. John beranjak dari kursi meninggalkan seduhan kopi yang telah dingin sedari tadi. Ia melangkah kearah pintu seraya menerka siapa yang datang bertamu.
Pintu terbuka dan menampilkan seorang lelaki paruh baya dengan baju santainya. Kali ini, ia tidak mengenakan jubahnya yang bersimbolis penyihir itu.
"Selamat siang, Mr. John. Apakah saya mengganggu waktu kalian?" ujar sang tamu merasa tak enak hati. Namun ketika mengamati raut wajah tuan rumah ini yang tampak lesu, Ia memutuskan membuang jauh ketidakenakan tersebut dan melenggang masuk kedalam rumah tanpa menanti jawaban dari Mr. John.
Mr. John turut melangkah masuk mendekati Mr. Alford yang tampak telah duduk manis di atas sofa. Mantan guru putrinya itu sedikit menelisik isi rumah Mr. John. Lalu ia menoleh ke arah Mr. John yang sudah duduk di hadapannya.
"Ada keperluan apa anda kemari, Mr. Alford?" tanya Mr. John tanpa basa-basi dan sukses membuat sang lawan bicara tersenyum.
Mr. Alford sedikit berdeham untuk sekedar membasahi tenggorokan. Kemudian ia mulai membuka suara, "Bagaimana keadaan kalian? Istrimu? Apakah dia baik-baik saja?"
Mr. John menggeleng kepala lemah. Lalu ia melanjutkan, "Istri saya sejak tadi pagi menangis di kamar Kathleen."
Mr. Alford menghela napas. Ia tahu bahwa ini akan terjadi suatu saat nanti. Kesedihan sang orang tua yang akan terus berlanjut sebab adanya kerinduan. Kerinduan yang harus tertahan.
"Ada yang mau saya katakan perihal Kathleen." kata Mr.Alford memecah keheningan. Mr. John menegakkan kepalanya memandang lekat sang tamu. Sebuah secercah harapan terpatri di sepasang matanya. Berharap akan sebuah kabar baik.
"Kalian tidak perlu khawatir pada Kathleen. Saya telah memutuskan seseorang yang handal untuk mencari Kathleen. Ia akan melindunginya disana. Akan saya pastikan Kathleen bahagia disana."
"Sepertinya aku telah berbohong mengenai handal." batinnya dalam hati mengingat bagaimana kelakuan suruhannya itu.
"Benarkah?" tanya Mr. John yang berhasil membuyarkannya. Mr. Alford kembali bersitatap dengan ayah dari mantan muridnya itu. Selanjutnya ia menjawab, "Tentu saja. Percayakan semuanya pada saya."
Mr. Alford tersentak ketika Mr. John telah menjabat tangannya penuh semangat hingga tubuhnya tergoncang pelan. "Terima kasih." ucap lawan bicaranya itu sembari tersenyum.
"Sama-sama. Lagi pula, ini sudah menjadi kewajiban saya untuk menjaga murid saya." Senyuman Mr. Alford juga terbit merekah di wajahnya.
Jabatan tangan mereka harus terlepas disaat Mr. Alford kembali berujar, "Sebenarnya kejadian yang menimpa Kathleen ini mengingatkan saya akan kejadian 16 tahun yang lalu. Mengingat bagaimana Leyna dan Isabel dulu membuat saya gelisah. Walaupun Leyna dan anaknya sudah tiada, saya tetap tidak dapat melupakannya."
![](https://img.wattpad.com/cover/87650827-288-k933035.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Who Am I?
FantasyFantasy - Romance (Minor) Kebenaran akan selalu memaksakan dirinya untuk mengambang ke permukaan. Maka rahasia di balik kebenaran itu harus mampu bertahan dalam menyembunyikan dirinya. Bila segalanya telah terungkap, sang tokoh utama harus bersiap...