Akhirnya...

1.7K 57 37
                                    

* Ricky pov *
Pemilihan gubernur telah dilangsungkan beberapa hari lalu. Dan, hari ini nasib ayahku akan ditentukan.

Aku sangat khawatir dengan kejadian ini. Aku takut kegagalan yang lalu kembali terjadi dan mengguncang jiwa ayah lagi. Aku mondar-mandir di ruang tamu. Tentu saja, ayah bingung melihatku.

"Kenapa kau mondar-mandir begitu, Ricky?" tanya ayah. Aku lantas duduk di sebelah ayah.

"Aku takut dengan kejadian yang dulu, yah. Aku takut ini kembali terjadi," sahutku dengan penuh kekhawatiran. Ayah lantas tersenyum.

"Ayah yang berkompetisi, kenapa kau yang kebingungan, Ricky? Kalaupun ayah kalah, ayah tidak akan kenapa-kenapa, nak,"

"Ayah sudah ikhlas menghadapinya. Jadi kau tak perlu mengkhawatirkan ayah lagi," jawab ayah sambil tersenyum. Subhanallah… ayahku telah benar-benar berubah sekarang. Yang dulunya beliau adalah orang yang angkuh, kini berubah menjadi seorang ayah yang bijaksana sekali. Inilah ayah yang aku inginkan sejak dulu.

Beberapa saat kemudian, hasil pun telah ditentukan. Aku tak menyangka, ayahlah yang memenangkan pemilihan ini. Kami bersama-sama sujud syukur kepada Allah SWT. Karena telah memberikan kesempatan kepada ayah untuk menjadi seorang pemimpin kota Jakarta yang baru.

"Ricky, sekarang juga kau harus telepon Jannah. Suruh ia datang dengan keluarganya. Ayah ingin mengundang mereka untuk syukuran bersama anak-anak yatim nanti malam, nak," ujar ayah dengan matanya yang berbinar-binar. Aku pun tersenyum dan menyetujui permintaan ayah.

*****

Ba’da maghrib, kami semua telah usai melaksanakan ibadah shalat maghrib. Persiapan untuk syukuran pun telah siap. Semua anak yatim telah datang ke rumah. Syukuran ini hanyalah syukuran kecil-kecilan untuk merayakan kemenangan ayah.

Kami tak ingin bermegah-megahan. Jadi kami hanyalah melakukan pengajian kecil-kecilan serta makan-makan bersama di rumah. Acara akan dimulai. Tak lama kemudian Jannah beserta ibunya pun datang. Kami langsung memulai acara saat itu juga.

Ceramah telah usai, pidato singkat dari ayah pun juga usai, berdo’a bersama juga telah usai, makan bersama pun juga telah usai. Kini tinggal pembagian hadiah untuk anak-anak yatim tersebut. Aku dan juga Jannah memberikan hadiah dari ayah untuk anak-anak itu.

Tak kusangka, Ayah kembali meraih mic.

"Sebenarnya, saya menyelenggarakan acara ini untuk mensyukuri kemenangan yang telah saya dapatkan dari Allah, sekaligus acara untuk melamar seorang gadis yang saat ini sedang dicintai anak saya. Yaitu Raudhatul Jannah…" ucap ayah yang terlihat begitu bahagia.

Aku dibuat ternganga oleh ayah. Ya Allah, aku tak menyangka ayah telah menyiapkan ini semua untukku. Aku bingung akan berbuat apa sekarang. Jannah juga sepertinya tak kalah kagetnya denganku.

"Ayolah Ricky, kemarilah," ajak ayah. Aku pun berjalan menghampiri ayah dengan bingung.

"Bawalah mic ini. Katakanlah mengenai perasaanmu kepadanya. InsyaAllah, Jannah akan menerimamu, nak," ujar ayah. Aku tersenyum sambil membawa mic di tanganku. Dengan menahan rasa malu, aku berbicara melalui mic.

"Jannah… em... aku benar-benar bingung mau berbicara apa sekarang,"

"Tapi… aku ingin jujur kepadamu. Aku jatuh cinta padamu sejak awal kita bertemu. Dan, aku ingin agar kau menjadi pendampingku,"

"Jadi… Bersediakah kau untuk menjadi istriku? Menjadi ibu dari Firman serta anak kita kelak? Dan, menjadi bidadari hatiku?” tanyaku dengan penuh harap-harap cemas.

"Ayo tante. Terimalah lamaran ayah," ucap Firman yang terlihat sangat berharap. Jannah terdiam. Ia tampak sedang berpikir untuk beberapa saat.

"Maaf Ricky… Aku tak bisa…" sahut Jannah. Aku jadi sedih mendengarnya, aku merasa kecewa. Namun aku mencoba untuk menyembunyikannya.

The Most Beautiful MomentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang